NUSANTARANEWS.CO – Sepak terjang Irjen Pol Anton Charliyan sebagai salah satu petinggi kepolisian terbilang unik. Selain memiliki kepedulian terhadap masyarakat adat, komitmen serta totalitasnya memerangi paham radikalisme, terorisme dan intoleranasi layak diacungi jempol.
Bagi mantan Kapolda Jabar ini, tak ada istilah lelah apalagi menyerah memerangi radikalisme dan terorisme. “Saya tidak akan pernah menyerah untuk terus perangi radikalisme dan intoleransi,” demikian ungkap Anton Charliyan.
Sebagai sosok yang telah menghibahkan hidupnya untuk menumpas radikalisme, wajar jika dirinya kemudian disebut sebagai satu-satunya Jendral Polisi yang sudi turun langsung perang melawan radikalisme.
Kasus pengerebekan terorisme di Jatiluhur dan Cicendo misalnya, dengan keikutsertaannya terjun langsung dalam penggerebekan menunjukkan ia adalah sosok pemimpin yang enggan terima beres dari bawahan. Baginya memerangi radikalisme tak bisa ditunda. Sebab radikalisme dan terorisme merupakan ancaman serius terhadap NKRI yang mendesak untuk diatasi.
Memang, dalam satu dasawarsa terakhir ini, gerakan paham radikalisme, terorisme dan intolerasi terus tumbuh subur. Bahkan disinyalir, paham-paham tersebut telah menyasar ke berbagai kampus.
Situasi inilah yang menginisiasi Wakalemdiklat Polri itu mengumpulkan seluruh rektor dari perguruan tinggi se-Jawa Barat untuk terlibat memutus mata rantai radikalisme dan mendeklarasikan anti terorisme di Jabar. Bahkan dirinya siap pasang badan menghadapi kelompok radikalisme.
“Siapa yang coba-coba bersikap radikal dan intoleran berhadapan dengan saya,” tegas Anton.
Jenderal bintang dua kelahiran Tasikmalaya itu memang sudah cukup lama mengamati indikasi kuat munculnya bibit paham radikalisme lahir dari lingkungan kampus. Maka pada 22 Agustus 2017 lalu, dirinya sengaja menggandeng sejumlah petinggi perguruan tinggi negeri dan swasta se-Jawa Barat membahas gerakan paham radikalisme di lingkungan civitas akademis.
Anton berpandangan bahwa Indonesia saat ini tengah berada dalam situasi darurat penanganan radikalisme. Saiful Mujani Research and Consulting (SMRS) dalam surveinya 2017 merilis radikalisme di Indonesia masuk pada zona mengkhawatirkan.
Sinergisitas dari perguruan tinggi dalam upaya memutus mata rantai paham radikalisme menurut Anton merupakan salah satu strategi tepat. Meskipun, dalam hal ini, kampus bukan satu-satunya tempat bercokolnya paham radikalisme.
Tak hanya bersinergi dengan kalangan civitas akademic, perang melawan radikalisme oleh alumni AKABRI 1984/27 ini juga dilakukan dengan berkeliling mendatangi beberapa daerah-daerah di Jabar. Ia menyadari bahwa radikalisme tidak hanya terpusat di wilayah perkotaan, melainkan juga terus merangsek ke daerah-daerah pinggiran. Sehingga mengamankan daerah-daerah pinggiran dari ‘invasi’ paham radikal diangganya sama penting.
Selain itu, sikap ‘ngeyel’ sosok mantan Kapolda Sulsel ini juga dibuktikan dengan melakukan pendekatan persuasif pada tokoh-tokoh masyarakat di Subang. Enggan jumawa, Anton menyadari kapasitasnya bahwa menangani ancaman radikalisme dan terorisme, tidak cukup hanya mengandalkan pihak Kepolisian dan BNPT. Melainkan juga bantuan dari TNI, tokoh masyarakat, civitas akademis dan tentunya dari kalangan tokoh agama.
Anton pun mengajak masyarakat Adat Sunda untuk giat membentengi dan memerangi ancaman radikalisme. Sebagai sosok yang sangat getol memerangi intoleransi dan radikalisme, Anton bahkan tak segan-segan menantang siapapun yang masih mendukung gerakan yang bersikap intoleran agar keluar dari Jabar. Dirinya menegaskan bahwa prilaku intoleran, bukan merupakan ciri dari masyarakat Jabar.
Pewarta/Editor: Romandhon