NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Anggota Komisi XI DPR RI, Heri Gunawan, mengungkapkan bahwa hingga saat ini, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati (SMI) belum melakukan terobosan-terobosan yang signifikan.
Menurut Heri, satu-satunya inovasi yang dilakukan Sri Mulyani adalah memotong anggaran hingga lebih dari 10% hingga banyak proyek di daerah-daerah yang tertunda.
“Dalam hal menghadirkan postur APBN yang kredibel, sebagaimana janjinya selama ini, SMI belum membuktikan secara meyakinkan,” ungkapnya kepada wartawan, Jakarta, Jum’at (5/5/2017).
Sebagai bukti Sri Mulyani belum melakukan apa-apa, Heri pun menyebutkan, pertama SMI belum bisa melepaskan pengelolaan fiskal dari utang. “Saya mencium ada aroma tersebut, dan itu berarti sama saja tidak ada inovasi. Kita tahu, bahwa utang tidak menyehatkan. Menempuh jalan berutang adalah ancaman terjadinya guncangan keuangan. Kasarnya, pemerintah gali lobang untuk tutup lobang,” ujarnya.
Kedua, Heri mengatakan, Sri Mulyani belum bisa melepaskan pengelolaan fiskal dari ketergantungan terhadap Surat Berharga Negara (SBN). Menurut Heri, gemuknya SBN tersebut dapat memberi ancaman baru bagi keuangan negara.
“Kita tahu, kontribusi SBN terhadap total pembiayaan utang rata-rata mencapai 101,8% per tahun. Sedangkan terhadap total pembiayaan anggaran mencapai 103,3% per tahun (RAPBN 2017). Kecanduan yang berlebih terhadap SBN tersebut sudah pasti akan meningkatkan risiko fiskal,” katanya.
Ketiga, Heri menuturkan, Sri Mulyani masih berkutat dengan pembayaran bunga utang yang telah mencapai Rp221,2 triliun pada tahun 2017. Artinya telah terjadi kenaikan 15,8% dari target APBNP 2016 sebesar Rp191,2 triliun. Jumlah itu setara dengan 40% alokasi belanja non Kementerian/Lembaga.
“Dengan begitu, maka sepertinya kita tidak bisa berharap banyak untuk pencapaian program pencapaian kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi riil dari cara-cara pengelolaan fiskal seperti itu. Buktinya, uang hanya habis untuk membayar utang yang semakin bertumpuk,” ungkapnya.
Keempat, lanjut Politisi dari Partai Gerindra itu, belum ada terobosan dan inovasi atas jeratan defisit anggaran yang makin menganga lewat kebijakan fiskal yang kredibel.
“Kita tahu, dalam kurun lima tahun terakhir, realisasi defisit anggaran cenderung meningkat. Penyebabnya, rata-rata realisasi belanja tumbuh di kisaran 5%, sementara realisasi pendapatan negara hanya tumbuh kisaran 3%. Pada APBN 2017, Pemerintah kembali menaikkan defisit anggaran sebesar 12,9% menjadi Rp330,2 triliun atau mencapai 2,41% PDB,” ujarnya.
Yang paling mengkhwatirkan, Heri menambahkan, dengan melihat realisasi fiskal sepanjang 2016 lalu, diperkirakan defisit akan meningkat menjadi 2,7% terhadap PDB. “Ini adalah tragedi bagi keuangan nasional kita,” katanya.
Pewarta: DM | Rudi Niwarta
Editor: Achmad Sulaiman