NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Wacana pemerintahan Joko Widodo memindahkan ibukota negara telah menimbulkan berbagai macam spekulasi, terutama daerah mana yang paling potensial. Jokowi hanya menyebut tiga daerah yang tengah dikaji, tetapi tidak merincinya. Hanya, nama Palangkaraya paling kuat. Kota di Kalimantan Tengah itu disebut-sebut paling potensial dijadikan sebagai ibukota negara menggantikan Jakarta.
Namanya juga spekulasi, beragam analisis pun menyeruak ke permukaan. Salah satu nama tak populer yang disebut-sebut bakal menjadi calon ibukota baru ialah Sintang, Kalimantan Barat. Sintang adalah salah satu daerah otonom tingkat II di bawah provinsi Kalbar. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 21.635 km² dan berpenduduk sekitar 365.000 jiwa.
Terlepas dari itu, membaca potensi Kalbar adalah sesuatu yang sangat menarik dalam konteks wacana pemindahan ibukota negara. Yang pertama patut diketahui ialah soal sejarah sosial-politik masa silam.
Pasca jatuhnya Majapahit dan masuknya Islam, Kalimantan Barat dulu dikuasai tiga penguasa wilayah (Kesultanan) yakni Panembahan Mempawah, Sultan Sambas dan Sultan Pontianak.
Tahun 1777, seorang pendatang dari Cina Daratan (Hakka) bernama Lo Fang Pak mendirikan sebuah negara republik pertama di Kalbar. Republik Lang Fang. Ini menyusul terjadinya gelombang imigran besar-besaran dari Cina Daratan untuk menambang emas dan mencari kehidupan di Kalbar, tepatnya tahun 1764.
Para pekerja tambang emas ini memiliki banyak perhimpunan. Perhimpunan inilah yang kemudian berkembang menjadi sebuah ikatan besar, yang disebut Kong-Si. Mereka membentuk negara dalam negara di dalam kekuasaan Kasultanan Sambas dan Mempawah. Karena jumlah populasi mereka terus mengalami peningkatan tajam dan ikatan Kong-Si satu sama lain semakin menguat, maka Republik Lang Fang tak mampu dibendung oleh para penguasa pribumi kala itu.
“Orang-orang Cina datang ke Kalbar untuk satu misi, menambang emas. Ada 20 ribu orang Cina yang datang dan menambang emas di sana. Terorganisir dalam 14 kongsi dagang. Salah satunya adalah kongsi dagang Lanfang (bukan republik… sesuatu yang belum dikenal pada masa itu di dunia) yang kemudian mendapatkan wilayah otonomi khusus dari penguasa setempat,” kata tokoh aktivis nasional, Sri Bintang Pamungkas, Jakarta, Selasa (1/7/2017).
Ia menjelaskan, pasang surut hubungan kongsi-kongsi Cina tersebut dengan ketiga penguasa, bahkan beberapa kali terjadi konflik disertai dengan pembangkangan.
“Permasalahan makin runyam saat Belanda masuk (Portugis dan Inggris sudah masuk ke Jawa). Politik adu domba dilakukan. Belanda mencoba mendekati para Sultan dan menguasai tambang. Sebagian besar Cina kemudian berpindah ke wilayah lain, bahkan ada yang pulang ke Cina,” kisahnya.
Selanjutnya, terkait adanya desas desus yang menyebutkan Sintang diproyeksikan sebagai ibukota baru Indonesia memang masih belum, bahkan tidak terdengar . Namun, wacana pemerintahan Joko Widodo yang hendak memindahkan ibukota negara telah memunculkan beragam spekulasi. Dan nama daerah paling santer adalah Palangkaraya, Kalimantan Tengah (Kalteng). Palangkaraya isu paling kuat berhembus ke ranah publik.
“Terkait rencana pemindahan ibukota ke Sintang saya tidak pernah tahu. Setahu saya ke Malang atau Palangkaraya. Di jaman Bung Karno, kedua kota itu pernah disebut-sebut sebagai ibukota,” imbuhnya.
Namun, Sri Bintang Pamungkas tak menampik soal wacana pemerintahan Jokowi itu. Ia bahkan mengendus adanya tekanan para pengembang reklamasi yang terancam gagal beroperasi di Teluk Jakarta.
Baca: Republik Cina di Kalbar, Kisah ‘Negara dalam Negara’
“Mungkin karena tekanan para pengembang reklamasi yang terancam gagal beroperasi di teluk Jakarta, atau karena di Kalbar banyak Cina-nya, maka ada yang mengusulkan. Prayogo Pangestu kabarnya berasal dari sana. Tapi agaknya itu semua cuma siasat untuk diam-diam menyiapan Meikarta. Mana pun yang mereka (mafia-mafia Cina ini) rencanakan, tidak terlepas dari upaya untuk menempatkan Ahok, atau yang seperti dia menjadi Gubernur DKI,” kata dia.
Sekadar informasi, Prayogo Pangestu adalah seorang pengusaha kenamaan dan pendiri Barito Group. Ia disebut Sang Raja Kayu. Taipan Per-kayu-an terbesar di Indonesia sebelum krisis ekonomi 1997. Tahun 2016, Majalah Forbes mencatat kenaikan kekayaan Pangestu paling besar karena menguatnya harga saham PT Barito Pacific Tbk (BRPT) mencapai 1.000 persen. Menurut Forbes, pada tahun 2017 kekayaan Prayogo Pangestu senilai 2,2 miliar USD.
Prayogo Pangestu adalah pria kelahiran Sambas, Kalimantan Barat, 13 Mei 1944. Ia lahir dengan nama Phang Djoem Phen. Adapun karya-karya Prayogo Pangestu di antaranya Pendiri Pabrik Chandra Asri di Cilegon, Banten, 1990; Pendiri Bank Andromeda, 1990; Presiden PT Chandra Asri, 1990-1999; Presiden Komisaris PT Tripolyta Indonesia Tbk serta Pendiri PT Barito Pacific Lumber, 1977.
Terlepas dari itu, tak ada data resmi yang menyebutkan berapa jumlah warga Tionghoa (Cina) di Kalbar. Tapi berdasarkan sensus pada tahun 2000 silam dilaporkan masyarakat Tionghoa di Kota Pontianak lebih mendominasi dengan presentasi 31,2 persen, Melayu 26,1 persen, Bugis 13,1 persen, dan Jawa diangka 11,7 persen.
Hebatnya, menurut data Bappeda Pemkot Singkawang tahun 2003, orang-orang Tionghoa yang berada di kota Singkawang berjumlah sekitar 51 persen dari jumlah penduduk kota terbesar kedua Kalbar itu. Bahkan, Singkawang telah terkenal dengan sebutan kota Amoi.
Editor: Eriec Dieda