HukumOpini

Untuk Debat Pilpres: 4 Tahun Jokowi Jadi Presiden, Gagal Urus Pemberantasan Korupsi

Prisen Joko Widodo (Foto Dok. Nusantaranews
Prisen Joko Widodo (Foto Dok. Nusantaranews

Oleh: Muchtar Efendi Harahap, Ketua Tim Studi NSEAS

NUSANTARANEWS.CO – Pada 17 Januari 2019 mendatang KPU akan menyelenggarakan suatu Debat Pilpres antara Pasangan Prabowo-Sandi dan Jokowi-Ma’ruf. Debat ini mengambil topik: Hukum, Korupsi dan HAM.

Tulisan ini akan fokus pada topik pemberantasan korupsi. Sebagai incumbent, Jokowi tentu telah berhubungan dengan upaya pemberantasan korupsi. Masalahnya, selama empat tahun Jokowi jadi Presiden, berhasil atau gagalkah Ia urus pemberantasan korupsi di Indonesia? Tim Studi NSEAS berkesimpulan: Gagal sama sekali.

Karena itu, di dalam Debat Pilpres mendatang, sangat tidak layak Jokowi mengajukan Program Pemberantasan Korupsi. Selama empat tahun berkuasa, dia sama sekali tidak membuktikan tindakan efektif atasi Korupsi, kecuali sekedar suara vokal tanpa data, fakta dan angka ada keberhasilan. Bahkan, dari sisi kinerja buruk dan gagal di bidang pemberantasan korupsi, Jokowi sangat tidak layak lanjut jadi Presiden.

Standard Kriteria Penilaian: 1) Pemberantasan Korupsi adalah salah satu urusan pemerintahan harus dikerjakan Presiden Jokowi. Saat kampanye Pilpres 2014, Jokowi secara lisan berjanji, akan terbitkan Peraturan Presiden tentang Pemberantasan Korupsi. Janji ini hanya janji, hingga kini tidak ada realisasi. 2) Jokowi berjanji akan berbicara terkait kasus Korupsi BLBI. Apa fakta? Sudah empat tahun berlalu jadi Presiden, Jokowi tetap inkar janji. 3) Jokowi berjanji secara tertulis di dalam dokumen “Visi, Misi dan Program Aksi Jokowi Jusuf Kalla 2014”. Di dalam dokumen ini tercatat konsep Tri Sakti dan Nawacita. Apa janji Capres Jokowi terkait korupsi?

Bersama Jusuf Kalla, Jokowi berjanji akan menolak Negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya. Akan memprioritaskan: 1) Pemberantasan korupsi dengan konsisten dan terpercaya; 2) Pemberantasan mafia peradilan; dan 3) Penindakan tegas terhadap korupsi di lingkungan Peradilan.

Semua ini hanya Ada tertulis di Nawacita, tanpa realisasi. Tetap inkar janji.

Baca Juga:  Ahli Waris Tanah RSPON Kirim Surat Terbuka ke AHY 

4) Kebijakan pemberantasan korupsi Jokowi tertuang di dalam RPJMN 2015-2019. Di dalam RPJMN ini dijelaskan, masalah pokok era SBY dalam pencapaian sasaran utama pencegahan dan pemberantasan korupsi, yakni masih rendah komitmen aparatur negara dan permisifitas masyarakat tentang korupsi. Permasalahan utama pd substansi peraturan perundang-undangan. Dari 32 rekomendasi United Nations Convention Againts Corruption (UNCAC), 22 rekomendasi peraturan perundang-undangan dan 7 rekomendasi kajian dan kegiatan lain. Substansi RUU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, RUU Bantuan Hukum Timbal Balik (MIA), RUU Perampasan Asset misalnya hingga 3 tahun Jokowi berkuasa belum juga terbit menjadi UU. Untuk RUU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, RUU KUHP, dan RUU KUHAP masih perlu sinkronisasi agar tidak tumpang tindih. Prakarsa ini masih belum terealisir dan terkendala di era Jokowi ini.

5) RPJMN 2015-2019 menetapkan sasaran utama (1) terwujudnya birokrasi bersih dan akuntansi dan (2) terwujudnya birokrasi efektif dan efisien. Jika Ketetapan RPJMN 2015-2019 sbg standar kriteria penilaian kritis kinerja Jokowi urus pemberantasan korupsi, maka jelas tergolong buruk dan gagal mencapai sasaran utama. Waktu 1 tahun lagi sangat tidak memungkinkan dapat mencapai sasaran tsb.

Kegagakan Jokowi atas dasar Penilaian: Kegagalan Jokowi urus pemberantasan korupsi ini juga dapat dijustifikasi dgn sejumlah penilaian aktor penggiat dan institusi anti korupsi. Beberapa di antaranya:

1. Mahkamah Agung (CNN Indonesia, 29/12/2016): Jumlah perkara korupsi di lembaga peradilan sepanjang 2016 mencapai 453 perkara, menempati urutan kedua setelah kasus narkotik (800 perkara).

2. Indonesia Corruption Watch ( 20/10/2016): Kinerja pemerintahan Jokowi dua tahun berkuasa di bidang pemberantasan korupsi belum memuaskan dan jauh dari harapan masyarakat. Satu tahun pertama, agenda pemberantasan korupsi tidak menjadi prioritas utama Jokowi. Kinerja Jokowi urus korupsi justru tenggelam di balik sejumlah kegaduhan, khususnya soal kriminalisasi dan pelemahan terhadap KPK.

Baca Juga:  KPK Tetapkan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Tersangka Korupsi, AMI Gelar Santunan Anak Yatim

3. Survei LSI, Lembaga Survei Indonesia: Mayoritas warga anggap korupsi meningkat 2 tahun terakhir. Mayoritas warga menilai korupsi meningkat dalam dua tahun terakhir. Survei 16-22 Agustus 2017 ini menunjukkan, hanya 19,3 % responden merasa korupsi di Indonsia semakin menurun. Sementara, menjawab tidak mengalami perubahan sebesar 24,5 persen. Sisanya mengaku tidak tahu atau tidak menjawab.

4. Survei Korupsi Asia Pasifik: 32 % orang Indonesia melakukan suap. Negara dengan tingkat suap paling tinggi adalah India (69 persen) dan Vietnam (65 persen). Menyusul di kategori selanjutnya yaitu Pakistan, Thailand, Kamboja, dan Indonesia dengan indeks suap di angka 31-40 persen. Masuknya Indonesia di kategori tsb menjadi kabar buruk terhadap upaya pemberantasan korupsi telah digaungkan di negeri ini.

5. Organisasi ‘Transparansi Internasional (25/1/2017): Transparansi Internasional mengeluarkan laporan tahunan Indeks Persepsi Korupsi yang menunjukkan tingkat korupsi di 176 negara. Meski perolehan skor Indonesia naik. Ranking Indonesia turun ke peringkat 90.

6. Datangi KPK, Investor Jepang Laporkan Pungli di Indonesia. Komisi anti-suap Jepang mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi dan mengadukan keluhan pengusaha di Indonesia. Perusahaan asal Jepang mengaku kerap dimintai biaya ilegal oleh pejabat Indonesia. Biasanya, pebisnis Jepang dimintai suap ketika ingin izin bisnis dan mengikuti lelang proyek pemerintah. Suap yang diminta oleh oknum pejabat yang berkaitan dengan bisnis cukup bervariasi. Mulai dari ratusan yen sampai ratusan juta yen. Kalau dikonversi, maka setara dengan ratusan ribu sampai miliaran rupiah. Padahal, praktik pungli ini tidak lazim ditemui di Jepang. Pada akhirnya, praktik suap pun menyulitkan pebisnis.

7. TEMPO.CO, 9 Des 2018 melaporkan, Lokataru Foundation mengkritik sikap Presiden Jokowi terhadap pemberantasan korupsi. Pemerintahan Jokowi dinilai abai atas berbagai hambatan nyata dalam upaya memerangi korupsi. Pratik teror, kekerasan dan kriminalisasi masih terus dihadapi para pengungkap korupsi, whistleblower dan para aktivis.
Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Haris Azhar, mencontohkan perkara menimpa penyidik KPK, Novel Baswedan. Ia menilai penyidikan kepolisian atas kasus tersebut disebut gagal dan buntu. Namun, Jokowi tidak melakukan langkah diharapkan publik, yaitu membentuk sebuah tim independen pencari fakta. “Kegagalan pengungkapan kasus ini terus memberikan angin and segar pada koruptor dan kaki tangannya.

Baca Juga:  Sekjen PERATIN Apresiasi RKFZ Koleksi Beragam Budaya Nusantara

Kriminalisiasi juga dihadapi masyarakat mengungkap kasus korupsi. Pada November 2018, Mulkansyah, aktivis National Corruption Watch (NCW) Riau menjadi terdakwa dan diadili dalam kasus pencemaran nama baik atas perannya mengungkap kasus korupsi di Riau diduga melibatkan Bupati Lingga, Alias Wello.

8. CNN Indonesia 19/10/2018 melaporkan, janji Jokowi terhadap upaya pemberantasan korupsi dan penguatan lembaga KPK dinilai belum terlihat selama 4 tahun berkuasa. Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Fakultas Hukum UGM Zaenur Rohman mengatakan tidak adanya peraturan perundang-undangan baru dibuat untuk mendukung pemberantasan korupsi menandakan rezimb b Jokowi masih belum serius dengan janjinya memberantas korupsi. Zaenur mencontohkan soal komitmen pemerintah dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Pembahasan dan penyetujuan RUU Perampasan Aset sendiri mengatur soal ketentuan soal penelusuran, pemblokiran, penyitaan, dan perampasan aset tindak pidana korupsi.

9. Di era Jokowi kualitas prilaku korupsi bukan hanya sekedar korupsi dana APBN dan APBD. Korupsi Sandera Negara justru Kian meningkat. Bentuk korupsi ini melibatkan Korporasi atau Gabungan Korporasi nasional maupun Internasional menjadikan penguasa negara atau penyelenggara negara seperti Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati Dan Walikota, dll menghamba terhadap Korporasi. Pada prinsipnya Korporasi membeli regulasi, UU. PP, dsb bahkan perizinan. Perizinan Proyek Meikarta, Reklamasi, KA cepat Bandung Jakarta adalah contoh2 hasil korupsi sandera negara. Di bawah kondisi korupsi sandera negara, accapkali terdapat kejahatan Korporasi. []

Related Posts

1 of 3,159