Ekonomi

Petani Karawang Mengaku tak Ada Konflik Horizontal Terkait Permen LHK 2017

NusantaraNews.co, Jakarta – Para petani yang tinggal di wilayah kerja Perum Perhutani daerah Kabupaten Karawang mendukung Permen LHK No.P. 39 Tahun 2017 tentang Perhutanan Sosial di Wilayah Kerja Perum Perhutani. Sikap dukungan ini terungkap di dalam Diskusi Terbatas PPM (Pusat Peran Serta Masyarakat) Karawang bekerja sama dengan NSEAS, di Kantor Yayasan Lingkungan Hidup Karawang akhir pekan lalu.

Diskusi difasilitasi oleh Parito (PPM) dihadiri antara lain: Asep Sudjana (Petani), Usup Supriatna (Petani), Syamijan Syahid (Petani), Mulyadi JP (Ketua PPM Karawang), A.Jihan Rosadi (Sek.PPM Karawang), Purwo A. (Ketua Yayasan Lingkungan Hidup Karawang), Asaleh Hidayat (Wakil Ketua Yayasan Lingkungan Hidup Karawang), Cornelia Hidayat (Aktivis Lingkungan Hidup), Yaminudin (Peneliti Senior Community Development) dan Muchtar Effendi Harahap (NSEAS).

Fasilitator Diskusi, Parito menerangkan bahwa yang menjadi kegelisahan para petani tak lain adalah maksud dan tujuan Permen LHK No. P.39 tahun 2017 itu sendiri. Selain itu juga dampak positifnya terhadap kepastian hukum, keadilan sosial dan kesejahteraan masyarakat petani miskin di sekitar dan di dalam wilayah kerja Perum Perhutani.

“Dengan Permen LHK ini akan terdapat kepastian hukum bagi petani penggarap atas areal pemanfaatan selama 35 tahun. Selama ini kerja sama dgn Perhutani hanya 2 tahun. Petani penggarap dituduh ilegal dan ditangkap maupun diperas pihak lain akan terpecahkan dengan Permen ini,” terang Parito.

Baca Juga:  Pertama di Indonesia, Pekerja Migran Diberangkatkan dari Pendopo Kabupaten

Petani, kata dia, selaku pemegang Izin Pemanfaatan (IPHPS) berhak mendapatkan perlindungan dari pengambilalihan lahan garapan oleh pihak lain termasuk Perhutani. “Hanya Pemerintah yang dapat mencabut Izin Pemanfaatan setelah hasil evaluasi menyebutkan petani penggarap itu tidak melaksanakan kewajibannya sesuai Permen LHK P.39,” ujarnya.

Parito menambahkan, Permen LHK P.39 ini juga akan menyebabkan terjadi perubahan struktur pemanfaatan lahan di masyarakat Pulau Jawa. Akan ada penambahan sekitar 500 ribu KK memanfaatkan tanah sekitar 2 Ha. Dampak positif turunan dari perubahan strukturk pemanfaatan lahan ini adalah meningkatkannya kesejahteraan masyarakat bersangkutan karena terjadi peningkatan sumber mata pencaharian dan pendapatan petani penggarap.

“Sekarang ini pendapatan rata-rata petani miskin di sekitar wilayah kerja Perum Perhutani sekitar Rp.500 perbulan /KK.
Permen ini akan meningkatkan minimal Rp.2 juta perbulan/KK. Diperkirakan sekitar 20 juta jiwa penduduk Pulau Jawa akan mendapatkan manfaat dari implementasi kebijakan perhutanan sosial ini,” ungkap Parito.

Walaupun, lanjutnya, Permen LHK P.39 akan berdampak positif terhadap masyarakat dan petani miskin di Pulau Jawa, tetapi ada saja sekelompok warganegara memohon uji materiil Permen LHK ini kepada Mahkamah Agung, tertanggal 6 September 2017. Bertindak sebagai Pemohon I. Darmawan Hardjakusumah,SH, Pemohon II. Nace Permana, Pemohon III. IR. Hartanto, H.M, Pemohon IV. Perkumpulan Pensiunan Pegawai Perhutani (4P).

Baca Juga:  Pengentasan Kemiskinan di Madura, Inilah Cita -Cita Luman Menang Pilgub Jawa Timur

Nace Permana mengaku Aktivis LSM Lodaya berkedudukan di Karawang. Pemohon II ini khawatir akan terjadi konflik horizontal dalam masyarakat. “Di Karawang ada sekitar 5.900 Ha lahan hutan Perhutani yang kini terancam dimiliki pemegang IPHPS. Di Teluk Jambe, sambung Nace, pemegang IPHPS kini sudah berhadap-hadapan dengan masyarakat yang tergabung dalam LMHD sebagai mitra kerja Perum Perhutani selama ini,” kata Permana.

Atas klaim Nace, sambung Parito, pemegang IPHPS kini sudah berhadap-hadapan dgn LMDH, peserta diskusi membantah, tidak ada konflik horizontal, juga tidak ada pemegang IPHPS, termasuk di Teluk Jambe sebagaimana klaim Pemohon II ini.

Tidak ada masyarakat berhadap-hadapan karena Permen LHK Nomor P. 39. Yang pernah terjadi berhadapan-hadapan adalah LSM Lodaya dengan masyarakat karena kepentingan Pengembang. Masyarakat beranggapan orang LSM Lodaya bukan orang Karawang sehingga mereka khawatir.

“Diskusi pada dasarnya membantah klaim Nace selaku Pemohon II terkait issue konflik horizontal masyarakat di Karawang. Perlu dipahami publik, di Karawang belum ada pemegang IPHPS. Karena itu, pemegang IPHPS menurut Nace hanya hayalan belakangan fiksi atau tidak faktual,” terang Parito lebih lanjut.

Baca Juga:  Rakyat Banyak Kesulitan, Kenaikan Pajak PPN 12 Persen Layak Dikaji Ulang

Diskusi kalangan petani dan aktivis masyarakat madani di Karawang ini, kata Parito sepakat bahwa petani Karawang mendukung Permen LHK No.P.39 Tahun 2017 diimplementasikan di wilayah Kabupaten Karawang; tidak ada konflik horizontal di masyarakat Karawang karena Permen LHK ini. Salah satu alasannya, hingga kini belum ada masyarakat Karawang memegang Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS); dan akan membangun opini publik tentang dampak positif Permen LHK P.39 terhadap masyarakat dan petani miskin di sekitar atau di dalam wilayah kerja Perum Perhutani.

“Akan melakukan audiens ke Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementerian LHK untuk mendukung Permen LHK P.39 dan mengklarifikasi ttg klaim konflik horizontal di masyarakat Karawang akibat Permen ini; serta akan mendukung Permen LHK P.39 melalui bentuk pemberian kuasa kepada Firma Hukum tertentu untuk mengajukan Intervensi Termohon atas Permohonan uji material sekelompok warganegara atas Permen LHK P.39 di Mahkamah Agung (MA),” tandas Parito.

Pewarta/Editor: Petani Karawang

Related Posts

1 of 8