Berita UtamaKhazanahLintas NusaTerbaru

Peusaba Aceh: Jangan Hancurkan Negeri Kami, Negeri Aceh Darussalam

Peusaba Aceh: Jangan hancurkan negeri kami negeri Aceh Darussalam.
Peusaba Aceh: Jangan hancurkan negeri kami negeri Aceh Darussalam/Foto: Ketua Peusaba Aceh, Mawardi Usman.

NUSANTARANEWS.CO, Banda Aceh – Ketua Peusaba Aceh Mawardi Usman juga meminta kepada pemerintah pusat untuk bertanggung jawab dalam melindungi situs sejarah Aceh sehingga tidak musnah ditelan oleh proyek-proyek nasional yang sekarang menyasar banyak situs-situs sejarah penting di Aceh.

“Sekarang ini ada dua proyek nasional di Aceh yang mengancam keberadaan situs bersejarah Aceh. Pertama, Kawasan IPAL tempat Pemakaman Para Raja dan Ulama. Lalu Istana Darul Makmur Farusah Pindi atau Merusah Pindi yang sekarang dikenal sebagai Gampong Pande Banda Aceh,” kata Ketua Peusaba.

Menurut Mawardi, Peusaba memiliki sumber sejarah tentang Istana Darul Makmur Farusah Pindi sebagai ‘titik nol’ Kesultanan Aceh Darussalam, serta banyak data lainnya. Selain itu, tambah Mawardi, Tim Peusaba juga didukung oleh ahli sejarah nasional dan Internasional dalam penelitian di Gampong Pande Bandar Aceh Darussalam.

“Jadi Kamoe Peusaba meneliti na data dan na Tim ahli  droe tentang sejarah, lengkap alat termasuk alat Georadar. Kon pakek Aneuk miet dan sejarawan yum Lhee tali yang sumber sejarah buku sampoi  majalah, buku gareh 16 on, ngen on geureusong. Tim Peusaba na ahli Internasional, jadi kon cilet-cilet lagee peneliti yum lhee tali yang hana dituri beda toh makam raja toh makam rakyat. Nyoe peneliti yum lhee tali bek takheun nyan, meu arah kiblat makam tan dituhoe, hana ditupat toh batee ulee nisan dan toh batee gaki nisan. Hana dituhoe tunong Baroh. Ahli sejarah di Aceh lee tat meusipreuk, teuma yang ahli pajan di pakek teuma. Kon hana jeut dilanjutkan proyek, nyoe dipakek ahli sejarah. Ureung yang reuloh kubu ulama ngen Raja nyan Teumeureuka Nibak Indatu, ta meulakee bak Allah awak sengaja dipeureuloh situs makam raja dan ulama Aceh Darussalam bah punah jih awak nyan mandum,” tandas Mawardi.

Baca Juga:  Khofifah Effect, Warga NU dan Muhammadiyah di Jatim Dukung Prabowo-Gibran

(Peusaba memiliki ahli tersendiri dan ahli cagar budaya tersendiri lengkap dengan alat Georadar, juga para ahli internasional. Ini berbeda dengan ahli sejarah lhee tali (tiga tali = 75 sen) yang menggunakan sumber sejarahnya berupa buku  sampul majalah, buku bergaris 16 halaman dan daun pisang kering. Tim Peusaba memiliki ahli internasional, berbeda dengan sejarawan Yum Lhee Tali yang tidak bisa membedakan mana makam Raja dan Rakyat. Makam Raja batu berukir sedangkan Makam Rakyat menggunakan batu air atau sungai. Sedangkan sejarawan Yum Lhee Tali menganggap batu berukir maupun tidak berukir sebagai makam rakyat biasa atau pemakaman umum asalkan proyek dapat berjalan. Malah mereka sejarawan yum lhee tali tidak dapat membedakan mana nisan kepala mana nisan kaki. Kemudian membuat kedustaaan agar dapat dilanjutkan proyek. Kelak mereka semua akan dibalas oleh Allah SWT).

Situs kedua yang terancam oleh proyek nasional adalah kawasan pemakaman ulama Sufi di Lambada Lhok Kecamatan Baitusalam Aceh Besar. “Kedua proyek tersebut jika tetap dilanjutkan dapat melenyapkan situs sejarah Kerajaan Aceh,” terangnya.

Baca Juga:  Kepemimpinan Indonesia dan Tantangan Pembangunan Berkelanjutan

Oleh karena itu, sekali lagi, Peusaba meminta Pemerintah untuk berpikir jernih sebelum melanjutkan proyek pembuangan tinja diatas makam Para Raja dan Ulama Aceh. Apalagi sudah keluar Fatwa ulama haram melecehkan apalagi memusnahkan situs sejarah.

Peusaba juga mengingatkan bahwa pada zaman dahulu di tanah Jawa, Pangeran Diponegoro melakukan perlawanan terhadap Belanda, karena kaum penjajah membangun dengan menghancurkan makam nenek moyang Pangeran Diponegoro. Sehingga meletuslah perang Jawa yang menyebabkan kerugian besar pada pihak Belanda selama puluhan tahun, hingga Belanda nyaris bangkrut padahal perang jawa hanya berlangsung lima tahun (1825-1830).

Ketika Pengeran Diponegoro dijebak oleh Belanda dan berhasil ditangkap – kabar itu sungguh mengejutkan Kesultanan Aceh. Efek kekalahan Pangeran Diponegoro melawan Belanda kemudian dikabarkan kepada Kekhalifahan Turki Utsmani. Dan sejak itu, Kerajaan Aceh memperkuat militernya yang dibantu oleh Kekhalifahan Utsmani.

Sultan Aceh Sultan Mansur Syah mengirimkan surat khusus kepada Khalifah Turki Utsmani tahun 1849 tentang kehancuran dan penderitaan di Tanah Jawa dan pulau lain oleh penjajahan Belanda.

Baca Juga:  RAB Kulon Progo Bagikan Ratusan Kotak Makanan dan Snack untuk Tukang Ojek, Tukang Becak, dan Tukang Parkir

Pada tahun 1872 Belanda datang ke Aceh, mereka mengatakan ingin membangun Mercusuar dan Kereta Api di Aceh. Namun Sultan Aceh tahu tujuan mereka dan menolak permintaan Belanda – sehingga kaum penjajah kemudian mengirimkan ekspedisi perang tahun 1873. Sultan Aceh melawan dan mengatakan kepada Belanda: “Jangan Hancurkan Negeri Kami, Negeri Aceh Darussalam”.

Tahun 1874 Ketika Belanda berhasil menguasai Istana, banyak makam dihancurkan termasuk Medan Khayali atau Kherkof tempat pemakaman Raja Aceh juga ikut dihancurkan dan kemudian dibangun pemakaman Belanda. (Red)

Sumber: Ketua Peusaba Aceh

Related Posts

1 of 3,049