NUSANTARANEWS.CO – Kordinator Komite Nasional Pergerakan Kebangsaan, Sudaryanto menyebut bahwa kaum nasionalis sangat paham bahwa imperialisme adalah bentuk baru dari kapitalisme. Oleh karena itu kata dia, kaum nasionalis di negara manapun melakukan perlawanan keras terhadap imperialisme tersebut.
“Nah tinggal kita di Indonesia apakah juga akan melakukan perlawanan ketika kita menyadari bahwa neoliberalisme telah dan sedang melakukan kudeta merangkak terhadap terhadap Pancasila dan UUD 1945,” ungkap dia.
Mengenai kudeta merangkak, dirinya menyebut bahwa Reformasi tahun 1998 secara jelas telah membawa masuk nilai-nilai universal seperti demokratisasi dan hak asasi manusia yang kemudian menguasai opini publik dalam atmosfir politik Indonesia.
Wacana publik tentang demokrasi dan hak asasi manusia, sambung dia, menjadi menonjol dan menenggelamkan wacana tentang Pancasila dan UUD 1945. Lenyapnya Pancasila dari wacana publik telah menimbulkan keprihatinan yang dalam, baik di kalangan elit politik maupun masyarakat luas.
Dirinya mengeaskan kesalahan dalam memahami Pancasila saat ini adalah dalam memahami Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4) yang ditetapkan oleh Sidang Umum MPR 1978 sebenarnya adalah untuk membelokkan pikiran publik atas pelaksanaan Pancasila.
“Sebelum P-4, Pancasila dipahami sebagai dasar negara yang mengatur perilaku negara, bukan perilaku orang-per orang warga negara. Pancasila itu “budi pekerti”-nya negara – bukan orang per orang warga negara,” ujar dia.
Menurutnya, melalui penataran P-4, Orde Baru berhasil membangun penghayatan baru atas pelaksanaan Pancasila, seolah-olah masyarakat Pancasila itu baru bisa terwujud kalau setiap hidung bangsa Indonesia sudah hafal Pancasila dan mengamalkannya sebagai preskripsi moral individual.
“Nah, melalui bangunan penghayatan seperti itu, negara dapat meluputkan diri dari kewajibannya untuk mengoperasikan Pancasila melalui pembuatan dan pelaksanaan kebijakan negara dan melemparkannya kepada warga negara. Melalui penataran P-4, Pancasila sebagai dasar negara atau ideologi negara telah diredusir kedudukannya manjadi kaidah moral individual atau ajaran tentang keutamaan individual,” terangnya.
(Editor: Radaksi/Nusantaranews.co)