NUSANTARANEWS.CO, Denpasar – Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama tengah menyusun Pedoman Penyusunan, Penilaian, dan Penerbitan Buku Pendidikan Agama. Penyusunan ini digelar dalam Seminar Penilaian Buku Pendidikan Agama dan Keagamaan untuk Memperkuat Moderasi Agama.
Selain pedoman, kegiatan yang diinisiasi Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan, Manajemen Organisasi (LKKMO) Balitbang dan Diklat ini juga menyusun SOP dan Standar Layanan, Simulasi Pra Penilaian Buku, serta Layanan Online. Seminar berlangsung tiga hari, 17-19 Oktober, di Denpasar, Bali dan dibuka oleh Kepala Balitbang dan Diklat Abd Rahman Mas’ud.
“Ini bukan sekedar seminar, tapi semiloka, seminar dan lokakarya. Karena ada draft yang bisa dicermati bersama, yaitu PMA dan SK Kaban tentang penilaian buku agama tersebut,” Kata Rahman dalam seminar yang diikutii 100 peserta, dari unsur penerbit, perwakilan Ditjen Bimas Agama, peneliti, akademisi, praktisi perbukuan, dan birokrat tersebut.
Baca Juga:
- Hari Buku Sedunia: Media Sosial Menambah Runyam Segalanya!
- Sandi Komunikasi Korupsi Ramaikan Hari Buku Nasional
- Hari Buku Nasional, Buku Masih Dibutuhkan di Era Digital
Menurut Rahman, lahirnya UU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan Peraturan Menteri Agama Nomor 9 tahun 2018 tentang Buku Pendidikan Agama pada 3 April 2018 bisa menjadi momentum dalam penguatan tata kelola perbukuan. Harapannya, PMA tersebut nantinya dapat menjawab sejumlah kasus buku teks pendidikan.
Ia juga mencatat, sejak 2010, sedikitnya ada sembilan kasus yang terkait dengan konten buku, utamanya buku ajar. Kasus pertama, beredar buku PAI SD di Kota Banjar yang tidak lulus uji kelayakan dari Kemenag pada 2010.
“Kedua, di Sragen, Jawa Tengah muncul kasus buku panduan kegiatan Ramadhan untuk siswa MI, tepatnya penjelasan halaman 13 huruf H nomor 8 yang dinilai menyudutkan praktik ibadah salat tarawih 20 rakaat. Buku panduan yang belum layak cetak itu langsung dicetak lantas diedarkan ke siswa MI se-Kabupaten Sragen. Selain persoalan Hadis, kekeliruan juga terdapat pada penulisan huruf Arab yang kurang sempurna,” kata Abd Rahman.
Ketiga, heboh kasus buku PAI yang memuat ilustrasi Nabi Muhammad SAW di Yogyakarta pada 2012. Dirjen Pendidikan Islam Kemenag mengeluarkan surat edaran sehingga Kanwil Kemenag DIY menarik puluhan buku PAI yang memuat ilustrasi Rasulullah ini. Sekjen Kemenag waktu itu, Bahrul Hayat, menegaskan bahwa stempel Direktorat Pendidikan Agama Islam pada buku itu palsu dan sudah sering terjadi.
Keempat, awal 2015 bermunculan kembali kasus buku PAI bermasalah di beberapa daerah. Misalnya, materi radikalisme ‘boleh membunuh orang lain yang menyembah selain Allah’ dalam buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti kelas XI SMA/MA/SMK/MAK, halaman 170 terbitan Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk) Balitbang Kemendikbud pada 2014.
“Nah, kemudian ini disalin utuh di halaman 78 buku Kumpulan Lembar Kerja Peserta Didik (KLKPD) PAI Kelas XI SMA yang disusun tim Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) PAI, Jombang, Jatim,” ungkap Guru Besar Walisongo Semarang ini.
Kelima, muncul kasus buku Sejarah Kebudayaan Islam untuk Semester Genap Siswa Kelas X Madrasah Aliyah, terbitan Rahma Media Pustaka. Buku yang digunakan oleh MAN 3 di Kota Jambi itu memuat silsilah keluarga salah satu Khulafaur Rasyidin, Umar bin Khattab yang bergambar babi. Gambar itu termuat pada halaman 12 lembar kerja siswa (LKS).
Keenam, pada 2016, Dinas Pendidikan Pemkab. Padanglawas Utara, Sumut bersama penerbit Grafindo Media Pratama menarik peredaran buku PAI Kelas V SD. Pada halaman 86 buku yang disusun Fauzi Abdul Ghofur dan Masyhudi tersebut Nabi Muhammad SAW ditempatkan pada urutan ke-13 dalam urutan nama Rasul, sementara urutan terakhir adalah Isa AS.
Ketujuh, beredar buku berjudul Anak Islam Suka Membaca, diterbitkan Pustaka Amanah, Solo, Jateng yang ditulis Nurani Musta’in (mulai terbit 1999 dan cetakan kelima Juli 2006). Buku tersebut antara lain berisi kata-kata yang bernuansa radikalisme seperti bom jihad, granat, dan ada juga caci-maki. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Makassar langsung melakukan sidak antara lain ke Sekolah Yayasan TK Pertiwi, Makassar. Ternyata buku tersebut terbit sejak 22 Januari 2016.
Kedelapan, pada 2017, heboh buku yang menyatakanYerusalem sebagai ibukota Israel. Buku Ilmu Pengetahuan Sosial ini ditulis oleh I. S. Sadiman dan Shenny Amalia, diterbitkan oleh Yudhistira Ghalia Indonesia (YGI). Menurut penulis, buku tersebut disusun berdasarkan Kurikulum 2006 dan terbit dari tahun ke tahun tanpa menimbulkan polemik.
“Buku ini merujuk pada data World Population Data Sheet 2010 yang hanya menampilkan data kependudukan Israel. Tidak ada keterangan yang mencantumkan Yerusalem sebagai ibukota Israel. Munculnya pemberitaan soal Presiden Amerika Serikat, Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel, berakibat pada penarikan semua buku yang diterbitkan YGI tersebut,” terangnya.
Kesembilan, adalah buku berjudul Agenda Ramadhan: Pembinaan Budi Pekerti Serta Sikap Religius & Sosial, pengarang Tim Kreatif KKG PAI, penerbit KKG PAI (Kelompok Kerja Guru Pendidikan Agama Islam), Bekasi, terbit pada 2017.
“Saya berharap, lahirnya UU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan dan PMA Nomor 9 tahun 2018 tentang Buku Pendidikan Agama bisa memperkecil kesalahan di dunia perbukuan, khususnya buku teks agama dan keagamaan,” paparnya.
Abd Rahman meminta para peneliti Puslitbang LKKMO fokus terhadap konten buku-buku keagamaan. Ibarat kapal, agar tidak tenggelam, maka pastikan tidak ada air yang masuk ke kapal.
“Ada kutipan inspiratif, Ships don’t sink because of the water around them. Ships sink because of the water that gets in them. Don’t let what’s happening around you get inside you and weigh you down. Kapal tenggelam bukan karena air di sekitarnya. Kapal tenggelam karena air yang memasukinya. Jangan biarkan apa yang disekitar anda memasuki (mempengaruhi) Anda dan membuat Anda tenggelam (terpuruk),” pungkasnya.
Kepala Puslitbang LKKMO, Dr HM Zain, menyatakan bahwa buku merupakan anugerah Tuhan yang tak ternilai harganya. Buku dapat menjaga akal sehat dan kewarasan. Oleh karenanya, kita harus teliti terhadap konten buku.
Simak:
- Rayakan Hari Buku Sedunia, Formaci Dorong Budaya Literasi
- Buku Puisi “Hadrah Kiai” karya Raedu Basha, Pemenang Hari Puisi Indonesia 2017
“Selain sumber energi kehidupan, buku juga jadi sumber inspirasi. Bagi pebisnis buku, ia bukan saja media mentransfer ilmu, namun juga jadi sumber pendapatan yang menggiurkan. Sebaik-baik kawan adalah buku. Bung Hatta saja mengaku rela dipenjara asal bersama buku. Karena dengan buku, beliau merasa bebas,” paparnya mengutip Sang Proklamator.
Dalam kesempatan tersebut, pria asal Makassar ini juga melaporkan bahwa seminar tersebut mengundang sejumlah narasumber dari BSNP, Ditjen Pendidikan Islam Kemenag, dan Puskurbuk Kemendikbud. Pembicara dari instansi lain juga dijadwalkan antara lain Dirjen Pendis Prof Kamaruddin Amin, Direktur KSKK Madrasah Ditjen Pendis Dr A Umar, dan Dirjen Sumber Daya dan Perangkas Pos dan Informatika Kemenkominfo Dr Ismail MT.
Hadir juga utusan Badan Standar Nasional Perbukuan (BSNP), Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk) Balitbang Kemdikbud. (RED/MA)
Editor: M. Yahya Suprabana