Ekonomi

Soal Penggunaan Kapal Listrik Turki, Pemerintah Didesak Hentikan Pemborosan

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pemerintah dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) kembali didesak untuk mengurangi kapal listrik atau Mobile Power Plant (MPP). Pasalnya, Kapal Listrik asal Turki dinilai bakal memicu pemborosan di PLN.

“Kapal listrik berbahan bakar diesel dan sangat mahal. Temuan BPK sudah betul,” ujar Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia dalam sebuah pernyataan yang diterima redaksi di Jakarta, Kamis (19/4/2018).

Sebelumnya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyampaikan hasil temuannya terkait potensi pemborosan sebesar Rp 1,61 triliun di proyek pembangkit listrik.

Baca juga: Boros, APLTMH Minta Pemerintah Kurangi Kapal Diesel Turki

Asosiasi produsen listrik swasta ini mengatakan PLN sebaiknya tidak menambah atau meneruskan proyek MPP atau Kapal Listrik. Sebab, ke depan harga energi primer bakal semakin mahal. Harga minyak dunia berpotensi terus meningkat seiring merebaknya serangan Amerika Serikat dan sekutunya ke Suriah.

“Kenaikkan harga minyak rentan terhadap peningkatan subsidi dan inflasi. Jadi, daari segala sudut pandang kapal listrik tidak efisien,” katanya.

Baca Juga:  Pemkab Pamekasan Gelar Gebyar Bazar Ramadhan Sebagai Penggerak Ekonomi Masyarakat

Sebagaimana diketahui, BPK menemukan potensi pemborosan di PT PLN sebesar Rp 1,61 triliun. Dalam laporan pemeriksaan Subsidi Listrik BPK baru-baru ini, pemborosan tersebut dapat terjadi bila PLN tidak menggunakan gas untuk kapal listrik di lima daerah dalam dalam dua tahun ke depan. PLN memulai proyek Kapal Listrik sejak 2015. PLN menargetkan membangun delapan unit di Paya Pasir dan Pulau Nias (Sumatera Utara), Balai Pungut (Riau), Air Anyir dan Belitung Suge (Babel) Tarahan (Lampung), Pontianak (Kalbar), Jerajang (Lombok).

Berdasarkan temuan BPL, biaya produksi Kapal Listrik menggunakan HSD (high speed diesel) mencapai Rp 2.340 per kilowatt jam (kWh) jauh diatas biaya operasi bila menggunakan gas hanya sebesar Rp 1.284-1469 kWh. BPK juga menemukan konsumsi bahan bakar kapal listrik lebih besar yakni 0,37-0,41 liter per kWh.

Baca juga: Pemerintah Diminta Tetap Waspada Dampak Serangan di Suriah Terhadap Perekonomian

Di sisi lain, potensi pemborosan itu tidak diiikuti oleh biaya produksi yang memadai. Berdasarkan uji petik di tiga unit kapal listrik realisasi produksi listrik antara November 2017 hingga Desember 2017 tidak sesuai dengan kontrak. PLN dibebani pembayaran sebesar 70 persen dari produski kapal listrik, walaupun listriknya tidak terpakai.

Baca Juga:  Pengangguran Terbuka di Sumenep Merosot, Kepemimpinan Bupati Fauzi Wongsojudo Berbuah Sukses

Selain itu, potensi pemborosan kapal listrik dinilai cukup besar mengingat PLN terus memperbanyak kapal diesel Turki dan mempersulit investasi di energi baru terbarukan (EBT) yang lebih murah.

“Semua pihak sudah tahu bahwa diesel sangat tidak efisien, apa lagi yang di kapal. Harga kWh yang sangat mahal tidak pernah dipermasalahkan oleh Mentri ESDM (Energi Sumber Daya Mineral). Kalau EBT, Menteri (Ignatius Jonan) langsung berteriak listrik murah untuk rakyat. Ini sebuah kebijakan yang aneh,” kata asosiasi listrik swasta bidang APLTMH.

Menteri ESDM Ignasius Jonan diharapkan di ujung masa jabatannya benar-benar mengeluarkan kebijakan yang mendukung persaingan investasi sehingga tercipta harga yang kompetitif dan berpihak kepada konsumen sebab biaya produksinya efisien.

“Kita berharap, pada sisa jabatan beliau, ada kebijakan yang benar benar untuk rakyat, bukan hanya kosmetik,” katanya.

Pewarta: Gendon Wibisono
Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 3,059
  • slot raffi ahmad
  • slot gacor 4d
  • sbobet88
  • robopragma
  • slot gacor malam ini
  • slot thailand