Berita UtamaEkonomiPolitikTerbaru

Indonesia Sudah Ketergantungan Import Minyak Sebesar 1,8 Juta Bph

Indonesia Sudah Ketergantungan Import Minyak Sebesar 1,8 Juta Bph
Indonesia Sudah Ketergantungan Import Minyak Sebesar 1,8 Juta Bph/Ilustrasi Industri Minyak.

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Indonesia sudah ketergantungan import minyak sebesar 1,8 juta bph. Padahal Indonesia memiliki beragam sumber daya alam (SDA) yang sangat melimpah. Minyak hanyalah salah satunya. Masalahnya, minyak adalah sumber energi utama dunia yang belum tergantikan hingga saat ini – jadi wajar saja bila menjadi rebutan negara-negara maju untuk menguasainya.

Dalam konteks strategis inilah pemerintah Indonesia harus memiliki undang-undang yang jelas, keras dan tegas untuk melindungi operasi minyak dari A sampai Z – paling tidak masih memiliki semangat UU Nomor 8 Tahun 1971. Tidak dapat dipungkiri bahwa Petronas bisa besar seperti sekarang adalah karena belajar dari Indonesia, belajar dari Pertamina.

Sekedar catatan, dahulu Presiden Suharto sempat mencanangkan membangun Exxon 1,2,3 dengan Undang-Undang bahwa semua hasil minyak harus digunakan untuk kepentingan dalam negeri. Bayangkan, seandainya hasil minyak dalam negeri tidak diekspor, siapa yang paling dirugikan? Tentu refinery di Singapura. Dan konsumennya siapa lagi kalau bukan Jepang dan Amerika, khususnya Armada VII Amerika Serikat.

Baca Juga:  Anton Charliyan: Penganugrahan Kenaikan Pangkat Kehormatan kepada Prabowo Subianto Sudah Sah Sesuai Ketentuan Per UU an

Jadi wajar saja bila kini Malaysia menjadi kekuatan ekonomi ASEAN karena mempunyai kemampuan memproduksi 1 juta bph dan berkiprah di 34 negara. Sementara di dalam negeri sendiri Malaysia memiliki kapasitas produksi hingga 200.000 bph. Itulah Grand Strategy Malaysia atau Corporate Strategy Petronas yang menjadi penopang ekonomi Malaysia. Jadi sebetulnya supremasi ekonomi di ASEAN itu Malaysia. Bayangkan Indonesia dulu bisa memproduksi sampai 1,5 Juta bph, tiba-tiba sekarang menjadi 800.000 bph. Ajaibnya, hal itu seakan biasa saja. Seakan bukan menjadi persoalan penting yang menyangkut kepentingan nasional.

Menurut pakar perminyakan Dirgo D. Purbo, sikap para pejabat pemerintahan Indonesia selalu meremehkan aspek minyak. Bahkan migas dibuat ekuivalen untuk sekedar melengkapi kebutuhan anggaran dalam fiskal. Disinilah sekali lagi kita harus memahami geopolitik. Kita harus memahami bahwa oil is oil. Indonesia hanya mampu memproduksi 800 ribu bph, sedangkan kebutuhan untuk konsumsi dalam negeri sudah mencapai 2,6 – 2,7 juta bph. Artinya Indonesia harus impor 1,6 – 1,8 juta bph.

Baca Juga:  Anton Charliyan Lantik Gernas BP2MP Anti Radikalisme dan Intoleran Provinsi Jawa Timur

Tanpa disadari indonesia kini telah menjadi salah satu 10 besar negara yang memiliki pengaruh dalam memicu harga minyak internasional. Apakah kita aware bahwa nilai impor minyak 1,8 juta bph dikali US$ 60,- adalah US$ 110 juta perhari. Dimana secara kuantitatif dan kualitatif kita impor crude oil 700-800 ribu barel dan BBM-nya 1 juta barrel. Bentuknya beda tapi di ekuivalenkan agar bentuknya sama, supaya dapat satu gambaran angka bahwa kita sudah ketergantungan impor sebesar 1,8 juta bph. Dengan gambaran ini seharusnya sudah membuka mata bahwa perlu segera melakukan strategi energy security.***

Related Posts

1 of 3,089