NUSANTARANEWS.CO – Direktur CBA (Center For Budget Analysis), Uchok Sky Khadafi kembali mengankat isu di sekitar Kemenristekdikti (kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi). Pasalnya, isu suap untuk pemilihan rektor di perguruan tinggi begitu saja lenyap ditelan aksi-aksi demo yang menuntut Ahok agar dijadikan tersangka, dan juga harus ditahan oleh polisi.
“Padahal, isu suap untuk pemilihan rektor, sudah keterlaluan memalukan, dan suapnya, sudah terjadi dalam bentuk penyerahan duit. Tetapi sampai sekarang isu suap tersebut, belum ditindaklanjuti oleh aparat hukum,” kata Uchok lewat keterangan tertulis diterima nusantaranews.co, Jumat (25/11/2016).
Menurut Uchok, duit yang diserahkan, besarannya bervariasi antara 1.5 miliar sampai 5 miliar. Tetapi, yang nama duit dilingkungan Kemenristekdikti, tidak mengenal atau membedakan antara miliaran atau puluhan juta rupiah. “Yang jelas, jangankan duit miliaran, anggaran dalam puluhan juta juga bisa “diembat” dengan seenak saja, dan ini sangat berpotensi merugikan negara,” imbuhnya.
Tidak hanya itu, dalah keteranganya, Uchok memberikan uraian ceritanya, sebagai berikut:
Pada tahun 2015 pada satuan di lingkungan Kemenristekdikti punya pekerjaan pengadaan Meubelair di kantor kopertis wilayah XIII Banda Aceh dengan anggaran sebesar Rp.198.388.000. Tetapi sayang seribu sayang, pengadan meubelair ini punya potensi kerugian negara sebesar Rp.53.090.909 karena kekurangan volume pekerjaan alias fiktif seperti meubelair model siga Ws 2S White Oak sejumlah 5 set, dan Siga WS Ext 2S White Oak sejumlah 5 set
Selain ini, pada tahun 2015 dirjen SDID (Direktorat Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Pendidikan Tinggi) melakukan pengadaan Meubelair sebesar Rp.195.580.000, dengan jangka waktu pekerjaan 10 hari kalender. Dan pengadaan meubelair di Dirjen SDID juga punya modus yang sama dengan kantor kopertis wilayah XIII Banda Aceh. Dimana kekurangan volume pekerjaannya atau “meubelair fiktifnya” punya potensi kerugian negara sebesar Rp.41.400.400 untuk sebanyak 9 unit dari kesepakatan volume kontrak sebanyak 13 unit.
“Dari gambaran di atas, kami dari CBA (Center For Budget Analysis) melihat sudah ada indikasi potensi kerugian negara untuk pengadaan meubelair fiktif alias karena kekurangan volume pekerjaan sebesar Rp.94.491309. Dan, hal ini sudah melanggar peraturan presiden Nomor 70 tahun 2012 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah,” kata Uchok menyudahi. (red-02)