EkonomiOpini

Membangun Dan Mengembangkan Usaha Bersama Melalui Revisi UU

Membangun usaha bersama. (Ilustrasi: Dok. beritagar)
Membangun usaha bersama. (Ilustrasi: Dok. beritagar)

Oleh: Defiyan Cori, Ekonom Konstitusi

NUSANTARANEWS.CO – Kapitalisme dan Komunisme selalu menjadi isu politik yang selalu dimanfaatkan untuk kepentingan kontestasi Pemilihan Umum 5 tahunan oleh sebagian tokoh yang berasal dari partai politik. Padahal jika dicermati dan dipahami dengan baik, maka secara sejarah (historis) dan budaya, isu ini adalah pertarungan arus utama (mainstream) yang terjadi di negara Eropa soal penguasaan ekonomi pada abad ke-18 saat Revolusi Industri. Dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia, para pendiri bangsa (founding father) telah merumuskan UUD 1945 sebagai konstitusi negara pasca kolonialisme dan pasal 33 adalah rujukan dalam membangun tata kelola perekonomian nasional. Namun, secara struktural dan sektoral perintah konstitusi ekonomi yang termaktiub dalam ayat 1, 2 dan 3 inilah yang belum diderivasikan dan diklasifikasikan dalam sebuah Undang-Undang (UU) Sistem Ekonomi Konstitusi sebagai panduan atau Buku Besar (common denominator) sebagai sintesa dari Sistem Kapitalisme dan Komunisme. Lain halnya dengan Sistem Kapitalisme dan Komumisme yang sudah berkembang di Eropa dan USA menjadi sebuah sistem yang mapan dan sah dijalankan di negara-negara tersebut sebagai bagian dari perintah konstitusinya.

Sebaliknya dengan Indonesia, menyatakan anti atas kapitalisme dan komunisme, tapi belum mampu menterjemahkan dan mengelaborasi pasal 33 UUD 1945 menjadi sebuah UU Sistem Ekonomi Nasional, termasuk di dalamnya menjelaskan secara lengkap apa yang dimaksudkan kata-kata kunci (key words) dalam setiap ayatnya.

Yang ada saat ini adalah UU yang dapat ditafsirkan sesuai kepentingan jangka pendek dan lebih banyak untuk kepentingan sekelompok orang atau partai politik saja. Indikasi ini dapat diperiksa pada UU sektor ekonomi dan BUMN yg sangat liberal dan memberikan ruang aksi korporasi yg longgar bagi terjadinya swastanisasi atau privatisasi ekonomi nasional.

Ketidakmampuan membuat UU sebagai buku besar Sistem Ekonomi Nasional ini seharusnya membuat kita malu pada pendiri bangsa yang tak begitu saja memakai Sistem Ekonomi mainstream saat itu, dan semua berdialog dalam kerangka kebangsaan melepaskan diri dari kepentingan sesaat

Baca Juga:  Harga Beras Meroket, Inilah Yang Harus Dilakukan Jawa Timur

Arah Pembangunan Infrastruktur

Pemerintah berencana akan melakukan percepatan pembangunan infrastruktur sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2014-2019. Pembangunan Infrastruktur juga merupakan Prioritas Nasional, hal ini tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 dan merupakan salah satu fokus dari prioritas pembangunan nasional Indonesia. Prioritas pada pembangunan infrastruktur ini didasarkan pada berbagai alasan, yaitu: percepatan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan serta hasil-hasilnya agar dapat dicapai secara lebih optimal. Tanpa difasilitasi oleh infrastruktur secara nasional di berbagai sektor, seperti, revitalisasi pertanian, perkebunan, energi dan sumberdaya mineral,maka dukungan untuk dapat mengakses pasar komoditas dunia dan melepaskan diri dari ketergantungan impor (less or gross-importer) akan mengeluarkan biaya yang tinggi.

Disamping itu, program-program penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan tanpa adanya dukungan infrastruktur yang memadai dan tepat, maka masyarakat miskin akan terisolasi dari kegiatan perekonomian. Permasalahan lingkungan terkait dengan manajemen air dan banjir, polusi udara dan tanah juga terkait dengan ketiadaan infrastruktur (jalan, jembatan, bendungan dan lain-lain) yang memadai dalam tata kelola pembangunan industri. Oleh sebab itu, investasi di bidang infrastruktur yang menjadi prioritas pembangunan Indonesia serta alokasi dananya yang besar harus didayagunakan melalui peningkatkan kerjasama, koordinasi dan komunikasi yang intensif antara pemerintah dan komunitas bisnis, termasuk dengan para investor dari dalam dan luar negeri.

Pemerintah tentu saja memerlukan dukungan semua pemangku kepentingan (stakeholders), terutama sekali Pemerintah Daerah (Pemda) dan berbagai kelompok masyarakat (organisasi komunitas) agar dapat memberikan ruang kebijakan yang memberian efektifitas dan efisiensi bagi implementasi Program Trisakti dan Nawacitai. Dengan ruang kebijakan yang cukup (affordable), maka percepatan program pembangunan dalam menanggulangi kemiskinan, mengurangi angka pengangguran, mengatasi ketimpangan serta memberikan kontribus pada pertumbuhan ekonomi dan pemerataan dapat tercapai dalam 5 tahun mendatang.

BUMN dan Investasi

Kecenderungan perkembangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terutama di sektor energi dari tahun 2014-2017, berdasarkan data publikasi media pada umumnya mengalami penurunan kinerja setiap triwulannya. Padahal, selama periode itu realisasi investasi mengacu pada data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) beberapa negara (swasta) dari Jepang yang juga sudah bersiap mengalokasikan 600 juta dollar AS (setara Rp 8,1 triliun, kurs Rp 13.500) untuk pembangunan pembangkit listrik di Indonesia, yang berlokasi di Cirebon, Jawa Barat, senilai 200 juta dollar AS dan di Medan, Sumatera Utara dengan nilai investasi 400 juta dollar AS. Investasi di bidang kelistrikan tersebut semakin menambah daftar minat investor yang berhasil diidentifikasi selama kunjungan ke luar negeri, khususnya Jepang dengan nilai total mencapai 1,971 miliar dollar AS. Investasi bidang kelistrikan ini termasuk yang mendominasi dengan nilai investasi, yaitu mencapai 600 juta dollar AS atau setara dengan 30 persen dari total minat investasi yang berhasil di identifikasi.

Baca Juga:  Presiden Resmi Jadikan Dewan Pers Sebagai Regulator

Dan, berdasarkan data BKPM, investasi dari Jepang terus menunjukkan peningkatan selama enam tahun terakhir. Sejak Tahun 2010, nilai investasi Jepang ke Indonesia mencapai 713 juta dollar AS, kemudian meningkat drastis pada Tahun 2011 dengan nilai investasi mencapai 1,5 miliar dollar AS dan terus meningkat menjadi 2,3 miliar dollar AS pada Tahun 2012. Investasi tertinggi dari Jepang dan menjadi peringkat teratas negara investor dengan realisasi 4,7 miliar dollar AS, Namun, nilai investasi ini mengalami penurunan pada Tahun 2014 dan berada di level 2,7 miliar dollar AS, tapi naik lagi pada Tahun 2015 menjadi 2,8 miliar dollar AS. Dari daftar realisasi investasi itu, maka berdasarkan urutan peringkat negara asal terbesar melakukan investasi untuk periode Tahun 2010-2015, posisi Jepang berada di peringkat dua di bawah Singapura dengan nilai mencapai 31 miliar dollar AS.

Sementara itu, di bawah Singapura dan Jepang, terdapat Amerika Serikat dengan nilai investasi 8,2 miliar dollar AS, Korea Selatan dengan nilai investasi 8 miliar dollar AS dan Malaysia di peringkat kelima dengan nilai investasi 7,1 miliar dollar AS.

Baca Juga:  Ramadan, Pemerintah Harus Jamin Ketersediaan Bahan Pokok di Jawa Timur

Namun demikian, selain daftar minat dan realisasi investasi itu, maka kita perlu juga memperkuat posisi strategis Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang merupakan perintah konstitusi, yaittu pasal 33 UUD 1945. Mengalirnya investasi melalui PMA di satu sisi menguntungkan dalam pengembangan modal bagi pembangunan nasional, terutama di segala bidang industri. Sebaliknya di sisi yang lain juga menjadi permasalahan bagi entitas bisnis BUMN dan Koperasi yang dijamin oleh konstitusi menghadapi persaingan bisnis global yang berorientasi pasar bebas secara ketat. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) belum menunjukkan secara jelas, tegas dan definitif mengenai terminologi USAHA BERSAMA beserta cabang-cabang produksi yang penting dan harus DIKUASAI oleh NEGARA. Hal ini penting dirumuskan sebagai kekuatan hukum (legacy) bagi BUMN bergerak lebih efektif di sektor-sektor industri yang dimaksud. BUMN Pertamina, PLN, Garuda Indonesia, Pelabuhan Indonesia, Inalum dan lain-lain membutuhkan perlindungan hukum yang kuat dalam menghadapi persaingan bisnis melalui PMA yang mengalir deras ke Indonesia

Untuk itulah, perlu segera DPR dan Presiden merumuskan permasalahan, langkah-langkah efektif dan melakukan inventarisasi kebijakan yang mendukung penguatan BUMN stategis bagi negara dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Salah satu upayanya adalah dengan mempercepat proses revisi atas sejumlah UU sektoral (UU Migas, Minerba dan lain-lain) dan UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN yang sedang dikerjakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Membangun sinergi antar pelaku dan entitas ekonomi untuk membangun perekonomian nasional, menanggulangi kemiskinan dan pengangguran sesuai perintah konstitusi harus menjadi prioritas utama dalam menghadapi persaingan dengan investasi industri negara lain di dalam negeri. Namun, kejelasan ruang gerak entitas ekonomi BUMN dalam membangun sinergisitas dengan kelompok masyarakat dan lembaga komunitas dalam kerangka USAHA BERSAMA harus diberikan landasan hukumnya.[]

Related Posts

1 of 3,170