ArtikelKolom

Mengapa Jokowi Diam Soal Kasus Proyek Meikarta?

Konstruksi bangunan Kota Meikarta. (Foto: Istimewa)
Konstruksi bangunan Kota Meikarta. (Foto: Istimewa)

RENCANA Kegiatan pembangunan Kota Meikarta di Kabupaten Bekasi akan dilaksanakan oleh Lippo Group dan beberapa Korporasi lain.

Lippo Group adalah sebuah perusahaan besar di Indonesia, didirikan Mochtar Riady. Grup ini memulai usaha dengan Bank Lippo, telah berganti nama dan berubah posisi sahamnya menjadi Bank CIMB Niaga. Perusahaan ini kemudian mengembangkan diri di usaha properti. Lalu berkembang di Indonesia, Tiongkok dan beberapa negara lain.

Selain di usaha properti juga bergerak di bidang bisnis eceran, telekomunikasi, rumah sakut, dan berbagai jenis usaha lain.

Saat ini, Lippo Group dipimpin James Riady, anak Mochtar Riady. Pada 2016, perusahaan ini mulai merencanakan sebuah kota baru, yaitu Kota Meikarta. Diperkirakan akan selesai pada 2021.

Proyek Kota Meikarta milik Lippo Group ini mendapat kritikan dan kecaman dari berbagai pihak, terutama masyarakat madani dan pemerintahan, kecuali rezim Jokowi.

Pertama, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). YLKI minta agar pemerintah menghentikan pembangunan Kota Meikarta. Ini karena pengembang Lippo Group dinilai melanggar perizinan. YLKI mendesak manajemen Meikarta menghentikan segala bentuk promosi dan penawaran lain atas produk Apartemen Meikarta sampai seluruh perizinan dan aspek legal telah dipenuhinya.

Kedua, eks Wakil Gubernur Jabar Deddy Mizwar. Deddy Mizwar meminta pengembang Apartemen Meikarta untuk menghentikan penjualan dan segala aktivitas pembangunan karena belum berizin, tapi promosi tetap berjalan untuk menjual produk propertinya. Pembangunan Proyek melanggar Peraturan Daerah (Perda) Jabar Nomor 12/2014 tentang Pengelolaan Pembangunan dan Pengembangan Metropolitan dan Pusat Pertumbuhan.

Proyek Meikarta ternyata sudah memasarkan fasilitas yang ada tanpa disertai rekomendasi dan izin dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar. Karena itu, proyek Meikarta harus dihentikan hingga ada rekomendasi dan dinyatakan legal.

Ketiga, Surat Pemprov Jabar. Pada 15 Agustus 2018 Pemprov Jabar sesungguhnya pernah menerbitkan Surat Penghentian Pembangunan Kota Meikarta, diterbitkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Provinsi Jabar. Surat Kepala Dinas PMPTSP Jabar Dadang Mohamad ini meminta pihak Lippo menghentikan seluruh kegiatan pembangunan fisik Proyek Kota Meikarta. Pembangunan belum bisa dilakukan sebelum semua izinnya terpenuhi. Tetapi, hingga kini pihak proyek mengabaikan Surat Pemprov Jabar tersebut. Kegiatan konstruksi jalan terus!

Baca Juga:  Tanah Adat Merupakan Hak Kepemilikan Tertua Yang Sah di Nusantara Menurut Anton Charliyan dan Agustiana dalam Sarasehan Forum Forum S-3

Keempat, sejumlah anggota DPR. Para anggota Komisi DPR membidangi perumahan dan infrastruktur di DPR RI secara tegas meminta agar proyek PT Lippo Group itu dihentikan karena sampai saat ini masih terkendala izin. Nizar Zahro misalnya, dia tegas menyatakan agar pengembang harus menghentikan sementara proses pembangunan dan penjualan. Politisi Gerindra ini pun mendesak Pemprov Jabar jangan hanya sebatas mengeluarkan pernyataan, tetapi juga harus berani mengambil tindakan tegas dengan menyegel area pembangunan.

Demikian pula anggota Komisi II DPR RI, Ahmad Reza Patria, juga meminta pemerintah menghentikan proyek Meikarta. Menurut Ahmad Reza, selama proses izin belum selesai jangan ada proses pembangunan. Jangan menghalalkan segala cara atas nama pembangunan, tetapi tidak mengikuti ketentuan peraturan yang ada. Anggota Komisi II DPR RI Rahmat Nasution Hamka juga punya suara senada. Izin pembangunan proyek di Indonesia bukan hal baru karena kurang tegasnya Pemda tanpa izin.

Anggota DPR Fraksi PKS, Ali Mardani, senada dengan anggota DPR tersebut. Ia meminta proyek Meikarta, baik pemasaran maupun transaksi proyek, harus dihentikan terlebih dahulu. Mardani juga meminta Kemendagri untuk proaktif menjadi leading sektor (pengarah utama) dalam rangka melakukan konsolidasi masalah proyek Meikarta.

Namun, di balik mereka yang getol mengkritisi proyek Meikarta, para elit negeri ada juga yang tampaknya justru mendukung. Ketua MPR RI Zulkifli Hasan diduga salah satunya. Tahun lalu, ia berkesempatan mengunjungi dan melihat langsung pembangunan Meikarta.

Baca Juga:  Polres Sumenep Gelar Razia Penyakit Masyarakat di Cafe, 5 Perempuan Diamankan

Kelima, Luhut BP. Saat Pemda, para anggota DPR dan masyarakat madani mengkritik dan mengecam proyek Meikarta, Menko Kemaritiman, Luhut B. Panjaitan justru paling getol membela kepentingan proyek ini. Luhut sempat menghadiri kegiatan topping off dua tower pertama Meikarta di Desa Cibatu, Kecamatan Cikarang Pusat, Kabupaten Bekasi, Minggu, 29 Oktober 2017.

Saat itu, Luhut mengungkapkan keinginan membentuk kawasan ekonomi khusus di Bekasi. Tujuannya untuk memaksimalkan pusat kawasan ekonomi terintegrasi antara DKI Jakarta dengan Jawa Barat.

“Saya tertarik apartemen luasnya 23 meter namun dengan cost hampir sama dengan punya Pemerintah. Saya akan lapor Presiden, saya juga akan bicara ke (Menteri BUMN) Ibu Rini Soemarno. Kenapa Lippo bisa bikin murah, Pemerintah tidak bisa bikin murah. Saya sangat apresiasi pembangunan ini tapi kalau ada kritik harus segera diperbaiki,” kata Luhut.

Kehadiran Luhut dalam kegiatan itu terasa janggal lantaran pada Agustus 2017, Pemprov Jawa Barat menolak perizinan pembangunan kota metropolitan seluas 500 hektare yang diajukan Lippo Group selaku pengembang dan pemilik Meikarta.

Sebagai informasi, dari data yang dihimpun, Menko Kemaritiman Luhut pernah mendatangi langsung lokasi proyek Meikarta di Cikarang, Jawa Barat. Dia bertanya kepada CEO Lippo Group, James Riady, tentang perizinan proyek Meikarta.

“Saya tadi sudah secara cepat menindak dari atas Meikarta ini dan tadi tanya Pak James mengenai semua masalah perizinan, kepemilikan tanah dan sebagainya. Itu semua hampir tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan,” kata Luhut.

Tetapi, faktanya Ada ‘permainan’ di perizinan Proyek Meikarta. Dalam kasus ini, KPK OTT di dua lokasi, yakni Kabupaten Bekasi dan Surabaya. OTT dilakukan secara paralel pada Minggu (14/10) siang hingga Senin (15/10) dini hari.

Sekelompok aktivis Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) mendesak KPK memeriksa Luhut terkait kasus suap Proyek Meikarta. Luhut, menurut KAKI, memiliki hubungan dengan kasus suap Meikarta karena terlibatnya Billy Sindoro, Direktur Operasional Lippo Group merupakan group usaha dari konglomerat Indonesia, James Riady.

Baca Juga:  Polres Sumenep Gelar Razia Penyakit Masyarakat di Cafe, 5 Perempuan Diamankan

Keenam, rezim Jokowi diam. Pimpinan rezim kekuasaan presiden Jokowi hingga kini diam dan tidak komenntar atas persoalan perizinan dan OTT KPK Proyek Meikarta. Dalam pendekatan politik ekonomi, sesungguhnya kekuatan ekonomi seperti Lippo Group terkait proyek pembangunan Kota Meikarta dan 9 taipan developer terkait Proyek Reklamasi Teluk Jakarta pendukung strategis Pasangan Jokowi-JK dlm Pilpres 2014. Ada semacam hubungan kepentingan harmonis antara kekuatan ekonomi ini dengan kekuatan politik Rezim Jokowi.

Namun, dalam perjalanannya, Rezim Jokowi tidak mampu memenuhi kepentingan kekuatan ekonomi dimaksud. Proyek Reklamasi dihentikan Gubernur Anies Baswedan sehingga merugikan kepentingan para taipan developer. Sedangkan Proyek Meikarta masih belum memiliki perizinan cukup untuk konstruksi dan pemasaran dari pemerintahan Jawa Barat. Bahkan sudah masuk persoalan hukum yang dapat menjadikan Lippo Group sebagai tersangka kejahatan korporasi. Tidak terpenuhi kepentingan Lippo Group pendukung kemenangan pasangan Jokowi-JK dalam hal perizinan. Presiden Jokowi hanya bisa diam, tak berdaya memenuhi kepentingan para Konglomerat pendukung dirinya.

Bahkan kini muncul tuntutan publik atas KPK yakni KPK harus berani menelusuri dugaan adanya aliran uang Lippo Group untuk membiayai kampanye bagi pasangan Jokowi-JK Pilpres 2014. Juga, sekelompok cendikiawan dan politisi bertemu diskusi publik di Pelataran Gedung MPR baru-baru ini menuntut KPK untuk tidak menghentikan penyelesaian hukum atas masalah besar Proyek Meikarta ini.

Terakhir, adalah layak dimunculkan pertanyaan baru, apakah kekuatan ekonomi seperti taipan developer dan Lippo Group akan tetap mendukung rezim Jokowi dalam Pilpres 2019 mendatang?

Oleh: Muchtar Effendy Harahap, Network for South East Asian Studies (NSEAS)

Related Posts

1 of 3,151