NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan (DPP PPP) M. Romahurmuziy turut berpendapat soal perbandingan utang antara Indonesia dan Jepang. Rasio utang Jepang memang 230% terhadap PDB, sementara Indonesia baru 29,2%.
“Artinya secara rasio utang Indonesia masih sangat Aman. Memang ada pertanyaan, bagaimana resiko hutang LN pemerintah dlm valas? Sedangkan Jepang dan USA dlm mata uang domestiknya?,” ujar politisi yang akrab disapa Rommy itu melalui kultwitnya, Kamis (22/3/2018) malam.
Menurut Rommy, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 12/PMK.08/2013 Tentang Transaksi Lindung Nilai Dalam Pengelolaan Utang Pemerintah.
Baca: Pandangan Ketua Umum PPP Soal Lonjakan Hutang Era Jokowi
Ada juga Keputusan Menteri Keuangan Nomor 113/KMK.08/2014 tentang Strategi Pengelolaan Utang Negara Tahun 2014-2017 yang menyebutkan tentang penerapan kebijakan hedging sebagai salah satu strategi pengelolaan hutang pemerintah dalam bentuk valas.
“Jadi utang dalam SBN valas relatif lebih aman dibanding utang valas swasta,” kata Rommy.
Bicara soal bunga surat utang Indonesia yang ada di angka 6,62%, lanjutnya, jauh lebih tinggi dibanding Jepang yang hanya 0,03%, ini juga tak bisa disamakan. Bunga Indonesia mahal karena inflasi tinggi yakni 3,6% di 2017, sementara Jepang inflasinya sempat negatif (deflasi) atau dibawah 0%.
“Perhitungan inflasi tentu menentukan return atau imbal hasil riil yang diterima investor, makin tinggi inflasinya makin tinggi permintaan bunga dari investor pembeli surat utang. Jadi kesimpulannya Pemerintah masih on the track menggunakan utang untuk pembangunan infrastruktur. Utang di era Presiden @jokowi pun dikelola secara profesional dan hati-hati,” jelas Rommy.
Baca Juga:
Utang Pemerintah Gagal Dongkrak Produktifitas Ekonomi Dalam Negeri
Jangan Bandingkan Utang Indonesia Dengan Jepang
Rommy mengungkapkan, tantangan kedepannya adalah menurunkan laju inflasi sehingga bunga utang makin murah. Langkah yang penting lainnya yakni meningkatkan fundamental ekonomi agar rating utang bisa melesat menjadi AAA dari saat ini BBB-.
“Jika rating utang semakin baik, dan dampak pembangunan infrastruktur kedepannya dirasakan oleh masyarakat luas, kegaduhan tentang hal ini Insyaallah akan hilang,” tandas Rommy.
Pewarta/Editor: M. Yahya Suprabana