Ekonomi

Utang Luar Negeri Bengkak, Masihkah RI Berdaulat?

kurs rupiah, anggawira, rupiah melemah, pelemahan rupiah, kemiskinan, kesenjangan, utang negara, utang pemerintah, jokowi gagal, utang luar negeri, nilai tukar rupiah, nusantaranews
ILUSTRASI – Rupiah. (Foto: Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO, JakartaUtang Luar Negeri Indonesia per April 2019 tercatat sebesar US$ 389,3 miliar atau sekitar Rp 5.528,06 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.200. Data Bang Indonesia (BI) menyebutkan jumlah Utang Luar Negeri ini tercatat tumbuh 8,7 persen dibandingkan periode Maret sebesar 7,9 persen.

Pemerintah meyakinkan bahwa utang luar negeri Indonesia yang sangat besar tersebut masih dalam taraf aman, terkendali dan stabil. Pasalnya, rasio utang luar negeri terhadap PDB per April yang mencapai angka 36,5 persen.

BI sendiri menyatakan kenaikan utang tersebut terjadi karena transaksi penarikan neto utang luar negeri. Kenaikan tersebut juga terjadi akibat pengaruh penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Pengamat ekonmomi, Defiyan Cori mengatakan respon pemerintah terhadap fenomena utang luar negeri yang membengkak memang tampak logis dan rasional. Utamanya penjelasan dari Menteri Keuangan, Sri Mulyani yang terasa cukup meyakinkan, ditambah pula pembelaan dari para ekonom yang selama ini bersepakat dengan utang luar negeri serta para politisi pendukung pemerintah.

Baca Juga:  Peduli Sesama, Mahasiswa Insuri Ponorogo Bagikan Beras Untuk Warga Desa Ronosentanan

“Berbagai alasan telah disampaikan dengan cara yang kelihatan logis dan rasional oleh Menteri Keuangan, para ekonom yang selama ini bersepakat dengan utang luar negeri dan para politisi serta pendukung total pemerintahan. Apologi naif yang selalu disampaikan sebagai latar belakang keperluan dan kebutuhan berutang adalah melalui pertanyaan retoris mereka yaitu apakah ada negara lain yang tak memiliki utang luar negeri?,” ujar Defiyan, Jakarta, Rabu (3/7/2019).

Dia menilai, pernyataan yang dilontarkan pemerintah dan para pendukungnya terkait utang luar negeri tersebut merupakan sebuah pertanyaan pendidikan tingkat dasar yang semua ekonom dan sebagian besar publik tidak perlu menjawabnya.

“Yang perlu dipertanyakan balik adalah, apakah negara-negara yang berutang itu yang perlu dan mesti dicontoh sebagai negara berdaulat dan kaya raya sumberdaya alam serta memliki jargon kemandirian ekonomi dalam visi Trisakti dan Nawacita Presiden?,” tuturnya.

(adn/sle)

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 3,053