Presiden Jokowi – Blok Masela dan Blok BMG di Australia
NUSANTARANEWS.CO – Presiden Jokowi sangat antusias menyambut disetujuinya Rencana Pengembangan atau Plan of Development (POD) Lapangan gas Abadi di Blok Masela. Indonesia sangat membutuhkan enerji dengan jumlah yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri, Net Importir dengan gap yang terus membesar sangat membebani Indonesia. Terjadi defisit neraca Indonesia yang utamanya terjadi karena harus impor minyak dalam jumlah yang sangat besar. Sentilan Presiden Jokowi ke Menteri ESDM Jonan dan Menteri BUMN Rini Sumarno mengenai semakin tingginya impor minyak Indonesia, tidak mudah untuk dipecahkan. Bisa jadi setiap rapat kabinet sentilan Presiden akan berlanjut, peningkatan Produksi minyak yang menjadikan Indonesia tidak sebagai negara importir minyak dalam jumlah yang besar tidak dapat diatasi hanya dalam waktu 1 atau dua tahun.
Presiden Jokowi mengklaim projek gas Blok Masela merupakan projek yang terbesar selama ini di Indonesia dan akan menyerap tenaga kerja Indonesia dalam jumlah yang sangat banyak, mencapai ratusan ribu orang. Tercatat biaya pengembangan lapangan gas di Blok Masela mendekati angka 20 miliar USD, apabila ditambahkan dengan biaya awal seperti biaya mendapatkan blok migas, biaya studi eksplorasi hingga pemboran sumur eksplorasi yang berhasil menemukan lapangan gas, tentunya biaya yang harus dikeluarkan oleh Perusahaan migas Pemegang Konsesi atau Wilayah Kerja Pertambangan di Blok Masela sangat besar.
Dimanakah Blok Masela?
Lapangan gas Abadi secara geologi terletak di “Australian Margin offshore” meskipun secara geologi Blok Masela terletak di Australia plate atau lempeng Australia, Indonesia beruntung Lapangan gas tersebut terletak di wilayah teritorial Indonesia dan “menempel” di utara perbatasan Indonesia-Australia atau masuk di wilayah NKRI.
Seperti halnya kebanyakan temuan minyak dan gas di Bumi di Australia, reservoir temuan di Lapangan Abadi di Blok Masela terletak di Plover Formation yang berumur Yura atau Yurasic (Pra-Tersier) yang terletak dikedalaman sekitar 3500 m lebih dari dasar laut. Cadangan gas yang akan dikembangkan di Lapangan Abadi besarnya sekitar 10 Tcf, tidak mudah menemukan gas dengan cadangan yang besar saat ini di Indonesia. Produksi minyak dan gas bumi semakin turun, konsumsi semakin meningkat namun temuan minyak dan gas bumi semakin kecil dan sedikit. Tercatat lifting minyak bumi dari sekitar 1.300.000 bopd pada tahun 1999 menjadi hanya sekitar 750.000 bopd pada tahun 2019 atau turun 43% dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Masih berapa tahunkah Indonesia mempunyai Produksi dan Lifting minyak bumi? Pertanyaan yang menggelitik masyarakat Indonesia saat ini.
Fenomena Temuan Lapangan Gas Abadi
Bisnis usaha hulu atau dikenal sebagai Upstream Business Development adalah bisnis yang membutuhkan teknologi tinggi, biaya besar dan waktu yang relatif sangat lama. Meskipun di negaranya tidak ditemukan cadangan Migas, namun Inpex (Japan Oil Company) telah belajar dengan waktu yang sangat lama dan “menerus” dalam Teknis – Bisnis usaha Hulu perminyakan. Saat ini lahan operasi Inpex telah menyebar di seluruh dunia, baik sebagai Pemegang Participating Interest (PI) atau Hak Kelola minoritas hingga Pemegang PI mayoritas dan sebagai Operator. Proses pembelajaran berjalan bagus dan berkelanjutan, kestabilan politik Jepang mendukung semakin besarnya Inpex sebagai International Oil Company.
Baca Juga: Indonesia Sudah Ketergantungan Import Minyak Sebesar 1,8 Juta Bph
Dalam projek gas skala besar dengan bentuk LNG, tercatat Inpex sebagai Pemegang PI di LNG Blok Mahakam (sebelum diambil alih Pertamina) dan di LNG Tangguh berpartner dengan BP. Diketahui di Blok Masela Inpex sebagai Pemegang PI 100% (sebelumnya dengan Shell) dan Operator, usaha mendapatkan projek yang dikagumi Presiden Jokowi dan rakyat Indonesia itu membutuhkan usaha yang keras, teknologi yang tinggi, biaya yang besar dan waktu yang sangat lama. Penemuan Lapangan gas Abadi terjadi pada tahun 2000, Rencana Pengembangan Lapangan atau POD baru diselesaikan setelah 19 tahun dan gas mengalir diperkirakan pada tahun 2027 atau setelah 27 tahun atau lebih dari 30 tahun setelah Inpex mengelola Blok Masela.
Bagaimana Dengan Pertamina Dan Indonesia?
Semenjak diundangkan UU No. 21 Tahun 2001 dimana kekuasaan dan manajemen pengelolaan bisnis migas Indonesia terpecah menjadi 3 dari Pertamina sebagai penguasa tunggal menjadi Kementerian ESDM, BPMIGAS yang sekarang menjadi SKKMIGAS dan Pertamina, yang menjadi sangat sulit adalah Proses pembelajaran dan Continuous Learning dalam pengelolaan industri dan pengembangan usaha hulu migas. Tidak mudah menyatukan dan mengintegrasikan pengelolaan dan bisnis migas di Indonesia. Kondisi multi partai juga harus diakui mempersulit proses pembelajaran yang menerus dan berkelanjutan di Indonesia, setiap pergantian Kepemimpinan di Indonesia selalu ditandai dengan bergantinya para Pejabat di Kementerian ESDM, SKKMIGAS, PERTAMINA dan BUMN. Salah satu yang kentara adalah bergantinya Dirut Pertamina yang sangat cepat dalam 12 tahun terakhir (sejak Sekitar tahun 2007) atau 6 tahun setelah diberlakukannya UU MIGAS NO. 22 Tahun 2001. Salah satu hal yang menarik lagi adalah para Pejabat Pimpinan Pertamina bukan hanya berasal atau ekspertis dalam pengelolaan dan bisnis Migas.
Pertamina sebagai National Oil Company telah mengembangkan usaha hulu melalui Merger & Acquisition sejak tahun 2007, dengan maksud meningkatkan cadangan minyak dan gas bumi tidak ada pilihan lain Pertamina mencari dan membeli Blok Migas di dalam negeri dan luar negeri.
Dengan berbekal pengetahuan geologi dan perminyakan di Indonesia Timur, seperti di Blok Migas Berau, Muturi, Wiriagar yang memasok gas di LNG Tangguh dan temuan lapangan migas lainnya di Indonesia Timur, pada tahun 2009 menindak lanjuti tawaran penjualan PI di Blok BMG Australia. Tentu saja target utama pengembangan usaha hulu di Australia adalah mencari dan mengembangkan temuan lapangan gas. Australia dikenal sangat kaya dengan cadangan gas bumi, saat ini tahun 2019 Australia adalah negara pengekspor LNG terbesar di dunia (mengalahkan Qatar dan lainnya).
Blok Basker, Manta dan Gummy (BMG) di Gipsland Basin Australia
Dengan usaha keras meningkatkan cadangan migas dari luar negeri untuk meningkatksn ketahanan enerji Indonesia dan menuju World Class Oil Company tentu saja tawaran untuk memperoleh dan membeli Hak Kelola atau Participating Interest di Blok migas di Australia sangat menarik.
Diketahui Blok BMG terletak di Gipsland Basin offshore selatan Australia, Gipsland basin dikenal sebagai basin atau cekungan geologi yang paling kaya ditemukan lapangan minyak dan/atau gas bumi di Australia.
Dalam analisa yang dilakukan oleh Pertamina pada tahun 2009, Blok BMG sangat ideal sebagai sasaran “First Entry” pengembangan usaha hulu di Australia.
Blok BMG yang Sangat Menarik
Beberapa hal yang menarik dari Blok BMG sebagai target pengembangan usaha hulu di Australia diantaranya adalah:
- Telah ditemukan dan diproduksikan minyak dan gas bumi dari Lapangan minyak Basker dan dari beberapa sumur di Lapangan gas Manta
- Penemuan Cadangan minyak dan gas yang telah di sertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi perhitungan cadangan yang dikenal dan diakui dunia
- Terdapat potensi eksplorasi minyak dan gas bumi dalam Jumlah cadangan (prospective resources) yang besar
- Terdapat market dan pembeli gas di daratan Selatan dan Timur Australia
- Telah dibangun Gas Infrastructure di daratan Australia selatan, Orbost Gas Plant telah dibangun pada tahun 2003. Apabila ditemukan lapangan gas baru, Orbost Gas Plant dapat di ekspansi atau diperbesar kapasitasnya
- Perusahaan yang menawarkan Penjualan PI Di Blok BMG adalah perusahaan yang tercatat dan listed di bursa saham Australia atau Australian Stock Exchange.
- Perusahaan Pemegang PI lain Selain Operator adalah Perusahaan International yang dikenal di dunia, yaitu Sojitz dan Itochu yang masing-masing memiliki PI 10%.
Penawaran penjualan PI minoritas sebesar 10% hingga 20% adalah menarik sebagai First Entry Pertamina masuk dalam bisnis hulu di Australia, berangkat atau diawali sebagai Pemegang minoritas PI tentunya akan berkembang dan dilanjutkan sebagai Pemegang mayoritas PI dan Operator Blok Migas di Australia. Suatu strategies dan rencana jangka panjang yang umum dilakukan oleh International oil company di dunia.
Benarkah Blok BMG Akan Menjadi Lebih Besar dari Blok Masela?
Pada saat Pertamina farm in dengan membeli PI 10% di Blok BMG, telah diproduksikan lapangan minyak Basker selama 3 tahun dengan Produksi rata-rata 6000 bopd dan Produksi maksimal mencapai 9000 bopd. Cadangan minyak Basker yang telah disertifikasi sebesar 18 mmbo, selain terdapat cadangan minyak di lapangan Basker, terdapat temuan cadangan gas Manta sebesar 1 Tcf (Contingent Resources). Keberadaan cadangan minyak dan gas bumi yang sudah Proven atau Terbukti, terdapat potensi lapangan gas dan minyak baru di Blok BMG (Prospective Resources).
Pemilik100% dan operator Blok BMG saat ini sangat bangga dengan Potensi eksplorasi yang terdapat di Blok BMG, Prospek Manta Deep yang terletak 1000 m lebih dalam dari temuan lapangan gas Manta mempunyai cadangan atau Prospective Resources sebesar (P50) 5.26 Tcf atau (P10) 10.5 Tcf dan Prospek Chimaera East (P50) sebesar 2 Tcf. Disamping terdapat 2 prospek eksplorasi, di Blok BMG masih terdapat potensi eksplorasi lain yang memberi harapan ditemukan lapangan minyak dan gas baru di Blok BMG.
Nasib Pertamina Dan Kelanjutan Pengembangan Usaha Hulu
Tidak disangka-sangka hanya dalam waktu kurang satu bulan setelah Akuisisi, Komisaris Pertamina pada waktu itu melalui Memorandum 23 Juni 2009 memerintahkan PI 10% yang baru saja di akuisisi untuk dilakukan divestasi.
Celakanya dengan dasar memorandum dari Komisaris, Anak Perusahaan Pertamina PT. PHE (Pertamina Hulu Energy) membuat keputusan Nilai atau Value Blok BMG di impairment menjadi nol USD atau dilakukan write off pada Laporan Keuangan Konsolidasi Laba Rugi PT. PHE tahun 2009. Keputusan penghapusan investasi oleh PT. PHE berlanjut ke proses divestasi hingga pelepasan (withdrawal) dimana Pertamina Gagal mendapatkan uang dan/atau kompensasi dalam bentuk apapun. Pertamina menjual dan melepas PI pada saat harga minyak lebih dari 100 USD per barrel tetapi Gagal mendapatkan uang?
Nasib Tim Pengembangan Usaha Pertamina dan Kelanjutan Pengembangan Usaha Pertamina
Meskipun tidak ada aliran uang haram dan tindakan korupsi dalam akuisisi PI di Blok BMG serta akuisisi telah di audit oleh BPK dengan hasil wajar dan tidak ditemukan kerugian keuangan negara, tetap saja Akuisisi disalahkan merugikan keuangan negara dan dituduh melakukan Korupsi. Sebuah Kantor Akuntan Publik (KAP) Drs. Soewarno Ak yang tidak profesional, tidak mengerti Bisnis Hulu Migas dan tidak mengerti Standar Perhitungan Kerugian Keuangan Negara telah melakukan tindakan Malpraktek dengan menghitung dan menuduh Akuisisi menyebabkan Kerugian Keuangan Negara. Dengan mengabaikan LHP BPK, KAP dari Tangerang tersebut dengan sesuka hati menghitung kerugian keuangan negara dengan prosedur yang dibuat sendiri.
Tuntutan hingga vonis pengadilan yang mengacu perhitungan kerugian dari KAP dari Ciputat Tangerang, tentu saja menjadi penzoliman bagi personil Pertamina yang dengan susah payah memenangkan tender penjual PI di Blok BMG dan mengembangkan bisnis hulu Pertamina.
Pertamina telah mencoba mempelajari (lesson learned) yang terjadi dalam kasus Blok BMG, tentunya penzoliman di kasus Blok BMG akan menjadi traumatik yang berkepanjangan bagi Pertamina dan karyawannya.
Usaha mendapatkan cadangan minyak dan gas bumi dengan ekonomis saja tidak mudah, apalagi dibayangi dengan kemungkinan terjadi kriminalisasi. Memang sudah menjadi Nasib Indonesia sebagai negara importir yang berkepanjangan, bermimpi Pertamina menjadi sponsor Formula 1 dan MotoGP pun tidak berani.
Semoga Indonesia sebagai negara importir minyak menjadi agenda dalam setiap rapat atau Sidang Kabinet yang dipimpin Presiden Jokowi hingga semua rakyat Indonesia tersenyum dan bersujud Indonesia sebagai negara eksportir migas. Pertamina sebagai National Oil Company mempunyai cadangan dan Produksi Migas di seluruh dunia, kapan akan terjadi?
*Bayu Kristanto, Penulis Adalah Pengamat Perminyakan, Eks Karyawan Pertamina dan BPMIGAS.