NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pemerhati Media dan Ruang Publik, Djadjang Nurjaman mengatakan sudah benar Letjen Doni Monardo dipilih menjadi Kepala BNPB jika niat pemerintah ingin membenahi lembaga setingkat kementerian tersebut. Pasalnya, Doni adalah seorang jenderal cemerlang dari TNI AD yang dikenal sebagai pecinta lingkungan.
Namun, Djadjang tidak setuju jika penunjukan Doni sebagai Kepala BNPB karena alasan supaya Sesjen Wantannas ini tidak menjadi bayang-bayang Jenderal Andika Perkasa yang kini menjabat Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD).
“Di negara kita yang berada di atas cincin api (ring of fire), di mana bencana menjadi makanan sehari-hari, posisi Kepala BNPB itu sangat penting. Kacaunya penanganan bencana di Lombok, Palu, Sigi, Donggala dan sekarang di Banten dan Lampung adalah indikasi lemahnya BNPB,” kata Djadjang, Jakarta, Sabtu (5/1/2019).
Baca juga: Peran Sejarah Letnan Jenderal TNI Doni Monardo
Menurut dia, sebelum benar-benar menunjuk Letjen Doni, pemerintah wajib memperkuat BNPB terlebih dahulu. Status, kewenangan dan fasilitasnya juga harus ditingkatkan. Figur yang memimpinnya juga harus orang yang kuat.
“Bagi Doni kalau kelasnya BNPB masih seperti sekarang, benar-benar jadi musibah. Bukan berkah. Dia dibuang. Sudah dikeluarkan dari struktur TNI AD, jabatannya malah turun. Demosi. Apa salah Doni? BNPB ini sesungguhnya lembaga setingkat menteri. Seharusnya Doni naik kelas dan naik pangkat. Hanya saja kewenangan dan alokasi anggarannya tidak cukup besar. Posisinya juga tidak prestisius,” jelas Djadjang.
Selama ini, kata dia, posisi kepala BNPB diisi oleh jenderal bintang dua. Saat ini dipegang oleh pensiunan bintang dua TNI AL Laksamana Muda (Purn) Willem Rapangilei. Sementara Doni adalah jenderal aktif. Dia baru akan pensiun 10 Mei 2021. Kalau rezim berganti masih terbuka peluangnya menjadi KSAD, bahkan Panglima TNI.
Baca juga: Prosperity Approach Kodam Pattimura Sukses Damaikan Maluku
Berdasarkan UU No 34 Tahun 2004 tentang Tentara nasional Indonesia (TNI) dan UU No 39 tahun 2010, Doni harus pensiun terlebih dulu bila mau menempati posisi sebagai Kepala BNPB.
Dalam pasal 47 (2) disebutkan prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotik nasional, dan Mahkamah Agung. Hal itu diperjelas lagi dalam pasal 32 (1) PP No 39 tahun 2010. BNPB tidak termasuk di dalamnya.
“Dengan aturan semacam itu Doni harus pensiun terlebih dahulu. Kalau tidak, pemerintah melanggar UU. Kok bisa Sekretariat Negara tidak paham ada aturan semacam itu? Setahu saya, di Sekretariat Negara tempat berkumpulnya para ahli peraturan dan perundang-undangan. Sungguh memalukan jika Doni kemarin jadi dilantik,” cetus Djadjang.
Baca juga: Gubernur Maluku Akui Kehebatan Program Emas Biru dan Emas Hijau
(eda/bya)
Editor: Almeiji Santoso