Ekonomi

Soal Gaji PNS, Mahfud MD: Jangan Disebut Zakat Agar Tak Menyesatkan

NUSANTARANEWS.CO – Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD menilai pemerintah lebih baik mempertimbangkan ulang rencana untuk memotong gaji Pegawai negeri Sipil (PNS) muslim sebesar 2,5 persen untuk zakat, meski tidak bersifat wajib (mandatory).

“Kalau PNS mau bersedekah atau berinfaq dengan ikhlas itu tentu sangat bagus. Tapi itu jangan disebut zakat agar tak menyesatkan. Tapi kalau sedekah, infaq yang ikhlas tentu tak bisa dipotong langsung melalui Perpres atau Peraturan Menteri,” kata Mahfud melalui akun twitternya @mohmahfudmd.

Menurut Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta itu, rencana pemerintah menerbitkan aturan pemotongan gaji itu harus dipikirkan secara matang. “Saya tetap mohon perhatian agar pemotongan gaji PNS dengan alasan apapun supaya dihitung masak-masak. Lebih banyak PNS yang gajinya sudah hampir habis dipotong utang-utang. Kasihanilah mereka,” cuit Mahfud.

Pemotongan gaji tersebut, hemat dia, akan menjadi beban PNS. Misalnya, seorang PNS bergaji Rp10 juta per bulan.

Baca Juga:  Bangun Tol Kediri-Tulungagung, Inilah Cara Pemerintah Sokong Ekonomi Jawa Timur

“Itu belum tentu wajib zakat. Gajinya dipakai makan, transport, SPP kuliah anak, cicilan rumah, dan lain-lain. Misalkan tiap bulan bisa menabung Rp3 juta maka juga belum wajib zakat sebab komulasi tabungannya 1 tahun hanya Rp36 juta, belum nishab (sejumlah minimal tertentu). Masa, mau dipotong zakat?” kata Mahfud.

“Nah, golongan 4a (IV/A) saja tersisa Rp1 juta yang bisa dibawa pulang. Jadi tak bisa saya sembarang potong gaji agar tidak mendzolimi,” tambah Mahfud.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) menyebut zakat profesi hanyalah istilah baru saja. Bukan istilah naqly. Tapi tetap penyetaraan nishabnya adalah zakat maal, misal, kalau MUI menyetarakan dengan 85 gram emas. Jadi tetap harus nishab dan haul (sudah dimiliki selama setahun penuh). “Kalau tidak nishab dan haul namanya zakat harta rikaz. Itu lain lagi. Beda lagi dengan zakat fitrah,” terang Mahfud.

Intinya, sambung dia, zakat maal itu menjadi wajib jika mencapai nishab dan haul. “PNS golongan IIIA atau B saja rasanya lebih banyak yang belum memenuhi syarat itu. Hati-hati, Pak Menteri. Jangan sampai membebani. Dirinci lagi lah,” katanya.

Baca Juga:  Harga Beras Meroket, Inilah Yang Harus Dilakukan Jawa Timur

Kendati demikian, Mahfud menilai niat pemerintah untuk memotong gaji PNS mungkin baik. “Tapi, bagaimana kalau gaji PNS tak mencapai nishab dan haul, misal, karena bayar utang dan keperluan lain, pikir lagi,” kata Mahfud.

Sebelumnya, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, PNS perlu memberikan pernyataan tertulis yang berisi ketersediaan menyisihkan pendapatannya untuk zakat. Sebaliknya, jika ada PNS yang menolak, maka mereka bisa mengajukan surat keberatan. Karenanya, diperlukan akad antara instansi pemerintahan dan PNS sebagai bukti bahwa PNS beragama Islam ikhlas berzakat.

Akad tersebut, menurut dia, hanya akan dilakukan satu kali setelah PNS menyatakan ketersediaannya. Saat ini, pemerintah tengah memikirkan mekanisme maupun sistem akad tersebut. (mys)

Baca Juga:  Sekda Nunukan Hadiri Sosialisasi dan Literasi Keuangan Bankaltimtara dan OJK di Krayan

Editor: M. Yahya Suprabana

Related Posts

1 of 18