Mancanegara

Rusia dan Cina Mulai Mendobrak Dominasi Dolar Amerika

Rusia dan Cina Mulai Mendobrak Dominasi Dolar Amerika
Rusia dan Cina Mulai Mendobrak Dominasi Dolar Amerika

NUSANTARANEWS.CO – Memasuki dekade kedua abad 21, Rusia dan Cina mulai mendobrak dominasi dolar Amerika – menyusul seruan pemimpin Libya Muammar Qaddafi yang pada 2009 menjabat sebagai Presiden Uni Afrika untuk melakukan de-dolarisasi dengan penggunaan mata uang tunggal Afrika: “Dinar Emas” yang independen dari dolar Amerika Serikat (AS) – sehingga alarm tanda bahaya langsung berbunyi mengguncang Wall Street.

Seruan pemimpin Libya untuk menciptakan aliansi mata uang tunggal Afrika tersebut sebagai sarana utama pembayaran transaksi perdagangan minyak dan sumber daya alam lainnya langsung mendapat pujian dan dukungan penuh dari Presiden Tunisia Zainal Abidin bin Ali dan Presiden Mesir Husni Mubarak.

Gagasan besar de-dolarisasi Qaddafi tersebut pada saat yang bersamaan menjadi mimpi buruk bagi para elit keuangan Barat.

AS yang merasa kepentingan nasionalnya terancam langsung bergerak cepat berupaya menggagalkan rencana Qaddafi tersebut. Hal itu diungkapkan oleh Frederick William Engdahl seorang peneliti ekonomi, sejarawan dan jurnalis Amerika yang tinggal di Jerman dalam artikelnya di New Eastern Outlook, “Bahwa Qaddafi harus dilenyapkan.”

Baca Juga:  Rezim Kiev Terus Mempromosikan Teror Nuklir

Persis sama ketika Presiden Sadam Hussein menyerukan pembayaran minyak Arab menggunakan Euro, alarm pun berbunyi. Saddam Hussein harus disingkirkan. Serangan militer pun dilancarkan ke Irak untuk menyingkirkan Saddam Hussein. Tanpa perlu alasan.

Seperti diketahui, Qaddafi pun akhirnya dibunuh oleh tangan koalisi imperialis-teroris menyusul tewasnya Presiden Ben Ali di Tunisia dan jatuhnya Presiden Mesir Husni Mubarak yang dikenal dengan peristiwa Arab Spring.

Kini seruan de-dolarisasi semakin menguat dipimpin oleh Rusia dan Cina yang menantang hegemoni moneter AS. Bahkan negara-negara Afrika mulai berspekulasi bergabung dengan Rusia, Cina, India dan Uni Eropa dalam “De-Dolarisasi” perdagangan minyak.

Rusia sudah bertransaksi minyak dalam Rubel dan telah mengembangkan perdagangan tersebut sejak 2015 sebagai akibat dari sanksi yang dikenakan oleh AS dan sekutunya.

Demikian pula Cina yang akhirnya meluncurkan kontrak berjangka minyak dengan Yuan. Sehingga “petroyuan” menjadi nyata menantang dominasi “petrodollar”. Ditambah dengan adanya konsensus beberapa negara Afrika untuk lebih banyak menggunakan Yuan di kawasan Afrika.

Baca Juga:  Rezim Kiev Wajibkan Tentara Terus Berperang

Bahkan Uni Eropa (UE) telah membuat pengaturan baru-baru ini untuk menyelesaikan perdagangan minyak Iran dalam Euro sebagai akibat penarikan Washington dari kesepakatan nuklir Iran.

Kemudian, India juga telah menyetujui kesepakatan untuk membayar minyak Iran dalam Rupee karena kedua negara berusaha untuk melewati tekanan ekonomi AS di Teheran.

Sebagai informasi belakangan ini Cina telah menjadi pembeli minyak terbesar dunia, disusul AS dan India. AS membeli sekitar US$ 110 miliar minyak setiap tahun. Cina dan India membeli hampir US$ 200 miliar. Uni Eropa termasuk Inggris membeli US$ 200 miliar.

Direktur Eksekutif Macroeconomic and Financial Management Institute of Eastern and Southern Africa (MEFMI) Caleb Fundanga dalam sebuah forum para ahli keuangan pada awal pekan ini mengatakan bahwa ada kebutuhan untuk menggunakan Yuan Tiongkok sebagai mata uang cadangan karena Cina sedang berperan dalam ekonomi mereka.

Forum ini dihadiri oleh wakil gubernur bank sentral dan wakil sekretaris tetap keuangan dari 14 negara yang termasuk dalam MEFMI.

Baca Juga:  Drone AS Tidak Berguna di Ukraina

“Seperti cara kami menggunakan Dolar (AS) dan Euro, kami ingin menggunakan mata uang Cina lebih banyak dalam transaksi kami karena itu menguntungkan kami,” kata Fundanga.

MEFMI berpendapat bahwa sebagian besar cadangan negara di kawasan ini diinvestasikan dalam Dolar AS, namun komposisi mereka tidak sejalan dengan pergeseran besar dalam tren ekonomi dunia. Ini terutama karena Cina dan India terus membentuk tren ekonomi global karena mereka menjadi mitra dagang utama bagi kawasan ini.

Negara-negara MEFMI terdiri dari Angola, Botswana, Burundi, Kenya, Lesotho, Malawi, Mozambik, Namibia, Rwanda, Swaziland, Tanzania, Uganda, Zambia dan Zimbabwe.

Kini de-dolarisasi terus berjalan yang dipicu oleh Rusia dan Cina menyusul Euro. Apakah proses de-dolarisasi dapat dihentikan?(as)

Related Posts

1 of 3,050