Ekonomi

Silang Sengkarut Kasus Beras ‘Premium’

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Silang Sengkarut Kasus Beras ‘Premium’. Satgas Pangan dalam pengrebekannya menyebut PT Indo Beras Unggul (IBU) diindikasikan telah melakukan dua kesalahan. Pertama, diklaim karena telah melakukan praktik bisnis tidak sehat. Kedua, melakukan kebohongan karena telah mengoplos beras.

Dikatakan tidak sehat, karena PT IBU membeli beras (padi) dari petani dengan harga jauh di atas yang ditentukan Bulog. Dimana PT IBU membeli gabah dari petani seharga Rp4.900/kg. Sementara pemerintah menetapkan harga dikisaran Rp3.700/ kg. Dampaknya, kata pemerintah mengakibatkan perusahaan lain tidak bisa membeli dengan harga tinggi.

Ada kecurigaan dari pemerintah, bahwa PT IBU meraup keuntungan besar dari usaha beras premium tersebut. Dari segi kualitas, Menteri Pertanian Amran Sulaiman beras yang disebut ”premium” kata dia berjenis IR 64. Yang diklaim sebagai ”beras bersubsidi”.

Menanggapi hal itu, Anggota DPR RI Komisi IV Andi Akmal Pasluddin (24/7) menyebut penyajian data tentang beras oleh pemerintah, baik pemikiran tentang subsidi, tentang HET, tentang serapan beras dan produksi beras semua janggal dan tidak masuk akal.

Baca Juga:  Kapal Cepat Sirubondo-Madura di Rintis, Ekonomi Masyarakat Bisa Naik

“Semua argumen pemerintah tidak masuk akal tentang beras. Tidak dapat dipertanggungjawabkan baik secara ilmiah maupun politis,” ucap Andi Akmal.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Viva Yoga Mauladi (23/7) mengaku meragukan pernyatan Mentan terkait jenis beras IR 64 yang disubsidi pemerintah. Menurutnya, selama ini tidak ada kebijakan pemerintah yang menetapkan beras IR 64 diberikan subsidi.

“Sejak kapan beras IR 64 ini disubsidi pemerintah? Setahu saya tidak ada tuh klausul pemerintah mensubsidi beras IR 64,” ujar Viva Yoga.

Dirinya menambahkan soal IR 64, sebenarnya sudah tidak ada lagi penjual benih IR 64 semenjak diganti dengan varietas lain. Sekalipun ada, itu pun sedikit. “Apakah benar saat ini masih ada beras IR 64? Siapa saja penjual benihnya? Bukankah sudah diganti dengan varietas lain yang lebih baru seperti Ciherang, Mekongga, Inpari dan lain-lain?” terangnya.

Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 17