NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Undang Undang Dasar Negara Indonesia yang hari ini dijalankan menurut Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiequrachman Ruki disebut sebagai undang undang yang palsu.
Dirinya menjelaskan, UUD sekarang ini bukan lagi UUD Tahun 1945, melainkan UUD Tahun 2002. Dimana telah diamandemen sebanyak empat kali.
Jadi, kata Ruki, “UUD 45 sekarang ini sudah menjadi UUD 45 yang palsu,” ungkapnya saat bersilaturrahmi ke MPR bersama ratusan tokoh masyarakat dari kalangan Purnawirawan TNI-Polri, cendekiawan, aktivis ormas, mahasiswa di Gedung Nusantara IV DPR/MPR RI, Jakarta, pada Rabu (6/2/2019).
Kalau mau jujur lanjut dia, UUD yang sekarang diberlakukan dan dijalankan merupakan UUD 2002. “UUD yang dibuat pada tahun 2002 dengan mengamandemen UUD 45 sudah hilang jiwanya, kehilangan spirit, kehilangan semangatnya,” sambungnya.
Baca Juga: Praktisi Hukum: UUD Amandemen Tahun 2002 Adalah Konstitusi Palsu
Akibat UUD 1945 diamandemen, menurutnya memicu UUD 1945 yang asli mengalami banyak perubahan. Dan pembongkaran paksa terhadap UUD 1945 yang asli dilakukan melalui amandemen pada tahun 2002.
Meski demikian lanjut dia, tak ada satupun yang berani mengubah namanya. Mengapa? Agar anak bangsa tak ada yang menentang. “Padahal perubahan UUD 1945, manipulatif dan kamuflase. Penuh dengan permainan kata,” ungkap Ruki.
Dia juga memandang dalam amandemen UUD 1945, memang ada norma Pancasila yang dimasukan. “Namun nilai-nilai Pancasila tidak pernah dituangkan,” jelas Ruki.
Baca Juga: Negara Indonesia yang Diproklamirkan Bung Karno-Hatta Telah Dibubarkan Lewat Amandemen UUD 1945
Sehingga, lanjut dia, dewasa ini, terdapat pasal baru yang terang-terangan bertentangan dengan nilai Pancasila. “Ada pasal baru yang secara terang-terangan yang bertentangan dengan nilai-nilai dan makna Pancasila dalam pembukaan,” ujarnya.
Sebagai informasi, Reformasi sejak tahun 1998 merupakan momentum penting dalam tahapan pembubaran Indonesia. Reformasi dimulasi dengan penghancuran aspek paling fundamental dari eksistensi sebuah negara yakni konstitusi dasar. Landasan bagi berdirinya negara Indonesia diubah secara mendasar dan total menjadi konstitusi baru dengan idieologi baru, bentuk negara baru, struktur negara baru dan tujuan negara baru.
Apa Dasar Negara Baru?
Negara Indonesia yang berdasarkan UUD amandemen 2002, menurut pemerhati ekonomi politik Salamuddin Daeng, memiliki dasar yang benar-benar baru, bukan lagi Pancasila sebagaimana Negara Republik Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, akan tetapi norma-norma yang diadopsi dari rezim hukum internasional.
Dasar pertama yang diganti melalui amandemen UUD 1945 adalah Kebangsaan Indonesia, diubah menjadi Negara yang berdasarkan kosmopolitism yang mengatakan tidak ada kebangsaan dan tidak ada bangsa. Indonesia hanya sebuah organisasi formal yang diakui sebagai negara secara internasional. Di dalam organisasi tersebut tidak ada beda antara orang-orang yang berbangsa Indonesia atau orang-orang dari bangsa lain.
Bagaimana dasar kebangsaan Indonesia ini bisa dibaca dalam pidato lahirnya Pancasila 1 Juni 1945 yang menjadi dasar dari Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 yang berbunyi “Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara saksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja. Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05. Atas nama bangsa Indonesia. Soekarno/Hatta.”
Kebangsaan Indonesia adalah fondamen Indonesia merdeka dan bangsa Indonesia adalah pemilik Indonesia merdeka tersebut. Kebangsaan Indonesia inilah yang menjadi landasan terwujudnya Persatuan Indonesia sebagaimana sila ketiga Pancasila.
UUD Amandemen 2002 menjadikan Negara Indonesia yang baru adalah milik semua orang atau milik internasional. UUD Amandemen 2002 menganut paham kemanusiaan sedunia atau bahasa lain dari humanisme universal yang memandang kebangsaan itu salah dan bertentangan dengan kemanusiaan. Humanisme universal yang memandang semua manusia itu sama, sehingga memiliki hak yang sama di manapun manusia itu berada. Prinsip dasar humanisme universal adalah satu dunia, satu bangsa yakni bangsa manusia.
Prinsip-prinsip humanisme universal yang tampak sekilas sebagai sebuah kebenaran mutlak, namun pada hakekatnya prinsip-prinsip inilah yang menjadi dasar dari kolonialisme yang pada awalnya dikenal dengan ‘misi peradaban’ yang menyarankan ketergantungan politik atau pengawasan diperlukan agar masyarakat ‘tidak beradab’ untuk maju ke titik di mana mereka mampu mempertahankan pemerintahan sendiri (lihat definisi kolonialisme dalam berbagai literatur barat). Jadi, kolonialisme pada awal mulanya dipahami sebagai sebagai misi mulia.
Ideologi kebangsaan dunia tersebut dimasukkan dalam konstitusi UUD 1945 Amandemen dengan mengambil mentah-mentah isi dari Universal Declaration of Human Rights atau Hak-Hak Asasi Manusia (HAM) ke dalam UUD Amandemen 2002 (Pasal 28A sampai Pasal 28J). Belakangan, masalah Hak Asasi Manusia telah menjadi dasar bagi invasi dan aneksasi negara barat terhadap negara lain yang dipandang melakukan pelanggaran terhadap hak asasi yang seringkali malah berujung pada tragedi kemanusiaan.
Prinsip satu dunia, satu bangsa yakni bangsa manusia inilah yang lebih jauh dan seolah-olah mendapatkan dasar ilmiah sophisticated bagi amandemen pasal yang berkaitan kekuasan pemerintahan negara, yakni hak atas jabatan Presiden Indonesia. Dalam UUD 1945 Asli pasal 6 (1) Presiden ialah orang Indonesia asli, tidak lagi dijadikan sebagai persyaratan dan digantikan dengan persyaratan kewarganegaraan semata. Jadi, berdasarkan UUD Amandemen 2002 semua orang di dunia dapat menjadi presiden Indonesia karena dalam UUD Amandemen 2002 Pasal 28D (3) setiap orang berhak atas status kewarganegaraan).
Pewarta: Romandhon