Ekonomi

5 Kesalahan Mengatur Keuangan yang Kerap Dilakukan Millenial

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Wajar jika menabung jadi hal yang sulit dilakukan generasi millenial. Bagaimana mau menabung kalau baru memulai bekerja dan gaji masih pas-pasan? Ditambah lagi kebutuhan memenuhi gaya hidup supaya tidak ketinggalan zaman.

Tak heran bila riset yang dilakukan George Washington Global Financial Literacy Excellence Center terhadap 5500 millenials menunjukkan bahwa hanya 24 persen yang mengerti prinsip dasar keuangan.

“Literasi keuangan memang tidak diajarkan di sekolah dan kampus jadi bukan bagian dari pendidikan keseharian kita. Sehingga ketika kita memasuki fase mulai membayar segala sesuatunya sendiri, kita tidak punya strategi yang tepat,” ujar Alexa von Tobel, pengarang buku Financially Fearless.

Berikut lima kesalahan yang sering dilakukan generasi millennials dalam mengelola keuangan dan bagaimana digibank bisa menjadi solusinya

1. Pengeluaran berlebihan untuk biaya sewa tempat tinggal

Adanya alasan efisiensi dan kenyamanan, membuat banyak millenials yang memilih tinggal sendiri dekat area kantornya. Tapi menurut studi yang diterbitkan Personality and Social Psychology Bulletin, kita cenderung melebih-lebihkan kebahagiaan yang kita dapat dari hal material. Jadi mengeluarkan lebih dari 30% pendapatan untuk menyewa tempat tinggal adalah suatu kesalahan yang seharusnya bisa dihindari.

Baca Juga:  Pertama di Indonesia, Pekerja Migran Diberangkatkan dari Pendopo Kabupaten

Menurut Alexa Von Tobel, uang sewa tempat tinggal, belanja kebutuhan sehari-hari, bayar tagihan listrik, air dan transportasi harus masuk dalam 50% dari pendapatan. Jadi kalau kita tetap kekeuh memasukkan uang sewa apartemen atau kost sebesar, misalnya, 40% dari pendapatan, maka cari pos pengeluaran lain sejumlah 10% pendapatan yang harus dihilangkan. Seperti gym membership atau TV cable.

2. Tidak punya dana darurat

Dana darurat adalah dana yang kita siapkan sebagai cadangan bila ada keperluan mendadak. Seperti jatuh sakit, membantu orangtua atau perusahaan tempat bekerja tutup beroperasi. Idealnya dana darurat merupakan 3-6 bulan biaya hidup yang dibutuhkan. Biaya hidup dihitung dari rata-rata uang yang dibutuhkan untuk keperluan makan, transportasi, belanja kebutuhan pokok, biaya sewa tempat tinggal, bayar utang atau tagihan rutin. Kita bisa mencicil dana darurat tiap bulan melalui 20% dari pendapatan kita. Misal, kita masukkan dalam pos Asuransi di digibank, yang harus ditransfer ke rekening dana darurat tiap bulan.

Baca Juga:  Aliansi Transportasi se Jatim Pastikan Sumbang Suara Tebal Cagub Khofifah di Pilgub

3. Utang kartu kredit yang berlebihan

Hampir semua orang pada dasarnya memiliki utang. Tapi utang kartu kredit adalah yang paling beracun karena tingginya bunga yang diberikan. Selain itu kalau kita sering over limit atau tidak tepat waktu membayar kartu kredit maka ini menjadi catatan yang kurang baik di masa depan bila ingin mengajukan kredit lain. Rencana KPR kita bisa tidak disetujui dan permohonan pinjam modal wirausaha mungkin gagal.

4. Berada dalam hubungan cinta yang menguras keuangan

Biaya gaya hidup tidak cuma dihabiskan sendirian, saat menjalin hubungan cinta, kita juga mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Apalagi bila pasangan tidak memiliki pendapatan sebesar kita. Namun kita harus waspada kalau ternyata setelah bersama sekian lama, tidak ada perkembangan signifikan dari pendapatannya. Kita terus yang mengeluarkan uang demi kepentingan bersama.

5. Tidak menabung untuk masa pensiun

Kita mungkin berpikir masa pensiun masih dua puluhan tahun lagi, jadi buat apa menyisihkan uang dari sekarang? Itu sebuah kesalahan besar. Justru kita harus mulai menyisihkan uang saat usia 25 tahun sehingga saat berumur 60 tahun kita sudah memiliki uang pensiun dua kali lipat lebih banyak dari mereka yang baru mulai menyisihkan uang pensiun di usia 35 tahun.

Baca Juga:  Sumenep Raih Predikat BB Dalam SAKIP 2024, Bukti Komitmen terhadap Akuntabilitas Publik

Head of Digital Banking Bank DBS Indonesia Leonardo Koesmanto mengatakan bahwa kesalahan para millenial dalam pengelolaan keuangan dapat dimaklumi karena hal ini bukan sesuatu yang mudah bagi mereka sebab laporan lengkap transaksi rekening harus diakses melalui desktop atau cetak buku tabungan.

“Bagi para millenial yang biasa melakukan segala sesuatu melalui ponsel, hal ini menjadi sangat menganggu. Tapi semua itu bisa diatasi dengan hadirnya cara baru beraktivitas perbankan berbasis digital seperti spending tracker berbasis virtual assistant dengan artificial intelligent bisa menjadi pilihan terbaik bagi para milenial dalam melakukan kegiatan perbankan,” kata Leo seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Jakarta, Sabtu (9/12/2017). (red)

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 2