NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Presiden Joko Widodo dinilai berusaha mengambil keuntungan dari kasus korupsi E-KTP yang disebut Setya Novanto melibatkan Menteri Puan Maharani dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung. Diketahui, Jokowi mempersilahkan KPK untuk memproses hukum dua menterinya tersebut.
“Lebih bernuansa politik penyanderaan terhadap PDI Perjuangan, walaupun kata didasarkan pada alasan negara hukum, sepertinya jelang Pilpres Joko Widodo mulai pencitraan nih, seakan-akan tidak peduli dengan dua kader PDI Perjuangan yang diakui Setnov menerima aliran dan hasil korupsi e-KTP,” kata polisisi Arif Arief Poyuono, Jakarta, Sabtu (24/3/2018).
“Justru yang saya heran kok tidak ada ya pejabat penguasa di era SBY dijerat dalam kasus e-KTP, kok baru para anggota dewan ya dijerat,” imbuhnya.
Baca juga: Puan Disebut Terima Duit e-KTP, Fahri Sebut Ini Another Sensation Fastival Baru
Padahal, kata Arif, terdakwa kasus dugaan korupsi e-KTP, Setya Novanto menulis nama SBY dan Ibas di buku hitam miliknya. “Sebab enggak mungkin proyek sebesar e-KTP tidak melibatkan petinggi negara yang berkuasa saat itu,” cetusnya.
Oleh karena itu, Arif menilai pengakuan Setnov hanya ingin menarik perhatian Joko Widodo belaka karena belum tentu pengakuan tersebut benar adanya. Ujung-ujungnya, kata dia, pengakuan Setnov soal Puan dan Pramono itu untuk memberikan dorongan agar Joko Widodo mempersilahkan KPK memeriksa Puan dan Pramono dengan dalih negara hukum.
“Kalau secara fakta yang ada dimana Pramono Anung yang saat proyek e-KTP diajukan anggaran oleh pemerintah SBY, Pramono Anung tidak sama sekali ada pada domain pemutus anggaran e-KTP, begitu juga Puan Maharani yang menjadi Ketua Fraksi PDIP juga tidak masuk dalam domain proyek e-KTP. Jadi pengakuan Setnov itu tidak mendasar terkait uang 500 ribu dollar yang mengalir ke Puan dan Pramono Anung,” papar Arif.
Baca juga: Dua Pembantunya Disebut Terima Uang Haram e-KTP, Jokowi: Ya Diproses Saja
Kemudian, tersangka korupsii proyek e-KTP Setya Novanto, menyebut ada uang hasil korupsi yang mengalir kepada dua politisi PDI Perjuangan, yakni Puan Maharani dan Pramono Anung yang diberikan lewat Oka Masagung. “Dan alasannya juga aneh, katanya cuma karena Oka Masagung dekat dengan keluarga Sukarno,” ucapnya.
Karenanya, Arif meyakini Puan dan Pramono tidak terlibat korupsi yang disebut Setnov menerima jatah hasil korupsi proyek e-KTP senilai 500.000 dolar. (red)
Editor: Eriec Dieda