NUSANTARANEWS.CO – “Lampu su menyala dari dua pekan lalu!” ucap seorang tetua Kampung Kocu As, Papa Cyprianus dengan senyum lebar kegembiraan. Tidak hanya Papa Cyprianus yang senang dengan adanya penerangan di Kampung Kocu As yang terdiri dari 200 KK dengan penduduk 600 orang itu, tapi, seluruh warga tanpa terkecuali.
Hadirnya listrik di kampung Kocu As yang terletak di Kecamatan Aifat Barat, Kabupaten Maybrat, Provinsi Papua Barat membuat masyarakat lebih lancar beraktifitas dan kegiatan ekonomi berjalan lebih panjang. Betapa beruntung masyarakat kampung Kocu As yang menjadi salah satu dari sejumlah desa/kampung di Kabupaten Maybrat penerima bantuan hibah pembangunan infrastruktur Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Off-Grid Tahun Anggaran 2016 Kementerian ESDM.
Untuk mencapai Kampung Kocu As harus melalui jalur darat non-stop dari Kota Sorong ditempuh secara matematis selama 6,5 jam, dan harus menggunakan mobil gardan ganda karena sebagian jalan masih dalam kondisi tidak beraspal dan berlumpur jika diguyur hujan. Begitu pula untuk mencapai beberapa kampung lain tempat dibangunnya infrastruktur PLTS Off-Grid, seperti Kampung Bori, Kocuwer dan Kokas.
Perjalanan tanpa menggunakan gardan ganda hanya bisa menjangkau sampai Kumurkek, Ibukota Kabupaten Maybrat. Itupun baru bisa dilalui setelah adanya PLTS Off-Grid. Sebab tempat transit menginap hanya bisa dilakukan di beberapa titik, seperti Kampung Kambuaya, Kecamatan Ayamaru, tempat asal Balthasar Kambuaya, putra daerah setempat yang pernah menjadi Menteri Lingkungan Hidup RI periode 2011-2014.
Seperti diketahui, wilayah Papua dan Papua Barat rasio elektrifikasinya masih rendah jika dibandingkan dengan rata rata nasional yakni sebesar 47,2 persen dan Pemerintah cq. PLN sedang mengejar target peningkatan rasio elektrifikasi Papua dan Papua Barat hingga 90,25 persen pada tahun 2020. Dimana rencana pembangunannya sudah tertuang dalam RUPTL dan masuk dalam Program 35 ribu Megawatt yang digagas oleh Presiden Joko Widodo.
Sebelum PLTS Off-Grid berkapasitas 50 kWp bantuan dari Pemerintah menyala pada 10 September 2016 lalu, kampung ini hanya dilistriki oleh generator diesel yang terletak di dekat rumah kepala kampung, yang terbatas pada 5-6 jam penerangan di waktu malam. Di kampung ini, harga bahan bakar mesin diesel berharga Rp.20.000,- per liter. Dengan konsumsi per jam rata-rata dua liter, kampung ini mesti mengeluarkan biaya sekitar 200 s.d. 300 ribu per harinya untuk pembangkit listrik. Belum terhitung jika pada waktu siang hari, diperlukan listrik untuk keperluan dan kegiatan kampung.
Minyak diesel, demikian disebut oleh warga setempat, menjadi barang mahal bagi warga kampung ini. Minyak diesel hanya bisa didapat di Ayamaru atau Kumurkek, yang menempuh 1,5 sampai 2,5 jam perjalanan darat tergantung cuaca. Apabila cuaca hujan, sebagian jalan berlumpur dan tidak bisa dilalui. Jika demikian, tidak ada minyak diesel yang mengisi generator diesel kampung ini, yang menyebabkan tidak ada listrik sama sekali pada waktu demikian. Warga kampung hanya berpasrah saja melalui malam tanpa listrik dan penerangan sama sekali. Waktu-waktu tersebut, malam-malam tanpa listrik dan penerangan, disebut warga sebagai “Tidur Gelap’. Namun Sekarang sudah tidak ada lagi Tidur Gelap bagi warga yang dalam bahasa mereka diucapkan, “Sekarang su tra ada lagi Tidur Gelap!”.
Menyadari besarnya manfaat listrik bagi kampungnya, selama proses pembangunan infrastruktur PLTS Off-Grid 50 kWp, masyarakat Kampung Kocu As begitu antusias mendukung pembangunan tersebut. Warga secara sukarela memberikan berbagai dukungan pada kontraktor pembangunan PLTS tersebut. Misalnya saja, warga sukarela menyumbang bilah-bilah kayu untuk ditaruh di rute jalan berlumpur, agar peralatan PLTS dapat dimobilisasi dengan mobil pengangkut ke lokasi Kampung Kocu As. Dari sebagian warga juga sukarela untuk membantu proses mobilisasi tersebut secara langsung.
“Sekitar seperempat kegiatan pembangunan PLTS dilakukan secara sukarela oleh warga masyarakat di sini,” ungkap Mimit, peserta kegiatan Patriot Energi, fasilitasi pendampingan masyarakat yang daerahnya menerima bantuan pembangunan pembangkit listrik tenaga energi baru terbarukan (EBT) seperti PLTS.
Masyarakat Kampung Kocu As begitu antusias mendukung pembanguan tersebut. Tokoh-tokoh tetua adat kampung menghimbau masyarakat untuk membantu apa yang diperlukan dari kegiatan tersebut. Puncaknya, pada hari Jumat, 16 September 2016, diselenggarakan upacara adat untuk merayakan menyalanya PLTS Off-Grid 50 kWP Kampung Kocu As.
Upacara adat yang sederhana namun penuh sukacita ini dihadiri oleh perwakilan agamawan (pastor dan pendeta) serta perwakilan PT Surya Energi Indotama (SEI), kontraktor pembangunan PLTS tersebut. Ibu-ibu kampung Kocu As dan semua yang hadir bersama-sama menyatu dalam tarian-tarian adat setempat. Teriakan, siulan dan lagu-lagu menyuarakan kegembiraan yang luar biasa besarnya.“
Kegembiraan warga masyarakat terus terpancar sampai waktu ketika kami mengunjungi lokasi. Senyum ramah mereka kian bertambah dengan senyum terang dari listrik 24 jam yang bisa dinikmati warga. Fasilitas baterai pada PLTS memungkinkan daya listrik disimpan untuk penerangan sehari penuh. Baterai PLTS terisi penuh dengan 4 jam waktu siang hari dengan terik matahari. Apabila hari mendung pun, baterai pun tetap dapat terisi dengan waktu 6 jam.
Dalam mengelola PLTS tersebut, setiap warga secara swadaya dikenakan iuran 50.000 per bulan untuk membiayai operasional PLTS, yang operatornya mengandalkan tenaga-tenaga dari warga setempat. Biaya tersebut tentu jauh lebih murah dari generator diesel yang sebelumnya diandalkan warga. Bahkan, demi peningkatan kualitas, warga sedang mengusulkan untuk menaikkan iuran menjadi 100 ribu per bulan.
Selain untuk penerangan, listrik yang dihasilkan PLTS tersebut juga bermanfaat bagi kegiatan produktif warga. Warga memanfaatkanya pula untuk kegiatan pemotongan kayu hutan. Hal tersebut menambah terang senyuman warga. Asa mereka untuk kualitas hidup yang lebih baik lagi juga kian menyala. “Mennn, menn, menn!” (Dagh, sampai jumpa). (Y. Nindito Adisuryo/Ed. Red-02)