NUSANTARANEWS.CO, Washington – Sebagai negara konsumen minyak terbesar di dunia, menjadi alasan Donald Trump menarik AS dari Pernjajian Iklim Paris. Presiden AS sebelumnya, Barack Obama diketahui ikut serta menandatangani perjanjian tersebut pada 2015 silam.
Lain Obama, lain pula Trump. Presiden AS ke-45 justru memandang Kesepakatan Iklim Paris menunjukkan jaringan konspirator asing berada di balik itu dengan tujuan hendak mencuri kekayaan Amerika.
Trump telah mengumumkan AS akan menarik diri dari Kesepakatan Iklim Paris. Dalam sebuah pidatonya di Gedung Putih, seperti dikutp Independent, Trump menekankan keyakinannya bahwa kesepakatan tersebut merugikan AS dan hanya menguntungkan negara-negara asing.
Menurutnya, Perjanjian Iklim Paris akan mengurangi ekonomi AS untuk tampil sebagai negara dengan perekonomian kuat. Para aktivis global, kata dia, memang telah sejak lama berusaha untuk mendapatkan keuntungan dari kekayaan yang dimiliki AS.
“Anda lihat apa yang terjadi, ini sangat jelas bagi mereka yang tetap berpikiran terbuka,” tegas Trump.
Penarikan dari Kesepakatan Iklim Paris ini memantik kemarahan dari Demokrat di Washington, Barack Obama, masyarakat internasional dan aktivis iklim yang selama ini bekerja keras menghentikan dampak perubahan iklim terhadap dunia.
Ditegaskan Trump, keputusannya tersebut semata-mata untuk meningkatkan lapangan pekerjaan dan keamanan energi AS. Namun beberapa perusahaan besar mendesaknya untuk tidak mundur dari Kesepakatan Iklim Paris. Mereka meminta Trump memikirkan kembali sebelum mengumumkan penarikan tersebut dalam sepekan terkahir.
Beberapa perusahaan besar yang meminta Trump di antaranya CEO Shell dan pemegang saham Exxon.
Dengan penarikan AS dari Kesepakatan Iklim Paris ini, Trump setidaknya telah mewujudkan janjinya kala kampanye tahun lalu. Bahkan saat kampanye, Trump tak segan-segan mengatakan bahwa perubahan iklim adalah tipuan belaka. Terpenting bagi Trump adalah America First.
Keputusan Trump ini sebetulnya bisa dipahami. Sedikitnya ada dua alasan krusial di balik penarikan AS dari Traktat Perubahan Iklim Paris. Pertama, AS adalah konsumen terbesar minyak dunia, sekitar 19 juta barel per hari, dan ada kemungkinan AS belum siap menerima 7 poin yang tertulis di Perjanjian Paris karena telah mampu memproduksi minyak sendiri di dalam negerinya. (ed)
Editor: Eriec Dieda