Mancanegara

Konflik Multi-Dimensi di Republik Mali Semakin Memburuk

konflik multi-dimensi di Mali
Konflik multi-dimensi di Mali semakin memburuk. Anak-anak muda banyak terlibat bergabung dengan geng bersenjata atau sekte/Foto: modernghana

NUSANTARANEWS.CO – Konflik multi-dimensi di Republik Mali semakin memburuk. Pada bulan Maret, lebih dari 130 orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka di sebuah desa Fulani di Ogossagou-Peulh Mali. Minggu lalu, pada 9 Juni dilaporkan pula bahwa sekelompok orang bersenjata tak dikenal menyerang sebuah desa di bagian tengah negara itu yang menewaskan 95 orang, kata Kementerian Pertahanan Mali.

Namun serangan brutal baru-baru ini yang terjadi di Sobame Da, dekat kota Sanga di wilayah Mopti, menurut sumber keamanan Mali di lokasi pembantaian mengatakan, bahwa “desa Dogon telah hampir musnah”. Seorang pejabat distrik Koundou malaporkan bahwa 95 orang ditemukan tewas, dengan kondisi mayat dibakar.

Ada banyak serangan di Mali dalam beberapa bulan terakhir, beberapa didorong oleh konflik etnis, beberapa lagi dilakukan oleh kelompok-kelompok militan.

Bentrokan horizontal antara pemburu Dogon dan penggembala Fulani semi-nomaden sering terjadi.

Baca Juga:  Dewan Kerja Sama Teluk Dukung Penuh Kedaulatan Maroko atas Sahara

Pemerintah Mali mengatakan “tersangka teroris” telah menyerang desa sekitar pukul 03:00 waktu setempat. Setidaknya 19 orang masih hilang, katanya.

Tetapi walikota Bankass, Moulaye Guindo, mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa Fulanis dari distrik itu telah menyerang Sobane Da setelah malam tiba.

“Sekitar 50 orang bersenjata berat tiba dengan sepeda motor dan pickup,” kata seorang korban kepada kantor berita AFP. “Mereka pertama-tama mengepung desa dan kemudian menyerang – siapa pun yang mencoba melarikan diri dibunuh. Tidak ada yang selamat, wanita, anak-anak, orang tua,” tambahnya.

Belum ada kelompok yang secara resmi mengatakan bertanggung jawab atas serangan itu.

Gesekan antara petani dan penggembala semi-nomaden memperbutkan sumber daya sudah lama terjadi. Tetapi bentrokan di antara mereka semakin meningkat sejak muncul pemberontakan di Mali utara pada 2012.

Kedua pihak menuduh pihak lain melakukan serangan di tengah kerusuhan.

Fulani adalah sebuah kelompok etnis yang sebagian besar muslim, telah dituduh memiliki hubungan dengan kelompok pemberontak Islam. Tetapi untuk bagian mereka, Fulani menuduh asosiasi bela diri Dogon, Dan Na Ambassagou, melakukan serangan terhadap mereka.

Baca Juga:  Keingingan Zelensky Meperoleh Rudal Patriot Sebagai Pengubah Permainan Berikutnya?

Respon terhadap krisis multi-dimensi di Mali ini tidak efektif bahkan kontra-produktif. Misi pasukan penjaga perdamaian PBB yang besar dan pasukan Prancis yang dikerahkan sejak 2013, tidak mampu mengendalikan ketidakamanan, bahkan di beberapa negara bagian semakin memburuk. Misi PBB di Mali, dalam laporan tertanggal 31 Mei mengatakan situasi keamanan di Mali tengah “terus memburuk”.

Menurut International Crisis Group, sudah lebih dari empat kali serangan pada Mei 2019 dibandingkan Mei 2016. Laporan terbaru mereka adalah mendesak pemerintah untuk melakukan dialog dengan militan untuk menegosiasikan gencatan senjata lokal dan memfasilitasi akses kemanusiaan ke warga sipil.

Bentrokan antara Dogon dan Fulani telah “diperburuk oleh kehadiran kelompok-kelompok ekstremis” yang banyak melakukan serangan terhadap warga sipil. (Agus Setiawan)

Related Posts

1 of 3,052