OpiniPolitik

Prahara Pilkada Papua di Musim Pandemi Covid-19

Prahara Pilkada Papua di Musim Pandemi Covid-19
Prahara Pilkada Papua di Musim Pandemi Covid-19. Laode M. Rusliadi Suhi. (Foto: Istimewa)

Prahara Pilkada Papua di Musim Pandemi Covid-19

Pilkada Serentak akhirnya jatuh pada 9 Desember 2020. Tanggal tersebut ditetapkan usai mengalami pengunduran lantaran wabah Covid-19 yang mengguncang tatanan dunia, termasuk Indonesia. Awalnya, Pilkada Serentak tahun ini akan digelar pada September. Pengunduran ini merujuk pada persetujuan pemerintah dan DPR RI karena kondisi tidak memungkinkan terkait massifnya penularan Covid-19. Pro dan kontra bermunculan, terutama dari kalangan pemerhati pemilu. Tapi yang jelas, tidak ada seorang pun yang tahu pasti kapan pandemi Covid-19 berakhir.
Oleh: Laode M. Rusliadi Suhi

Sejauh ini, triliunan rupiah anggaran telah dikeluarkan KPU untuk persiapan Pilkada Serentak 2020. Proses tahapan dan jadwal tengah berjalan. Namun, Pilkada tahun ini sedikit berbeda karena adanya wabah Covid-19. Ambil contoh misalnya pengeluaran Peraturan KPU (PKPU) Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota Serentak Lanjutan Dalam Kondisi Bencana non Alam Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Ini menjadi ciri khas dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020. Di samping itu peserta pemilihan, pemilih dan penyelenggara dituntut untuk mengikuti protokol kesehatan dalam rangka mengantisipasi penyebaran wabah Covid-19. Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 5 Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2020 yang menyatakan bahwa pemilihan serentak lanjutan dilaksanakan dengan protokol kesehatan pencegahan dan pengendalian Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan penyelengara pemilihan, peserta pemilihan, pemilih, dan seluruh pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan pemilihan.

Baca Juga:  Ratusan Nelayan Tlocor Sidoarjo Kompak Dukung Khofifah di Pilgub, Galang: Bukti Sejahterakan Nelayan

Selain itu, pihak yang berkepentingan juga harus menggunakan alat pelindung diri (APD) sesuai standar yang berlaku. Ini tentu berpotensi menimbulkan persoalan dan sekaligus memberikan tantangan tersendiri di daerah, di antaranya dari aspek regulasi. Sebab, regulasi di daerah terkait Penanganan Covid-19 yang merujuk pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Penanganan Pandemi Covid-19 yang memberikan batasan terhadap aktifitas masyarakat serta sistem demokrasi langsung Pilkada Serentak dengan batasan waktu yang ditentukan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Kepala Daerah.

Belum lagi daerah yang memiliki kekhususan seperti Papua sebagaimana ketentuan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus. Berdasarkan ketentuan Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2020 tentang tahapan, program dan jadwal, pada 4-6 September 2020 merupakan agenda pendaftaran bakal pasangan calon kepala daerah Saat ini, peserta bakal calon kepala daerah dan tim masing-masing hampir semuanya tengah berada di DKI Jakarta dalam rangka merebut dukungan dan persetujuan pengurus pusat parpol. Ini erat kaitannya dengan perolehan kursi parpol di daerah sebagai syarat pencalonan sebagaimana ketentuan UU Pilkada Serentak.

Tahun ini di Papua terdapat sebelas kabupaten antara lain Merauke, Asmat, Mamberamo Raya, Yahukimo, Boven Digul, Waropen, Keerom, Nabire, Pegunungan Bintang, Supriori dan Kabupaten Yalimo. Sebagian besar kesebelas kabupaten tersebutwilayahnya berada di pegunungan. Berdasarkan catatan pemetaan potensi konflik yang dilakukan oleh Bawaslu Provinsi Papua, sedikitnya enam kabupaten yang akan menjadi concern dalam pengawasan lantaran mengalami masalah pada pilkada. Keenam kabupaten tersebut di antaranya Asmat, Mamberamo Raya, Yahukimo, Waropen, Nabire dan Pegunungan Bintang. Kita ketahui bersama Kabupaten Waropen dan Mamberamo Raya adalah dua daerah yang melaksanakan Pemilihan Suara Ulang (PSU) pada pilkada sebelumnya, sementara dua kabupaten lainnya menyelenggarakan pilkada dengan menggunakan Sistem Noken. Tentu ini membutuhkan penanganan khusus oleh pihak penyelenggara pemilihan di Papua tanpa harus mengenyampingkan lima kabupaten lainnya yang juga menggelar pesta demokrasi daerah di Papua.

Baca Juga:  Ziarah Sunan Ampel dan Sunan Giri, Cagub Risma Dicurhati Tukang Ojek

Bicara soal noken di Papua, sistem ini sebetulnya cerminan demokrasi tidak langsung. Hemat penulis, sistem noken ini sangat tepat diterapkan di tengah pandemi Covid-19 asal dijalankan sesuai peraturan. Sistem noken selain praktis, juga bisa mengurangi potensi merebaknya penularan virus corona, khususnya di Papua. Namun, patut menjadi catatan bahwa sistem noken yang selama ini diterapkan dalam demokrasi langsung kerap menimbulkan berbagai macam persoalan di Papua sejak disahkan Mahkamah Konstitusi pada 2009 silam. Bahkan, tidak dituangkan melalui peraturan perundang-undangan melainkan hanya bersifat peraturan teknis penyelenggara.

Seperti disebutkan sebelumnya, ada sebelas kabupaten di Papua mengikuti Pilkada Serentak 2020. Tantangannya sudah barang tentu sangat berat. Berbagai kemungkinan persoalan terjadi dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak di sebelas kabupaten tersebut. Hemat penulis, sedikitnya ada tiga aspek yang harus menjadi perhatian bersama. Pertama, aspek regulasi daerah penanganan Covid-19. Di sini, akan terjadi semacam benturan antar regulasi penanganan Covid-19 di daerah dengan regulasi penyelenggara pemilihan. Akibatnya, tidak terjadi keseimbangan dan persamaan antara calon kepala daerah petahana dengan calon penantang sehingga bisa dimanfaatkan untuk menguntungkan incumbent.

Kedua, aspek penerapan sistem noken. Kabupaten Yahukimo dan Pengunungan Bintang adalah dua daerah dengan distrik terbanyak di Papua di saming kondisi geografis cukup ekstrim.Bisa saja kondisi tersebut jadi alasan menurunnya pengawasan secara langsung dari penyelenggara pemilihan ditambah lagi musim pandemi Covid-19. Ketiga, aspek pendanaan. Kebutuhan anggaran sangat tinggi di tengah keterbatasan baik pada penyelenggara maupun peserta bakal calon kepala daerah. Kondisi ini rentan disalahgunakan oleh pihak penyelenggara maupun peserta calon kepala daerah dari petahana.

Baca Juga:  Pemkab Nunukan Gelar Doa Bersama Untuk Pilkada 2024

Merujuk tiga persoalan tersebut, perlu pemertaan dan analisis komprehensif yang ditunjang faktor sarana dan prasarana memadai agar penyelenggara bisa optimal menjalankan tugas, fungsi dan kewajibannya. Ini semua juga demi menjaga kondusifitas dan stabilitas keamanan serta mengantisipasi konflik yang terus-menerus terjadi di Bumi Cenderawasih akibat permasalahan Pilkada Serentak. Perlu dicatat, Tanah Papua merupakan daerah yang memiliki sifat kekhususan sebagaimana tertuang dalam amanat konstitusi Pasal 18B UUD 1945. Karenanya, dalam prinsip hukum dikenal pengecaualian atau asas hukum retroaktif kendati pun kita mengenal asas legalitas dalam perundang-undangan. Ke depan, lembaga penyelenggara perlu memikirkan dan melakukan evaluasi konsep yang tepat dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah berdasarkan kekhususan yang ada.[]

Penulis: Laode M. Rusliadi Suhi, Praktisi Hukum-Mantan Pengacara KPU Kota Jayapura

Related Posts

1 of 3,063