NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Penggunaan cadar di Indonesia kini tengah menjadi buah bibir usai rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta melarang mahasiswanya mengenakan kain penutup seluruh wajah perempuan tersebut yang dinilai sebagai langkah untuk mencegah radikalisme dan fundamentalisme masuk kampus.
Kebijakan ini menuai polemik di tengah-tengah masyarakat. Beragam pendapat mengemuka, bahkan sang pembuat kebijakan harus menerima banyak kritikan karena pelarangan cadar dinilai melanggar hak asasi manusia, sebab berpakaian merupakan hak individu orang dan tak patut diatur-atur.
Pelarangan cadar sebetulnya bukan hal baru di berbagai belahan dunia. Namun di Indonesia, pelarangan cadar ini boleh dibilang masih relatif baru. Di Eropa, pelarangan pakaian wanita yang menutup seluruh wajahnya tersebut sempat menjadi perdebatan panas. Lalu negara-negara mana sajakah yang telah lebih dulu melarang wanita muslimah menggunakan cadar, burqa, niqab dan sejenisnya?
Pertama, Belanda. Amsterdam melarang warganya mengenakan cadar di ruang-ruang publik seperti sekolah, universitas dan transportasi umum, dengan dalih tatap muka dan kontak mata sangat diperlukan dalam berkomunikasi. Parlemen Belanda sepenuhnya melarang wanita muslimah mengenakan cadar di tempat umum yang dimulai pada Januari 2017 lalu.
Kedua, Perancis. Ini menjadi negara Eropa pertama yang melarang pemakaian cadar (burqa dan niqab) di tempat-tempat umum. Dimulai tahun 2004, larangan ini kemudian meluas dan April 2011 pemerintah Perancis sepenuhnya melarang pemakaian cadar di ruang publik. Bahkan pemakainya didenda 150 euro, dan memaksa perempuan Perancis mengenakan cadar bisa didenda 30.000 euro.
Ketiga, Jerman. Sebuah studi YouGov mengklaim 70 persen warga Jerman menginginkan Burka (cadar dan niqab) dilarang. Pada Januari 2017 lalu, Kanselir Jerman Angela Merkel menyebut penggunaan cadar tidak tepat di Jerman sehingga patut dilarang. Pemimpin berusia 62 tahun itu mengatakan partai konservatif CDU dalam sebuah konferensi sepakat melarang pemakaian Burka, dan kalau perlu dihukum. Salah satu alasan Merkel setuju pelarangan Burka karena menjadi penghalang wanita muslimah untuk terintegrasi ke dalam masyarakat Jerman. Sehingga, pelarang akan segera diumumkan.
Keempat, Italia. Meski tidak ada larangan secara nasional, kota Novara memberlakukan pembatasan penggunaan cadar. Kelima, Spanyol. Pada tahun 2013, Mahkamah Agung Spanyol membatalkan larangan pemakaian cadar di beberapa negara bagian setelah sebelumnya dilarang di beberapa distrik di Katalonia. MA Spnayol menilai, pelarangan cadar membatasi kebebasan beragama. Namun begitu, ketika ada ketetapan Mahkamah Eropa untuk HAM (ECHR) menyatakan pelarangan cadar atau jilbab tak melanggar HAM, di beberapa wailayah di Spanyol tetap melarangnya.
Keenam, Swiss. Negara federal ini memberlakukan larangan cadar di wilayah Tessin berdasarkan UU yang mulai berlaku pada 1 Juli 2016 lalu. Pengguna cadar di Tessin bisa didenda.
Ketujuh, Belgia. Negara beribukota Brussel ini melarang cadar mengikuti jejak Perancis. Belgia memperkenalkan larangan pemakaian cadar pada tahun 2011 silam, terutama di tempat-tempat umum. Perempuan yang tertangkap mengenakan cadar di Belgia bisa dipenjara dan didenda.
Kedelapan, Austria juga melarang perempuan muslimah mengenakan cadar di ruang publik, pengadilan dan sekolah. Alasan Austria pelarangan cadar ialah untuk menangkal munculnya gerakan partai politik konservatif, yakni Partai Pembebasan (Freedom Party). “Kami percaya dalam masyarakat terbuka tentu mengedepankan komunikasi yang terbuka pula. Mengenakan busana seluruh tubuh di ruang publik bertentangan dengan prinsip masyarakat yang terbuka, karenya hal itu dilarang,” ujar pemimpin partai politik sayap kanan Austria, Heinz-Christian Strache.
Selanjutnya Norwegia. Negara beribukota Oslo ini melarang penggunaan cadar, terutama di Rumah Sakit karena dinilai akan mempersulit perawat berkomunikasi dengan pasien. Larang ini sudah dimulai sejak Januari 2017 lalu.
Di Australia, soal cadar ini tengah menjadi perdebatan panas parlemen di Canberra. Kejadian menghebohkan pada Kamis (17/8) lalu di Gedung Parlemen di Canberra. Waktu itu, Ketua Partai One Nation, Pauline Hanson duduk di kursinya dengan mengenakan burqa sekitar 20 menit. Tak lama berselang, Hanson berdiri sembari membuka burqa yang dikenakannya tersebut seraya berkata bahwa pakaian semacam itu tak seharusnya dikenakan di Australia.
Hanson yang dikenal sebagai politisi anti Islam menuturkan orang yang mengenakan cadar(burqa) membuat sulit dikenali, apalagi di ruang-ruang publik. Namun, dikutip Reuters, aksi Hanson bukannya mendapat dukungan tetapi malah justru mendapat cibiran.
Hanson diingatkan soal aksinya tersebut bisa menyinggung umat Muslim di Australia. Dan seorang wakil presiden dari Dewan Islam di negara bagian Victoria, Adel Salman memaklumi seruan pelarangan cadar tersebut karena Hanson telah sejak lama dikenal anti Islam.
Penulis: Alya Karen
Editor: Eriec Dieda