HukumPolitik

PT Hanya Ciptakan Tradisi Mengemis dan Politik Transaksional

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – PT Hanya Ciptakan Tradisi Mengemis dan Politik Transaksional. Dengan mengacu hasil putusan MK Nomor 14 Tahun 2013 tentang pemilu serentak 2019, menurut Pengajar Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Gugun El Guyanie penggunaan ambang batas 20 persen seta menggunakan acuan pemilu 2014 dianggap menyalahi aturan.

Sebaliknya, presidential threshold (PT) 20-25 persen dan parliamentary threshold 4 persen dalam Paket A isu krusial RUU Pemilu hanya akan menggiring negara pada rezim oligarki partai politik (parpol) dan koalisi yang pragmatis. Artinya hanya sekedar soal bagi-bagi kekuasaan dan mencari jatah menteri dan mendukung calon yang kuat.

“Saya kira itu koalisi yang sangat pragmatis. Bukan koalisi yang mendukung kuatnya sistem presidential.  Kemudian presidential threshold 20 persen ini dampaknya parpol akan semakin punya bergaining yang kuat. Partai politik punya harga yang sangat mahal,” kata Gugun saat dikonfirmasi Nusantaranews.

Artinya lanjut dia, seorang calon presiden sekuat apapun kalau dia hanya didukung oleh 15 atau 18 persen kursi parlemen, ia harus mencari, bahkan mengemis-ngemis dua persen ke partai-partai kecil lain.

Baca Juga:  Polres Pamekasan Sukses Kembalikan 15 Sepeda Motor Curian kepada Pemiliknya: Respons Cepat dalam Penanganan Kasus Curanmor

“Seorang calon presiden akan semakin kesulitan. Jadi ini putusan atau sidang paripurna yang menyepakati 20 persen presidential threshold memposisikan bergaining yang paling kuat adalah partai politik,” ujarnya.

Dampaknya, kata Sekretaris LPBH PWNU Daerah Istimewa Yogyakarta ini, presiden akan membayar dengan sangat mahal. Membayar dalam arti ada konspirasi kesepakatan-kesepakatan politik pada level yang sangat tinggi. Bahkan sangat tidak rasional.

“Misalnya partai politik yang punya 3 persen mau menggenapi seorang calon presiden. ‘Tiga persen ini akan saya dukung, akan saya sumbangkan agar genap 30 persen’ tetapi minta jatah menteri misalnya, atau misalnya komisaris-komisaris BUMN harus dari partai saya, titipan untuk lembaga negara seperti KPK, Komnas dan sebagainya. Itu sangat memungkinkan,” bebernya.

Dengan kata lain, role model berpolitiknya adalah politik transaksional. Bahkan, lanjunya akan mengarah pada oligarki partai politik. “Sekali lagi partai politik, saat ini sangat berada di atas angin. Kalau ini benar-benar mulus tidak ada gugatan ke Mahkamah Konstitusi,” ungkap Gugun.

Baca Juga:  DPRD Nunukan Akan Perjuangkan 334 Pokir Dalam SIPD 2025

“Tapi mudah-mudahan MK masih konsisten pada putusan empat tahun yang lalu. Ketika uji materi undang-undang pemilu yang lama, sehinga mudah-mudahan konsistensi pada putusan yang dulu itu dipegang kembali oleh majelis MK. Angka 20 persen sesungguhnya sudah tidak lagi relevan dan sudah tidak bisa dipakai lagi,” tegasnya.

Pewarta/Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 14