NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Berharap Gugatan UU Pemilu di MK Lolos. Undang-Undang (UU) Pemilu menuai polemik berkepanjangan. Pemilu 2019 memang terbilang masih relatif lama, tetapi perdebatan seputar UU Pemilu yang belum lama disahkan DPR hingga saat ini masih terus berlangsung.
Perdebatan ini tentu tak lepas dari banyaknya pihak yang menolak UU tersebut, terutama soal isu presidential threshold 20 persen. Di parlemen, pemerintah menang voting karena didukung sejumlah partai koalisi seperti PDIP, Golkar, PKB, PPP, Hanura dan NasDem. Selain itu, kemenangan ini juga tak lepas dari absennya empat parpol saat voting, yakni Gerindra, Demokrat, PKS dan PAN. Menolak ketentuan ambang batas presiden 20 persen dan voting, mereka walk out.
Pertai koalisi pemerintah akhirnya meloloskan UU Pemilu itu. Inilah akhir drama UU Pemilu di parlemen setelah menjalani perdebatan yang sangat panjang, sembilan bulan lamanya. Sebagian pihak sudah merasa lelah, karena perdebatan terus menemui kebuntuan. Alhasil, UU diloloskan, soal ada penolakan sepenuhnya diserahkan kepada MK.
Dengan kata lain, opsi judicial review terhadap UU Pemilu tampaknya memang sudah dipikirkan sebelum putusan final meloloskan UU tersebut. Salah-benarnya urusan nanti, terpenting lolos dulu. Kira-kira begitu bahasa yang tepat untuk menggambarkannya.
Terhitung Gerindra adalah salah satu partai yang mengajukan judicial review UU Pemilu ini. Selain itu, Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra juga dengan tegas menyatakan akan mengajukan gugatan ke MK. UU Pemilu, terutama soal presidential threshold 20 persen bertentangan dengan amanat konstitusi dan membungkam demokrasi. Dan pada Senin (24/7), Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) sudah maju ke MK.
Polemik ini mulai mengerucut. Penolakan soal ambang batas presiden 20 persen sangat deras, datang dari berbagai kalangan; politis, ahli, pakar, pengamat, akademisi dan lain-lain kompak mengatakannya melanggar konstitusi. Partai koalisi pemerintah dinilai telah dengan sengaja membuat sebuah skenario untuk memenangkan calon yang mereka usung di 2019 mendatang, peluangnya ada di diri Joko Widodo.
Soal judicial review, Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) yakin gugatan UU Pemilu ke MK akan berhasil. Jika berhasil, maka UU Pemilu yang telah disahkan DPR, batal.
“Kami harapannya lolos (di MK),” kata Deputi Nasional JPPR Sunanto saat dihubungi, Jakarta, Rabu (26/7/2017).
Diketahui, hampir semua parpol koalisi pemerintah mempersilahkan pihak-pihak yang ingin mengajukan gugatan UU Pemilu ke MK untuk mengujinya apakah sudah konstitusional atau inkonstitusional.
“Fenomena ini bagi yang merasa PT 20 persen tidak konstitusional, mereka ada satu jalur lagi yang bisa ditempuh yakni melalui judicial review di MK. Nah, MK yang akan memutuskan apakah PT 20 persen itu konstitusional atau inkonsitutusional, melanggar hak asasi atau tidak,” kata Ketum PKB, Muhaimin Iskandar dalam sebuah kesempatan wawancara di Kantor DPP PKB, Jakarta, Minggu (23/7).
Diketahui, ketentuan ambang batas presiden 20 persen banyak pihak yang menilai bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 14/PUU-XI/2013 yang mengatur pemilu serentak 2019.
Editor: Eriec Dieda