Terbaru

Dewan Kesehatan Norwegia: Jilbab Oke, Niqab dan Burka No

NUSANTARANEWS.CO – Niqob dan Burka sedang jadi perdebatan panas di tanah Eropa. Setelah Belanda, Belgia dan Jerman melarangnya, kini Norwegia juga tengah dalam proses membuat aturan untuk melarang pakaian tersebut.

Sputnik melaporkan, mayoritas warga Norwegia tidak suka dengan wanita yang mengenakan Niqob dan Burka, terutama perawat-perawat di Rumah Sakit. Dewan Keperawatan Norwegia segera menindaklanjuti ketidaksukaan masyarakat terhadap para perawat yang mengenakan tabir penutup wajah wanita itu.

Norwegia ingin ada pedoman umum berlaku di Rumah Sakit. Menurut para dewan, wajah perawat yang ditutupi Niqob dan Burka tidak cocok.

“Kita tidak dapat menyangkal hak perawat untuk memakai jilbab. Namun, niqab dan burka tidak diterima sebagai pakaian kerja untuk perawat, “kata pemimpin dewan Elisabeth Kjølsrud koran Norwegia Aftenposten.

Untuk jilbab, para dewan memandang masih merupakan pakaian yang wajar dan dapat diterima untuk para staf atau perawat di Rumah Sakit. Apalagi bila jilbab dikenakan untuk alasan keagamaan, tidak masalah. Misalnya di RS Universitas Oslo yang telah lama para perawat muslimah diperbolehkan mengenakan jilbab. Bahkan telah dibuatkan seragam khusus yang diperkenalkan pada tahun 2013 silam.

Baca Juga:  KPK Tetapkan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Tersangka Korupsi, AMI Gelar Santunan Anak Yatim

Menurut Kjølsrud, profesi keperawatan harus didasarkan pada penghormatan terhadap kehidupan dan martabat manusia. Oleh karena itu, jika pasien cemas dan marah dan tidak ingin perawat memakai pakaian Niqob dan burka, konsensus harus dicapai melalui dialog terlebih dahulu.

“Kami percaya penting bahwa keinginan pasien perlu ditanggapi secara serius dengan segala pertimbangannya. Kuncinya adalah untuk menjaga kepentingan pasien serta memungkinkan staf dengan latar belakang budaya yang berbeda untuk mendapatkan kepercayaan pasien,” kata Kjølsrud.

Dewan tidak memiliki angka pasti berapa banyak petugas mengenakan jilbab di rumah sakit Norwegia, tapi Kjølsrud yakin bahwa ada, baik tenaga medis profesional maupun akuntan yang mengenakan jilbab. Sebab, di sektor swasta jilbab diketahui masih dilarang.

Sebaliknya, niqab dan burka, yang keduanya pakaian padat yang menutupi wajah, dianggap sebagai tidak dapat diterima dalam perawatan kesehatan.

“Ini tentang menghormati martabat pasien. Jika perawat yang mengenakan burka atau niqab, pasien tidak akan tahu dengan siapa mereka berkomunikasi. Delapan puluh persen dari komunikasi kita adalah non-verbal. Juga, pakaian tersebut dapat menyebabkan rasa tidak aman di kalangan pasien yang rentan,” terang Kjølsrud. (Sego/ER)

Related Posts

1 of 419