Politik

Pilkada Serentak 2018, 54 Juta Lembar Kertas Suara Mubazir

Menurut jadwal yang ditetapkan oleh KPU RI, Pilkada Serentak 2018 akan dilaksanakan pada tanggal 27 Juni 2018.

Suasana politik secara nasional mulai memanas hingga riuh rendah suara pendukung paslon disetiap daerah yang menyelenggarakan pilkada mulai terdengar bingar dan berbagai rangkaian dari instansi penyelenggara mulai dipersiapkan.

Pemilu telah didefinisikan sebagai pesta demokrasi yang juga merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat. Dimana seluruh hasil dan biaya daripada pemilu tersebut berasal dari rakyat.

Pada Pilkada Serentak 2018 tahun ini, menurut rencana akan diikuti oleh 171 Daerah, terdiri dari 17 Provinsi, 39 Kota dan 115 Kabupaten. Kita bisa membayangkan bagaimana sibuknya instansi penyelenggara di masing-masing daerah untuk mempersiapkan segala perangkat dan kebutuhan Pilkada tersebut.

Bila mengacu data yang dimuat pada laman resmi KPU untuk DPT masing-masing daerah maka total kebutuhan kertas suara pada Pilkada Serentak 2018 yang akan datang mencapai 212.339.717 kertas suara. Angka tersebut berdasarkan kebutuhan secara nasional yang di rinci untuk kebutuhan KPUD Provinsi pada Pemilihan Gub-Wagub, sejumlah: 146.692.303 kertas suara. Untuk pemilihan Walikota dan Wakil Walikota: 13.569.757 kertas suara dan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati: 52.077.657 kertas suara

Baca Juga:  DPRD Nunukan Gelar Paripurna Penyampaian Nota Ranperda APBD Tahun 2025

Angka tersebut belum termasuk penambahan 2.5% dari DPT sesuai dengan NSPK PKPU dan tambahan kertas suara untuk kebutuhan pemungutan suara ulang. Bila ditotalkan bisa mencapai kurang-lebih 217.648.209 kertas suara, kalkulasi secara keseluruhan/nasional. Pada urusan kertas suara ini, kami melihat ada potensi 54 Juta kertas suara tidak akan terpakai/mubazir dengan asumsi ada potensi dihambur-hamburkannya uang Negara, mencapai 1.08 triliun.

Angka 1 triliun lebih itu belum termasuk PPn 10%. Data yang kami peroleh menjelaskan bahwa HPS yang digunakan untuk menentukan besaran harga satuan per-eksamplar kertas suara tergantung dari jumlah paslon di masing-masing daerah, jika ada 4 paslon, maka bisa mencapai Rp 20.000/eksemplar sesuai dengan HPS tahun sebelumnya.

Sebanyak 54 Juta kertas suara mubazir itu terjadi akibat masih minimnya partisipasi masyarakat/pemilih dalam setiap Pilkada. Sudah partisipasi pemilih minim tapi dicetak harus lebih berdasarkan NSPK (Norma, Standar, Prosedur dan Pendistribusian-PKPU) sehingga menurut kami; “Aturan NSPK PKPU ini sangat absurd, target mereka hanya 77% tapi aturan pencetakan kertas suara adalah DPT Plus 2,5%” – Tentu aturan ini hanya menambah besaran kebutuhan penyelenggaraan Pemilu yang biayanya tak lain adalah dari uang rakyat.

Baca Juga:  Fraksi PKS DPRD Nunukan Minta Pemerintah Optimalkan Potensi Peningkatan PAD

Partisipasi pemilih memang menjadi permasalahan tersendiri dalam setiap pemilu, beberapa faktor penyebabnya mungkin ‘variatif’ tergantung kondisi masyarakat dan kondisi politik di setiap daerah itu sendiri, kendati menjadi alat ukur sebuah legitimasi kepemimpinan (voter turn out) namun di setiap daerah faktanya partisipasi pemilih ini hanya mencapai 75% bahkan ada yang hanya mencapai 26% seperti pada Pilkada Kota Medan, Sumatera Utara, Pilkada yang lalu.

Tahun ini pada Pilkada Serentak 2018, KPU sendiri mematok target mencapai 77% rata-rata secara nasional, namun melihat perkembangan situasi politik belakangan ini serta akibat dari adanya aturan-aturan yang dikeluarkan oleh KPU sendiri, kami menilai angka tersebut terlalu tinggi. Prediksi kami KPU hanya bisa mencapai maksimal 75%.

Banyak aturan yang dirasa sangat membatasi ruang gerak Paslon dalam mensosialisasikan diri mereka, seperti adanya UU No.8 Tahun 2015 dan PKPU tentang Kampanye Paslon, hal ini sangat mempengaruhi antusiasme masyarakat dan partisipasi pemilih. Belum lagi persoalan ‘Trust’ masyarakat terhadap proses dan hasil pemilu itu sendiri sampai pada permasalahan masing-masing paslon di setiap daerah yang tidak memiliki nilai jual (marketable) yang mumpuni.

Baca Juga:  Debat Ketiga, Cagub Luluk Sorot Krisis Lingkungan di Jawa Timur

KPU mestinya melakukan upaya-upaya untuk mengurangi tingginya angka Golput tersebut di daerah-daerah karena hal ini menjadi tugas penting KPU sebagai Penyelenggara Pemilu, seperti meningkatkan sosialisasi, mempertinggi intensitas pertemuan instansi dengan calon pemilih dengan pola-pola baru seperti; Komisioner KPU menjadi pembina upacara pada apel sekolah, dan lain-lain. Hal ini sangat penting untuk meningkatkatkan partisipasi pemilih terutama bagi mereka para pemilih pemula.

Oleh: Dian Sandi Utama, Komunitas Pemuda Peduli Pemilu dan Demokrasi

Related Posts

1 of 14