Ekonomi

RUU Perkoperasian Sudah Disusupi Kepentingan Pribadi

RUU Perkoperasian Sudah Disusupi Kepentingan Pribadi

Oleh: Suroto, Penulis adalah Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES)

Panitia Kerja Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat ini sedang berusaha untuk menuntaskan RUU Perkoperasian. Di akhir masa periode kerja ini ditargetkan akan dibawa ke sidang paripurna untuk disyahkan.

Tapi substansi dari draft RUU yang ada ternyata sudah banyak yang menyimpang dari prinsip penyusunan UU Perkoperasian yang baik. Bahkan RUU Perkoperasian yang ada sudah disusupi kepentingan pribadi.

Pasal tersebut adalah mengenai pengaturan Dewan Koperasi Indonesia (DEKOPIN).

Di RUU yang ada diatur sampai dengan masalah periodesasi organisasi ini agar jabatan Ketua Umum itu bisa sampai tiga periode.

Padahal, mengenai DEKOPIN sendiri seharusnya tidak perlu disebut di UU. Dalam UU itu cukup merekognisi bahwa koperasi dapat membangun organisasi gerakanya sendiri secara sukarela dan otonom serta mandiri. Di draft RUU yang ada sudah sangat keterlaluan sekali.

Draft RUU yang ada mengalami kemuduran dan akan berpotensi merusak dinamisasi gerakan koperasi. DEKOPIN disebut sebagai “wadah tunggal gerakan koperasi”, lalu diwajibkan didanai dari sumber keuangan negara.

Baca Juga:  Layak Dikaji Ulang, Kenaikan HPP GKP Masih Menjepit Petani di Jawa Timur

Penyusunan UU Koperasi yang baik itu seharusnya hanya cukup mengatur tiga hal prinsip yang penting. Pertama memberikan rekognisi ( pengakuan) terhadap prinsip dan nilai koperasi yang salah satunya adalah otonomi dan kemandirian.

Kedua memberikan distingsi atau pembedaan terhadap koperasi. Seperti misalnya soal pajak koperasi. Di negara lain seperti Singapura misalnya, koperasi diberikan tax free (pembebasan pajak) untuk pajak badan karena mereka itu sudah jalankan prinsip pajak itu sendiri, yaitu jalankan keadilan dalam membagi pendapatan dan kekayaan.

Padahal satu koperasi NTUC Fair Price itu di Singapura sudah menguasai pasar ritel sampai 74 persen tetap saja diberikan tax free. Pernah diprotes oleh korporasi ritel disana dan pemerintah menjawabnya cukup tegas, kalau mau mendapat pembebasan pajak seperti koperasi tinggal robah saja jadi koperasi. Pada akhirnya protes reda karena mereka memang tidak punya argumen filosofi.

Koperasi mereka cukup menyetor 5 persen dari surplus ke lembaga yang disebut Co-operative Development Fund dan dikembalikan ke gerakan lagi dalam bentuk biaya dukungan riset, pendidikan dan pelatihan, libby bisnis dan lain sebagainya.

Baca Juga:  Peduli Sesama, Mahasiswa Insuri Ponorogo Bagikan Beras Untuk Warga Desa Ronosentanan

Di Filipina, selain pembebasan pajak malahan diberikan insentif pajak lainya apabila mereka import barang modal melalui koperasi dan mampu tunjukkan faktur yang dicap bea cukai. Ini untuk mendukung industri rumah tangga basis koperasi.

Regulasi soal ekonomi kita itu dalam kajian kami sebetulnya dalam level “unfriendly”, tidak bersahabat terhadap koperasi. Indikatornya, harusnya yang dibedakan malah disamakan dan yang harusnya disamakan malah dibedakan.

Saol yang harusnya disamakan itu misalnya adalah perlakuan di sektor moneter. Koperasi dilempar jauh dari regulasi moneter dan perbankkan. Kemudian contoh lain, koperasi tidak diberikan kesempatan untuk menjadi badan hukum BUMN. Padahal di Amerika itu namanya listrik, rumah sakit banyak yang dikelola koperasi. Seperti misalnya koperasi National Rural Elextricity Cooperative Association (NRECA) yang dimiliki pelangganya dan aktif di 51 negara bagian.

Badan hukum koperasi dibuat semacam “enclave” atau barang asing dan sengaja dilempar jauh dari lintas bisnis modern. Tidak diberikan persamaan kesempatan seperti badan hukum perseroan. Didiskriminasi, dan bahkan banyak UU soal ekonomi kita mengeliminir koperasi.

Baca Juga:  Sekda Nunukan Hadiri Sosialisasi dan Literasi Keuangan Bankaltimtara dan OJK di Krayan

Prinsip pokok UU Koperasi yang baik ketiga adalah soal perlindungan. Koperasi harus dilindungi dari upaya perusakan terhadap citra koperasi. Sehingga UU Koperasi itu harus tegas berikan sanksi kepada rentenir yang berbaju koperasi atau koperasi abal-abal. Ini juga agar masyarakat tidak terus jadi korban penipuan berkedok koperasi yang membuat masyarakat tidak suka koperasi.

Dalam soal regulasi koperasi ada aksioma, apabila UU nya itu buruk sebetulnya tidak perlu ada UU Koperasi. Ada banyak negara yang tidak punya UU koperasi tapi koperasinya bagus dan bertumbuh kuat. (*)

Related Posts

1 of 3,050