NUSANTARANEWS.CO – Seberapa besar peluang seorang presiden yang sedang memerintah (incumbent) terpilih kembali, jika ia ikut bertarung dalam pilpres (pemilihan presiden) 2019 mendatang? Pimpinan Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Denny JA menjelaskan, jika dilihat dari data statistik Indonesia sejak pemilu langsung, jawabnya jelas.
“Baru tiga kali kita melaksanakan pilpres langsung, 2004, 2009, 2014. Namun baru dua kali, pertahana presiden bertarung kembali yakni Presiden Megawati di 2004 dan presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) di 2009,” ungkap Denny JA dalam keterangannya, yang diterima Jumat (2/2/2018).
Dirinya mengungkap pada pemilu 2014 lalu saat terpilihnya Jokowi, tak ada presiden yang bertarung. Presiden SBY sudah memangku jabatan dua periode. Konstitusi melarangnya. “Pilpres 2014 terjadi tanpa kehadiran pertahana selaku peserta,” jelasnya.
Di tahun 2004, pertahana presiden kalah. Di tahun 2009, pertahana presiden menang. Dengan demikian, sejarah Indonesia menunjukkan angka. Sebesar 50 persen kemungkinan pertahana presiden terpilih kembali. Sebanyak itu pula, kemungkinan 50 persen petahana dikalahkan.
Bagaimana di Amerika Serikat? Denny JA melanjutkan, berdasarkan data 18 kali pemilu presiden terakhir yang petahana maju kembali untuk periode kedua, prosentase juga ketat.
“Sebanyak 10 kali pertahana presiden menang. Sebanyak 8 kali pertahana presiden dikalahkan. Prosentase pertahana untuk menang dalam pilpres Amerika Serikat untuk kasus di atas sebesar 55 persen,” sambungnya.
Berdasarkan dua kasus Indonesia dan Amerika, ini gambarannya. Sebesar 50-55 persen pertahana presiden akan menang. Namun sebesar 45-50 persen pula pertahana akan dikalahkan.
“Apakah data statistik ini berita baik atau berita buruk buat Jokowi selaku petahana, dan penantangnya?” ungkapnya.
Editor: Romandhon