Ekonomi

Mengapa Pertumbuhan Energi Terbarukan Melambat

Mengapa Pertumbuhan Energi Terbarukan Melambat
Mengapa Pertumbuhan Energi Terbarukan Melambat/Foto: oedigital.com

NUSANTARANEWS.CO – Mengapa pertumbuhan energi terbarukan melambat? Bagaimana situasi itu bisa terjadi, padahal transisi energi fosil kepada energi baru dan terbarukan telah menjadi kebijakan global, bahkan telah menjadi kebijakan bersama untuk mendorong menuju ekonomi hijau.

Pada bulan Maret 2019, IEA melaporkan bahwa penyebaran kapasitas generasi terbarukan baru berhenti pada 2018.Mengapa ini terjadi? Bloomberg New Energy Finance pada awal 2019 melaporkan bahwa, investasi baru dalam kapasitas energi bersih turun 8% pada 2018 dibanding 2017 – dari US$ 362 miliar menjadi US$ 332 miliar. Ini sangat mengejutkan, mengingat kita sering mendengar tentang harga “rendah” untuk energi terbarukan yang dikatakan lebih menguntungkan daripada bahan bakar fosil.

Masalahnya adalah bahwa cara “penurunan harga” ini biasanya dilaporkan mengabaikan perbedaan penting: perbedaan antara jatuhnya biaya konstruksi infrastruktur, dan jatuhnya harga lelang untuk proyek-proyek yang dikontrak.

Memang benar bahwa biaya konstruksi yang terkait dengan membangun proyek-proyek baru terbarukan jatuh; ini karena skala ekonomi, peningkatan teknologi, dll. Tetapi tekanan kompetitif dari pengadaan berbasis lelang mendorong turunnya harga lelang final lebih cepat. Ini berarti margin keuntungan menyusut, dan investor beralih ke tempat lain.

Baca Juga:  Layak Dikaji Ulang, Kenaikan HPP GKP Masih Menjepit Petani di Jawa Timur

Yang terpenting, penurunan investasi ini terjadi pada saat suku bunga sangat rendah. Ini sangat penting karena biaya modal – bunga atas uang yang dipinjam untuk membangun proyek – sejauh ini tetap menjadi faktor biaya terbesar untuk pembangkit energi terbarukan, bisa tiga perempat atau lebih dari total biaya proyek untuk proyek angin dan matahari. Jadi setiap kenaikan suku bunga akan bertindak sebagai rem lebih lanjut yang signifikan terhadap tingkat investasi.

Bloomberg juga mencatat bahwa Cina terus melakukan investasi energi terbarukan, namun secara paralel pabrik berbahan energi batubara terus tumbuh pula.

Booming pertumbuhan pembangkit tenaga surya dan angin di Eropa dan di tempat-tempat lain mulai melambat. Sebagian besar pelambatan ini disebabkan oleh skema subsidi yang murah hati, sehingga “datang satu, datang semua”. Ini biasanya berupa “feed-in tariffs,” di mana siapa pun yang mampu menyediakan kapasitas pembangkitan dapat mendaftar dan menikmati pendapatan yang dijamin. Ini menghasilkan ledakan penyebaran yang sangat banyak sehingga tidak mungkin untuk mengakomodasi semua kapasitas baru ke dalam grid yang ada.

Baca Juga:  Peduli Sesama, Mahasiswa Insuri Ponorogo Bagikan Beras Untuk Warga Desa Ronosentanan

Ini juga menyebabkan meledaknya tagihan subsidi bagi pemerintah. Biaya ini sering dibebankan kepada konsumen dalam bentuk tagihan listrik yang lebih tinggi. Semua rangkaian ini kemudian menimbulkan skeptisisme terhadap perkembangan energi terbarukan, belum lagi tekanan politik pada pejabat pemerintah. Inilah sebabnya mengapa banyak pemerintah kemudian beralih ke sistem “penawaran kompetitif” (competitive bidding) yang bisa lebih menghemat biaya. Tetapi di sisi lain mengurangi minat investor karena menyusutnya margin keuntungan. (Agus Setiawan)

Related Posts

1 of 3,057