Ekonomi

Kota Meikarta Dalam Praktik Pre-project Selling, YLKI Minta Konsumen Tunda Pembelian

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atau YLKI menilai panasnya perbincangan terkait pembangunan Kota Raksasa Meikarta oleh Lippo Group dikalangan masyarakat konsumen di Indonesia, menjadikan kata Meikarta seolah-olah sebagai kosa kata baru. Dimana, iklan dan marketing yang begitu masif, terstruktur dan sistematis, boleh jadi membius masyarakat konsumen untuk bertransaksi Meikarta.

“Bahkan, YLKI pun sempat memprotes sebuah redaksi media masa cetak, karena lebih dari 30 persennya isinya adalah iklan full colour Meikarta lima halaman penuh, dari media cetak bersangkutan. Dengan nilai nominal yang relatif terjangkau masyarakat perkotaan (Rp 127 jutaan), sangat boleh jadi 20.000-an konsumen telah melakukan transaksi pembelian/pemesanan,” ungkap Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi dalam ketarangan yang diterima redaksi NusantaraNews.co, Minggu, 13 Agustus 2017.

Tulus menyatakana, kendati Wakil Gubernur Jawa Barar Dedi Mizwar, telah meminta pengembang apartemen Meikarta untuk menghentikan penjualan dan segala aktivitas pembangunan (karena belum berizin), toh promosi Meikarta tetap berjalan, untuk menjual produk propertinya.

Baca Juga:  Kondisi Jalan Penghubung Tiga Kecamatan Rusak di Sumenep, Perhatian Pemerintah Diperlukan

Boleh saja, lanjutnya, pihak Lippo Group menilai bahwa apa yang dilakukannya tersebut sudah lumrah dilakukan pengembang dengan istilah Pre-project Selling. Namun, praktik semacam itu pada akhirnya konsumen berada dalam posisi yang sangat rentan dirugikan karena tidak memiliki jaminan atas kepastian pembangunan.

“Padahal pemasaran yang dilakukan tersebut, diduga kuat melanggar ketentuan Pasal 42 UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, yang mewajibkan pengembang untuk memiliki jaminan atas kepastian peruntukan ruang; kepastian hak atas tanah; kepastian status penguasaan gedung; perizinan; dan jaminan pembangunan sebelum melakukan pemasaran,” kata Tulus.

Menurut data YLKI, kata dia, sistem pre-project selling dan pemasaran yang dilakukan oleh banyak pengembang sering menjadi sumber masalah bagi konsumen di kemudian hari. Terbukti sejak 2014-2016, YLKI menerima sekurangnya 440 pengaduan terkait perumahan, yang mayoritas masalah tersebut, akibat tidak adanya konsistensi antara penawaran dan janji promosi pengembang dengan realitas pembangunan yang terjadi.

Baca Juga:  Dukung Peningkatan Ekonomi UMKM, PWRI Sumenep Bagi-Bagi Voucher Takjil kepada Masyarakat

“Bahkan 2015, sekitar 40% pengaduan perumahan terjadi sebagai akibat adanya pre project selling, yakni adanya informasi yang tidak jelas, benar dan jujur; pembangunan bermasalah; realisasi fasum/fasos; unit berubah dari yang ditawarkan,” imbuhnya.

Bagi YLKI, Praktik semacam itulah yang menyerimpung komedian tunggal Mukhadly, alias Acho: janji dan promosi pengembang tidak sesuai dengan realisasi di lapangan.

Maka dari itu, kata Tulus, untuk menghindari terulangnya kasus Acho dengan skala yang lebih luas, berikut ini catatan YLKI terkait pre project selling baik yang dilakukan Meikarta dan atau pengembang lain.

“Menghimbau masyarakat menunda pemesanan dan/atau membeli unit apartemen di Kota Meikarta sampai jelas status perizinan dan legalitasnya. Jangan tergiur dengan iming-iming dan janji fasum/fasos yang ditawarkan oleh pengembang. Sebelum menandatangani dokumen pemesanan, bacalah dengan teliti, dan saat pembayaran booking fee harus ada dokumen resmi, jangan dengan kwitansi sementara,” kata Tulus yang pertama.

Kedua, YLKI mendesak managemen Meikarta menghentikan segala bentuk promosi, iklan, dan bentuk penawaran lain atas produk Apartemen Meikarta sampai seluruh perizinan dan aspek legal telah dipenuhinya. Meikarta jangan berdalih bahwa pihaknya sudah mengantongi IMB, padahal yang terjadi sebenarnya adalah baru pada tahap proses permohonan pengajuan IMB saja.

Baca Juga:  Kebutuhan Energi di Jawa Timur Meningkat

“Mendorong Pemerintah menindak tegas, jika perlu menjatuhkan sanksi atas segala bentuk pelanggaran perizinan dan pemanfaatan celah hukum yang dilakukan oleh pengembang dan terbukti merugikan konsumen. Siapapun pengembangnya,” tutupnya. (Red02)

Editor: Ach. Sulaiman

Related Posts

1 of 3