Kesehatan

Vaping Picu Perdebatan dan Perselisihan di Kalangan Ahli Kesehatan

NUSANTARANEWS.CO – Penggunaan e-cigarette (vaping) meledak di kalangan anak muda saat ini. Masalah kesehatan masyarakat, menurut US Surgeon General telah memicu perselisihan di kalangan para ahli tentang maraknya e-cigarette.

E-cigarette yang mengandung nikotin adalah perangkat bertenaga baterai dari cairan panas yang mengandung nikotin menjadi uap yang dihirup. Beberapa ahli khawatir kelak muncul generasi perokok yang kecanduan e-cigarette

Dilansir AFP, Jumat (9/11/2016), satu dari enam siswa SMA di Amerika Serikat mengaku menggunakan e-cigarette.

“Penggunaan e-cigarette telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir, tumbuh sangat mengejutkan di kalangan siswa SMA 2011-2015,” kata Surgeon General Vivek Murthy, dalam laporannya.

“Produk-produk ini sekarang bentuk yang paling umum digunakan ialah tembakau di kalangan pemuda di Amerika Serikat, melebihi produk tembakau konvensional, termasuk rokok, cerutu, tembakau kunyah, dan hookah,” sambung dia.

Murthy mengungkapkan bahaya e-cigarette karena ada unsur nikotin yang dapat menyebabkan kecanduan dan dapat membahayakan perkembangan otak remaja. Dan laporan tersebut juga mengatakan bahwa bagi orang-orang muda, penggunaan nikotin dalam bentuk apapun tidak aman. Ia juga mengatakan aerosol bekas yang dihembuskan ke udara oleh pengguna e-cigarette dapat mengekspos orang lain untuk bahan kimia yang berpotensi membahayakan.

Baca Juga:  Hari Polio Sedunia, Cagub Luluk Ajak Gerakan Pencegahan Polio

“Namun, meskipun e-cigarette umumnya memancarkan racun lebih sedikit dari produk tembakau terbakar, kita tahu bahwa aerosol dari e-cigarette tidak berbahaya,” ujarnya.

Untuk itu, Murthy mendesak pihak terkait meningkiatkan dan menegakkan usia minimum penggunaan e-cigarette, termasuk terkait penjualan, serta melakukan kampanye melalui media guna mendidik masyarakat tentang bahaya e-cigarette.

Namun, laporan US Surgeon General justru dipertanyakan para ahli di Inggris. Hanya saja, Direktur Pusat Pengendalian Tembakau di New York, Patricia Folan mengatakan bahwa laporan tersebut memang masih perlu diperkuat dengan peneliaian ilmiah terbaru. Tetapi laporan ini bisa berfungsi sebagai dokumen penting bagi penyedia layanan kesehatan dan para pemangku kebijakan.

Sebabnya, Direktur Kesehatan Nasional dan Kesejahteraan Publik (Public Health) Inggris, Kevin Fenton mengatakan bahwa hasil review mereka tentang e-cigarette berbeda dengan US Surgeon General yang menyebutkan rokok elektrik itu sebagai sebuah ancaman, terutama di kalangan remaja.

“Review kami, dari bukti yang ditemukan penggunaan e-cigarette membawa sebagian kecil dari risiko merokok,” katanya.

Baca Juga:  Bupati Nunukan Pimpin Upacara HKN di RSUD Nunukan

Dengan kata lain, penggunaan e-cigarette dapat membantu perokok tradisional untuk meninggalkan rokok. Terbaru, University College London dalam sebuah penelitiannya awal tahun ini menunjukan bahwa e-cigarette telah membantu sedikitnya 18.000 perokok di Inggris meninggalkan ketergantungan mereka terhadap konsumsi tembakau melalui rokok tradisional.

Begitu pula Direktur Tobacco Dependence Research Unit at Queen Mary University of London, Peter Hajek menuturkan bahwa vaping adalah sebuah kesempatan untuk kesehatan masyarakat karena dapat membantu transisi perokok dari rokok tradisional.

“Kesempatan kesehatan masyarakat yang lebih besar,” ujarnya. “Kesimpulan Laporan AS baru tidak cocok dengan apa yang menunjukkan data yang sebenarnya,” tambah dia.

Sekadar catatan, menurut Organisasi Kesehatan Dunia, merokok membunuh sedikitnya 6 juta orang setiap tahun di seluruh dunia, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah. (Sego/Er)

Related Posts

1 of 2