NUSANTARANEWS.CO – Presiden Diminta Bubarkan Tim Bentukan Menkopolhukam. Pada Maret lalu, Presiden Jokowi memerintahkan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) agar menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua. Kemudian pada pertengahan Mei, terbentuklah Tim Terpadu Penanganan Dugaan Pelanggaran HAM di Provinsi Papua dan Papua Barat oleh Menkopolhukam. Namun, Tim buatan Luhut Binsar Pandjaitan itu malah mendapatkan kecaman dari LP3BH Manokwari. Menurut Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari Yan Christian Warinussy Tim HAM Papua bentukan Menko Polhukam Melanggar Hukum.
“Saya baru saja menerima photo-copy dari Surat Keputusan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan HAM (SK Menko Polhukam) Nomor : 40 Tahun 2016 tetang Tim Terpadu Penanganan Dugaan Pelanggaran Hak Asasi Manusia Di Provinsi Papua dan Papua Barat Tahun 2016,” katanya berdasarkan keterangan pers yang diterima Nusantaranews di Jakarta, Jumat, (24/6/2016).
Di dalam SK tersebut, pada Diktum Kedua disebutkan mengenai tugas-tugas Tim Terpadu terdiri dari, menghimpun data dan informasi yang diterima dari Laporan Komnas HAM dan sumber-sumber lainnya mengenai dugaan pelanggaran HAM di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.
Tugas kedua dari tim sesuai SK Menkopolhukam tersebut ialah menginventarisir, mengolah dan menganaliasa semua data-data dan informasi yang diterima, untuk menentukan klasifikasi dan status tahapan penanganan selanjutnya.
Serta tugas ketiga meliputi melaporkan hasil sebagaimana dimaksud dalam huruf b kepada Menkopolhukam dan selanjutnya hasil tersebut sebagai bahan laporan kepada Presiden. Tim ini dipimpin oleh Prof.Dr. Indriyanto Seno Aji, SH.MH dengan masa tugas selama 6 (enam) bulan, terhitung mulai dari tanggal 25 April hingga 25 Oktober 2016.
“Sebagai salah satu Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) di Tanah Papua, saya menilai bahwa pembentukan Tim Terpadu yang dilakukan oleh Menkopolhukam RI tersebut merupakan suatu langkah yang sama sekali mengabaikan tugas dan kewenangan Komnas HAM yang sudah diatur menurut Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan Undang Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM,” cetusnya.
Menurutnya, kedua undang-undang tersebut sudah jelas-jelas diatur mengenai kewenangan dan tugas dari Komnas HAM sebagai sebuah lembaga resmi negara yang memiliki tugas menyelidiki dugaan pelanggaran HAM Berat dan memantau serta memajukan kondisi HAM di Indonesia.
Demikian juga dalam konteks menentukan suatu peristiwa sebagai tindakan pelanggaran hak asasi manusia adalah menjadi tugas dan wewenang dari Komnas HAM dan tidak diatur adanya lembaga, atau komisi, atau apa lagi tim terpadu sekalipun.
“Yang sangat menentang nurani kemanusiaan saya adalah, bagaimana mungkin orang-orang dan institusi-institusi yang “diduga keras” telah seringkali terlibat dalam berbagai tindakan pelanggaran HAM di Tanah Papua, misalnya dari TNI maupun POLRI bisa dilibatkan dalam tim terpadu untuk menyelidiki dugaan perbuatan mereka sendiri ?” katanya.
Inilah hal yang menjadi sebab sehingga pihaknya dan LP3BH Manokwari beserta mayoritas pembela HAM di tanah Papua menolak dengan tegas pembentukan Tim Terpadu tersebut oleh Menkopolhukam, karena melawan hukum. Mereka mendesak Pemerintah Indonesia untuk memberikan akses yang seluas-luasnya bagi Komnas HAM untuk menyelidiki ulang kasus Wasior (2001) dan Wamena (2003) serta Paniai (Desember 2014).
“Kami juga mendesak Pemerintah Indonesia untuk mendesak Kejaksaan Agung untuk segera secara pro-aktif membantu segenap tugas Komnas HAM dalam menyelidki ulang dan mengajukan kasus Wasior maupun Wamena untuk dibawa ke pengadilan HAM, dan Presiden Joko Widodo harus terlibat dalam mengambil langkah memanggil Menkopolhukam dan memberi teguran serta memerintahkan dibubarkannya Tim Terpadu tersebut,” tandasnya. (Restu)