Opini

Pilpres Membuat Semuanya Jadi Tak Waras

prabowo subianto, joko widodo, tarung ulang, tahun politik, sandi jokowi, strategi jokowi, strategi prabowo, pencapresa 2019, pilpres 2019, politik demokrasi, pasangan capres, dramaturgi politik, politik nasional, nusantaranews
ILUSTRASI – Pilpres 2019: Prabowo Subianto-Sandiaga Solahuddin Uno vs Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin. (Foto: Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO – Kaget saya. Anies dilaporkan ke ombudsman. Juga ke Bawaslu. Dituduh kampanye, gara gara berpose dua jari di acara Partai Gerindra. Tidak netral. Padahal berapa banyak bupati dan gubernur yang terang terangan mendukung Jokowi-Amien. Tak cuma hadir di deklarasi. Ada yang baru dilantik, masih pakai baju kebesaran gubernur, sudah langsung bilang “dukung”. Anies baru pose dua jari di acara Partai Gerindra, langsung ditimpuki.

Kaget saya. Tiba tiba banyak yang jadi aktivis anti perundungan. Mencaci maki Habib Bahar. Sok paling tahu tentang bullying. Padahal laporan Habib Bahar ke polisi soal dua remaja yang mencatut namanya, tidak pernah diproses. Tidak ada tindakan pula dari pihak berwajib. Sekarang mengecam. Ada yang menantang berantem terang terangan. Tidak tahu bagaimana sakitnya nama dicatut, untuk hal hal negatif.

Baca Juga:
Ini Peta Politik Pilpres 2019 Usai Pertemuan Prabowo dan SBY
Konsep Debat Capres untuk Pilpres 2019 Masih Dimatangkan KPU
Aura Sontoloyo dan Genderuwo di Seputar Pilpres (Meneropong Pilpres 2019 #10)

Kaget saya. Tiba tiba banyak yang concern soal pemimpin yang bisa jadi imam sholat. Sambil tak lupa olok olok, dengan keterusterangan Prabowo. Bilang pemimpin negara muslim terbesar harus bisa jadi imam sholat. Padahal saya tahu persis ini yang ngotot. Dulu bela Ahok sampai ter kentut kentut. Bilang kita bukan cari pemimpin agama. Padahal Jakarta dengan 10 juta penduduknya mayoritas Islam. Kok ngotot bela pemimpin kafir, boro boro bisa jadi imam sholat.

Baca Juga:  Indonesia Negerinya Polisi, Rakyat Numpang Nonton

Kaget saya. Kepala desa divonis 3 bulan penjara gara gara dukung Sandiaga Uno. Padahal tak terhitung kepala desa yang dukung Jokowi-Amin. Termasuk di desa saya. Semua aman aman saja. Polisi menutup mata. Keadilan seperti manis diucap, pahit dipraktekan. Takut dengan penguasa. Pokoknya, apa apa yang berbau oposisi, dicari celah pasal yang bisa digunakan untuk menjeratnya.

Kaget saya. Orang menolak kampanye Sandiaga di pasar Medan dibilang sandiwara. Padahal yang nolak sudah ngaku. Semua murni atas kesadaran sendiri menolak Sandi. Begitu ada yang bilang Jokowi Mole (Jokowi pulang) di kampanye Jokowi di Bangkalan, Ali Ngabalin nuduh itu penyusup. Seolah olah rakyat sudah bodoh dan tidak punya hak untuk menyampaikan aspirasinya. Jadi kudu dibayar biar bisa dukung ini dan itu.

Bingung saya. Tiba-tiba ada lembaga survei yang tiap bulan merilis hasilnya. Bilang positif paslon satu, dan negatif paslon lain. Padahal setiap kali survei bisa memakan dana Rp 400 juta. Ini tiap bulan. Entah dana dari mana? Entah ada maksud apa? Padahal lembaga survei itu sudah melakukan kesalahan besar di Pilgub Jawa Tengah. Ber kali kali merilis hasil Survei Sudirman Said dapat di bawah 20 persen. Ternyata Sudirman dapat 40 persen.

Baca Juga:  Kisah Pilu Penganiayaan Warga Pinrang versus Pencemaran Nama Baik

Bingung saya. Tiba tiba ada ormas Islam yang diam seribu basa atas kasus muslim Uighur. Tapi galak pada duta besar Arab Saudi, gara gara bilang organisasi tersebut menyimpang. Entah karena China jadi poros penting, atau lantaran isu itu tidak menguntungkan dirinya, jika ia bersuara. Semua berjalan seperti sandiwara. Adegan adegan yang bisa menyenangkan penonton saja yang harus dipertunjukan.

Bingung saya. Katanya mau menggebuk mereka yang menuduhnya PKI. Tapi ada tokoh yang berbalik mendukung pemerintah, dan terang terangan mengaku dialah yang dulu menciptakan isu PKI, malah di gadang gadangkan. Videonya tentang kampanye negatif capres 02 diviralkan. Malah bersumpah mau potong leher kalau paslon 02 menang di Madura. Padahal polisi tinggal gebuk saja, wong dia sudah ngaku yang bikin isu PKI.

Bingung saya. Kok ada ya yang tanya apa prestasi Prabowo di pemerintahan. Padahal dia belum pernah jadi presiden. Sama saja saya nyalon kepala desa dan belum pernah jadi kepala desa ditanya apa prestasinya. Mbok tanya saya berapa kejuaraan menulis yang sudah pernah saya sabet, misalnya. Tanyalah prestasi Prabowo dibidang militer. Baru waras. Nyambung. Jangan tidak pernah memegang dana APBN lantas dibilang belum pernah membangun.

Baca Juga:  Memilih Ketua MA di Era Transisi Kepemimpinan Nasional

Bingung saya. Gara gara pilpres semua jadi kehilangan akal sehat. Dari pejabatnya, pers yang memberitakan, rakyat kecil di desa, apalagi timsesnya. Semua jadi jungkir balik. Dari logika berfikir, alur pemahaman sebuah masalah, sampai model model kampanye. Mungkin sudah saatnya saya memilih jadi batu besar di tengah deras air. Ogah terbawa arus. Kukuh mewujud. Ketika semua melacurkan logika, dan anda tidak akan dapat apa apa, sejatinya anda telah memilih jadi buih. Gara-gara pilpres, semua jadi gila.

Penulis: Ariful Hakim

Related Posts

1 of 3,087