NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri Indonesia, Rizal Ramli merasa heran dengan insiden padamnya listrik massal di Pulau Jawa (4/8) lalu. Hal yang membuatnya cukup heran, bagaimana bisa 4 transmisi dan 7 power station mati secara bersamaan padahal untuk sistem kemanannya sendiri berlapis-lapis?
“Saya memang ada pertanyaan yang saya kira belum dapat jawaban. Yaitu kok bisa sih, kan ada dua sistem. Total ada 4 transmisi, dua ada di utara, dua ada di selatan, kok bisa empat empatnya jeblok. Kedua, ada 6 atau 7 power station yang juga shut down (mati). Kok bisa sekaligus?” kata Rizal Ramli dalam diskusi yang diadakan ILC, pada Selasa malam (6/8/2019).
Mungkin, kalau yang mati hanya satu atau dua menurut Rizal Ramli masih lumrah, karena ada yang dilakukan isolasi atau maintenance (pemeliharaan). Atas kejanggalan tersebut ia menduga dalam kasus listrik padam total kali ini murni adanya keteledoran.
“Nah pertanyaan pertanyaan ini belum dijawab secara resmi, apa sih kok bisa sistem yang berlapis lapis pengamanannya, isolasi dan security-nya kok bisa jeblok sekaligus? Saya khawatir ada keteledoran di dalam sistem kontingensi-nya, ada keteledoran juga dari segi manusianya,” jelasnya.
Baca Juga: Kementerian ESDM dan BUMN Dinilai Tidak Profesional Soal Listrik Padam
RR sapaan Rizal Ramli kemudian menjelaskan memang siapapun orangnya yang menjabat Dirut PLN, jika titik fokusnya pada keuangan, maka penggunaan listrik berbahan LNG (Liquefied Natural Gas) tentu akan dilakukan pengurangan. Karena cost (biayanya) lebih mahal dua kali lipat dibanding berbahan batu bara.
“Power station seperti di Jakarta, Muara Karang, Tanjung Priok itu semua makai gas semua. Biayanya dua kali lipat dibandingan listrik di Jawa bagian Timur yang pakai batu bara yang paling anyar 6 cents lah per kilowatt-nya. Ini (yang menggunakan gas) 12 cents (per kilowatt),” jelasnya.
Kalau ada direktur PLN yang mikir keuangan, lanjud dia, pasti ia akan memilih mengurangi penggunaan LNG. Sehingga ditutuplah listrik yang ada sekitar Jabotabek. Meskipun power station tersebut sebetulnya cukup untuk memenuhi kebutuhan Jabotabek, dimana kebutuhannya hanya 11,5 ribu megawatt sementara kapasitasnya yang dihasilkan 13,5 ribu megawatt, tapi tetap saja itu mahal sekali.
“Jadi ditutuplah ini supaya bisa dikirim listrik yang lebih murah dari Jawa bagian Timur. Tapi persoalannya kok ditutupnya total. Temen temen yang ngerti listrik, listrik itu tidak dimatikan total. Disisakan sedikit hidup. Istilahnya bisa menjadi spinning reserve, jadi ketika diperlukan bisa naik dengan cepat. Nah ini dimatikan total, saya rasa ada keteledoran dalam SOP-nya, karena kalau terjadi sesuatu itu di transmission seharusnya bisa, kalau ia masih mutar spinning reserve itu bisa dinaikkan dengan cepat dong,” tandasnya.
Pewarta: Romandhon