NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Budayawan Sujiwo Tejo menegaskan bahwa dirinya bukan pendukung siapapun diantara kedua kontestan pemilihan Presiden 2019 yang telah berlangsung pada 17 April 2019 lalu.
Budayawan yang akrab disapa Mbah Tejo itu menjelaskan maksud dari pernyataannya di Twitter tentang bahasa Inggris Presiden Joko Widodo yang oleh warganet dinilai cenderung membela Presiden Jokowi dari dalam.
“1) Kalau gak aku jelaskan bhw aku bukan pendukung siapa pun, nanti mereka yg baru baca twitku soal Inggris-nya Pak Jokowi nyangka itu pembelaan dari dalam,” cuit Sujiwo di akun twitternya @sudjiwotedjo pada Sabtu (6/7/2019).
“2) Bila terkesan pembelaan dari dalam, monggo. Di luar meditasi, manusia pasti terkecoh kesan,” imbuhnya.
1) Kalau gak aku jelaskan bhw aku bukan pendukung siapa pun, nanti mereka yg baru baca twitku soal Inggris-nya Pak Jokowi nyangka itu pembelaan dari dalam.
2) Bila terkesan pembelaan dari dalam, monggo. Di luar meditasi, manusia pasti terkecoh kesan. https://t.co/2jgreF4GEQ
— Jack Separo Gendeng (@sudjiwotedjo) July 6, 2019
Sujiwo pun menegaskan soal sikap dirinya tetang Presiden dan bahasa seorang presiden bahkan sejak presiden Soekarno.
“3) Soal sikapku ttg presiden & bahasanya, dari Bung Karno sampai sekarang, sila stalking TL-ku kalau mau & ada waktu… atau kalau mau dan & waktu.. sila baca buku2ku … Umumnya aku ngetwit atas dasar perenungan di buku2ku walau di twit tampak cengengesan spt jurus Dewa Mabuk,” tulis Mbah Tejo.
Penjelasan tersebut, ia tulis untuk mengomentari komentar netizen yang menilai pernyataan Mbah Tejo bias.
“Postingan Panjenengan koq bias ngene Cak ? Gak bela siapapun tapi bahasanya menjelaskan seolah sbg org dlm atau Staf Kepresidenan ? Gini Cak, sbg org biasa “blepotan” dlm berkomunikasi Boso Inggris mgkn msh wajar..lha ini Kepala Negara..di forum Internasional ? duh ? *KH*,” kicau @Kunto_Drummer mengomentari cuitan Sujiwo sebelumnya.
Berikut ini postingan Sujiwo di twitter yang berkaitan dengan kehadiran Presiden Joko Widodo (Jokowi) di KTT G20 beberapa waktu lalu itu:
“Aku bukan pendukung Pak Jokowi atau siapa pun. Tapi kalau mau ngritik Presiden Jokowi kritiklah kepresidenannya. Kemampuan berbahasa Inggris bukan ukuran kepresidenan, Cuk. Itu ukuran staf ahli, peneliti, dosen dll. Mari kita fair pada Presiden Jokowi atau siapa pun. Suwun,” cuit Sujiwo.
Aku bukan pendukung Pak Jokowi atau siapa pun. Tapi kalau mau ngritik Presiden Jokowi kritiklah kepresidenannya. Kemampuan berbahasa Inggris bukan ukuran kepresidenan, Cuk. Itu ukuran staf ahli, peneliti, dosen dll. Mari kita fair pada Presiden Jokowi atau siapa pun. Suwun.
— Jack Separo Gendeng (@sudjiwotedjo) July 4, 2019
Soal cuitan Sujiwo tersebut, Tokoh muda Nahdlatul Ulama (NU) Nadirsyah Hosen yang kini jadi pengajar di Australia pun mengaimini pendapat Sujiwo.
“Pak @jokowi yg Inggrisnya medok bisa jadi Presiden. Lha wong saya aja Inggrisnya berantakan bisa jadi dosen di Monash, dan tulisan bhs Indonesia saya juga ancur tapi nulis banyak buku,” jelasnya meretweet lewat akun @na_dirs.
Secara terpisah, Sujiwo juga mengajak para netizen untuk ikut menbaca tulisan dia di rubrik mingguan Talijiwo di salah satu koran nasional. Sebab, menurut dia, tweet bukanlah berhala atau satu-satunya media yang ia gunakan untuk menyampaikan isi pikirannya.
“Sila baca rubrik mingguan #Talijiwo ku besok di Jawa Pos Minggu. Twit bukanlah berhala atau satu2nya mediaku. Kadang koran, kadang buku, kadang wayang, kadang saksofon, kadang tari, kadang lukisan… dll dll.. begitu jg ketika aku merasa harus “menjelaskan ttg” Tuhan,” cuit Sujiwo. (Red/NN)
Sila baca rubrik mingguan #Talijiwo ku besok di Jawa Pos Minggu. Twit bukanlah berhala atau satu2nya mediaku. Kadang koran, kadang buku, kadang wayang, kadang saksofon, kadang tari, kadang lukisan… dll dll.. begitu jg ketika aku merasa harus “menjelaskan ttg” Tuhan https://t.co/97zjqRPphg
— Jack Separo Gendeng (@sudjiwotedjo) July 6, 2019
Editor: Achmad S.