Kolom

Cerita Demonstran Soal Penyandang Dana Aksi 299

NusantaraNews.co – Sejak usia mahasiwa, entah sudah berapa kali saya mengikuti aksi-aksi besar sejak orde baru hingga orde reformasi sekarang ini. Sebagai mantan ketua HMI Kom. UIKA Bogor, aksi menuntut keadilan rezim dalam sarapan saya, meski saat aksi kadang belum sarapan pagi. Aura idealisme begitu kuat saat masih mahasiswa. Bahkan saya pernah tidak diberikan sarapan saat dijebloskan ke jeruji besi oleh rezim orde baru. Tapi sudahlah itu masa lalu, biarlah itu menjadi sejarah.

Alhamdulillah hingga saat ini, semangat aksi memperjuangkan keadilan dan kebenaran terus bergelora, tidak padam dan insyaallah tidak akan pernah padam. Jika saat mahasiswa, saya bertandang aksi bersama mahasiswa lain, pasca mahasiwa, saya selalu mengajak anak dan istri istri saya untuk ikut aksi. Aksi bela Islam adalah aksi-aksi yang sering saya ikuti akhir-akhir ini.

Aksi 299 bela Islam adalah aksi yang cukup mengharukan buat saya dan keluarga. Berangkat pagi-pagi, bersama keluarga, bahkan anak saya yang belum genap 4 tahunpun ikut. Berbekal nasi bungkus masakan istri, saya bonceng istri dengan motor butut menuju Stasiun Kereta Rawa Buntu. Berbagai isu kerusuhan yang akan terjadi pada aksi 299, saya abaikan.

Anjuran teman untuk tidak membawa anak kecilpun saya abaikan. Bagi saya perjuangan harus totalitas dan tidak boleh ada rasa takut sedikitpun. Makanya setiap kali mendapat berita isu akan terjadinya chaos saat aksi, selalu saya jawab dengan balasan singkat : Kami Tidak Takut. Faktanya aksi 299 berjalan super damai, meski pulangnya hingga malam karena hujan deras, ke tembus juga hujan itu dengan bertawakal kepada Allah.

Baca Juga:  Fenomena “Post Truth" di Pilkada Serentak 2024

Meski kehujanan selama satu jam diatas motor, Alhamdulillah Allah masih memberikan kesehatan kepada kami. Makanya saya bisa menulis ini karena sehat. Begitupun anak saya yang belum genap 4 tahun, setiba di rumah langsung bercerita kepada kakak-kakaknya yang tidak ikut karena ada UTS di sekolahnya. ” Wah tadi asyik lho bang, naik kereta sama abi, banyak orang dan banyak yang jualan mainan, nanti kita naik kereta lagi bareng-bareng ya bang sama abi”, begitu celoteh anak terkecil saya dengan penuh antusias.

Bahkan ada celoteh seorang tokoh yang mengomentari rencana aksi 299 ada yang mendanai. Meski dia tidak ikut aksi dan saya ikut aksi, tapi celoteh tokoh itu benar adanya. Sebab aksi yang menghadirkan lebih dari 300 ribu kaum muslim tidak mungkin terlaksana tanpa dukungan dana yang cukup. Mungkin tokoh itu paham bahwa segala aktivitas tidak akan berjalan tanpa dana. Mungkin juga dia beraktivitas hanya jika mendapat dana.

Terbukti juga saat aksi-aksi tandingan umat Islam yang diselenggarakan oleh mereka yang kontra Islam. Mereka mendapat dana besar dari pihak luar plus nasi bungkus. Bisa saja ini terjadi karena aksinyapun karena pesenan orang-orang yang mendanai dan punya kepentingan. Aksi-aksi itu jadinya hanya segerombolan manusia bayaran, tak bergerak jika tak dibayar.

Begitupun aksi 299 bela Islam, tak bergerak jika tak dibayar. Hanya sebagai saksi lapangan yang langsung ikut aksi, saya berharap mendapat bayaran kebaikan dari Allah Sang Maha Kaya. Dana aksi saya ambil dari kantong saya sendiri meski tidak banyak. Saya relakan dana rezeki dari Allah sebagai bekal perjuangan untuk Allah pula. Bagi yang penasaran atau menuduh aksi 299 didanai, ternyata terbongkar juga, Anda benar. Aksi 299 bela Islam didanai oleh Allah melalui kantong-kantong peserta aksi, lillah karena Allah. Tak berharap uluran tangan manusia, semata-mata berharap kepada rezeki dari Allah.

Baca Juga:  Mengulik Peran Kreator Konten Budaya Pop Pada Pilkada Serentak 2024

Bahkan saat di tengah aksi, oleh pembawa acara aksi diberhentikan sejenak untuk memanjatkan doa atas musibah gunung meletus yang menimpa saudara-saudara kita di Bali. Setelah berdoa, maka peserta aksi beramai-ramai menyumbangkan uangnya untuk membantu masyarakat Bali yang sedang mendapat musibah. Bisa jadi itu adalah uang jatah makan siang usai aksi, semoga Allah akan memberikan gantinya.

Di tengah-tengah gemuruh teriakan takbir saya mendapati anak SMA yang juga ikut aksi 299 bela Islam. Akhirnya saya dapati bahwa dia jauh-jauh datang dari Solo untuk ikut membela Islam dari segala bentuk kezaliman, kediktatoran dan kesewenang-wenangan rezim yang menerbitkan Perppu dan tidak segera menggebuk kebangkitan PKI yang jelas-jelas di depan mata. Diapun terbongkar telah mendapatkan rezeki dari Allah untuk biaya perjalanan aksi 299.

Aksi 299 cabut Perppu Ormas dan Tolak PKI. Foto Richard Andika/ NusantaraNews
Aksi 299 cabut Perppu Ormas dan Tolak PKI. Foto Richard Andika/ NusantaraNews

Sepanjang aksi 299 terik matahari begitu menyengat dan panas, sahabat saya menunjukkan HP nya ada angka 40 derajat selsius saat itu. Bahkan disampaing saya ada anak laki-laki berusia 5 tahun berkaca mata hitam, berdiri disela-sela para peserta aksi, meski sesekali dia duduk kelelahan. Saat saya sodorkan air minum, dia meminumnya dengan penuh bahagia, bibirnya tersungging senyum.

Dalam terik panas yang menyengat itu tiba-tiba udara begitu sejuk dan nyaman, ternyata di atas tubuh saya ada Panji Rasulullah raksasa yang melintas begitu gagah, berwarna putih bertuliskan kalimat tauhid berwarna hitam. Sejam kemudian panji raksasa berwarna hitam dan kalimat tauhid berwarna putihpun kembali melintas menyejukkan peserta aksi, saya kembali berada persis dibawahnya. Air mata ini langsung menetes, saya lekatkan tangan ini ke bendara raksasa itu, ya Allah indahnya dan sejuknya dibawah Panji Rasulullah ini, begitu batinku saat itu.

Baca Juga:  Budaya Pop dan Dinamika Hukum Kontemporer

Bendera tauhid, bendera Rasulullah dan bendera persatuan kaum muslim telah mewarnai aksi 299 menjadikan indah dan penuh perdamaian. Bahkan polisi dan tentara yang berjaga begitu menikmati perhelatan aksi 299 bela Islam ini. Terlebih saat pasukan polisi meminta waktu kepada peserta aksi 299 untuk memanjatkan asmaul husna secara berjamaah, suasana aksi tambah syahdu dan penuh perdamaian.

Aksi 299 bukanlah aksi terakhir, akan ada aksi-aksi susulan yang lebih besar dan lebih damai. Selama pemerintah dan DPR tidak segera mencabut Perppu dan menolak PKI, maka gelombang aksi akan terus terjadi. Sebab Perppu adalah alat pemerintah untuk menghadang kebangkitan Islam dan sedangkan PKI adalah adalah ideologi drakula haus darah kaum muslim. Karena itu persiapkan diri untuk hadir pada aksi-aksi berikutnya, sebab dana langsung dari Allah Yang Maha Kaya, yakinlah itu.

Aksi 299 berakhir sekitar jam 17.00, peserta meninggalkan lokasi aksi sambil memungut semua sampah yang ada. Tepat pukul 17.00 saat dipanjatkan doa, langit mendung dan sejuk. Mungkin matahari malu dan menutup dirinya dengan awan, sebab matahari sedang menangis terharu. Semoga ini pertanda ridho Allah menaungi perjuangan kaum muslim. [KotaHujan, 30/09/17 : 09.00]

Penulis: Ahmad Sastra (Peserta Aksi 299 Bela Islam)

Related Posts

1 of 25