NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pengamat Politik dari Indo Survey & Strategy, Herman Dirgantara menilai Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) melanggar kode etik. Dirinya menganggap Bawaslu cenderung diskriminatif dengan hanya mempersoalkan satu partai.
“Dalam kasus ini, saya melihat ada sejumlah kejanggalan. Saya kira Bawaslu positif telah melanggar kode etik. Seharusnya Bawaslu bisa berhati-hati dalam bersikap dan mengambil kebijakan,” kata Herman dalam keterangan tertulisnya kepada Nusantaranews.co, Kamis (24/05/2018).
Herman mengklaim bahwa materi iklan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang dijadikan polemik sebetulnya tidak memiliki dasar yang kuat untuk dikatakan sebagai pelanggaran kampanye. “Yang diributkan oleh Bawaslu itu sebetulnya tidak jelas,” kata Herman.
Baca Juga:
Menginisiasi Kampanye di Luar Jadwal, Dua Pengurus PSI Terancam Pidana Penjara
PSI Tak Setuju Sri Mulyani dan Rizal Ramli Debat Soal Utang Pemerintah
Sebelumnya, pimpinan PSI dilaporkan oleh Bawaslu terkait dugaan pelanggaran yang telah dilakukan partai pemilik logo yang mirip dengan logo sosialisme internasional tersebut. Dimana, PSI dinilai telah melanggar aturan setelah diam-diam mencuri start melakukan kampanye terselubung.
Meski demikian, PSI mengaku enggan disebut pihaknya melanggar kode etik. Sebaliknya, Ketua DPP PSI, Tsamara Amany pada Rabu, 23 Mei 2018 di Jakarta justru melaporkan balik dua pimpinan Bawaslu yaitu Abhan dan Muhammad Afifudin ke DKPP atas tuduhan pelanggaran etik.
Tsamara mengklaim Bawaslu telah melampaui batas kewenangannya. “Mereka offside ketika dalam rilisnya menyatakan agar Kepolisian dalam 14 hari segera menetapkan tersangka dalam hal ini adalah Sekjen PSI Raja Juli Antoni dan Wakil Sekjen PSI, Chandra Wiguna. Artinya Bawaslu telah mengambil kesimpulan hukum sebelum proses hukum itu dimulai,” kata Tsamara.
Editor: Romandhon