Terbaru

Pertunjukan PATAKA di Dua Kota, Produksi Musik XXIII Sanggar Nuun Yogyakarta

NUSANTARANEWS.CO – Sanggar Nuun Yogyakarta kembali hadir dengan sebuah pertunjungan Musik berjudul PATAKA; Desing Instrumenta Spiritum. PATAKA merupakan hasil produksi musik yang ke-23 sejak Sanggar Nuun mengabdi pada dunia seni (musik) dan budaya.

PATAKA berangkat dari kesedaran bahwa, kesenian seringkali menjadi tolok ukur kebudayaan, karena secara langsung ataupun tidak langsung kesenian mesti berpaut pada realitas lingkungan pembentuknya. Hal itu diungkapkan oleh Pimpinan Produksi Musik Petaka; Desing Instrumenta Spiritum, Sanggar Nuun Yogyakarta, Mila, seperti dikutip dari keterangan tertulis yang diterima nusantaranews.co, Sabtu (10/9).

“Melalui media kesenian itulah segala macam persoalan yang menjadi kegelisahan dapat terwujud, baik yang sampai pada upaya penemuan resolusi atau tawaran logis atas pertanyaan-pertanyaan tertentu,” katanya.

Menurut dia, dunia pertunjukan adalah ajang bagi apresiator kesenian untuk membaca kembali realitasnya, sehingga capaian ideal kesenian sebagai ruang refleksi dapat tercipta adanya.

Tidak hanya itu, pihaknya juga menyebutkan, pergeseran nilai pada lini apapun dipahami sebagai benturan budaya dalam masa peralihan dan menggelontornya kolonialisasi dalam bentuk apapun secara terus-menerus, rasa aman dan nyaman yang diusung justru menjadi sumber marabahaya bagi setiap orang di dalamnya.

Baca Juga:  Ramadan, Pemerintah Harus Jamin Ketersediaan Bahan Pokok di Jawa Timur

“Keterjebakan dalam rasa aman dan kenyamanan selalu membuat manusia lengah terhadap apapun yang sesungguhnya sedang menggempur dirinya, baik dari dalam atau luar dirinya,” imbuh Mila.

Berdasarkan kesadaran dan pemikiran di atas, Pada produksi musik ke-23 ini, Sanggar Nuun menawarkan sebuah gagasan melalui bentuk pertunjukan musikal. “Hal ini tentunya berdasar pada pemahaman bahwa musik memiliki daya magis tersendiri. Tidak terbayangkan bahwa siapapun ketika mendengar sebuah lagu liris atau instrumen tertentu, secara tidak sengaja dapat menggerakan saraf motorik ataupun sensorik,” tutur dia.

Lebih lanjut ia menyatakan, dengan bahasa musik itulah yang kemudian dianggap mampu mewujudkan gagasan ideal dengan tawaran logis sebuah jawaban atas pertanyaan dan kegelisahan tersebut, yaitu membaca kembali situasi dan siaga terhadap bahaya yang selalu mengancam. “Karena wujud kawan dan lawan semakin bias adanya,” tegasnya.

Berangkat dari naskah karya Mukhosis Noor, Pataka menjadi sumber kreatif pertunjukan ini, yang disutradarai oleh Ilham Maulidin.

Baca Juga:  Ketua DPRD Nunukan Jelaskan Manfaat Sumur Bor

“Pertunjukan musik bertajuk “Pataka” diwujudkan dalam gaya pemanggungan musik akulturatif yang dikemas dalam bentuk musikalisasi puisi dan musik instrumental dengan dukungan visual-sett modern, sehingga panggung musik Pataka merupakan suguhan pemanggungan bentuk, gaya dan pola musikal unik,” terangnya lebih lanjut.

Pertunjukan musik “Pataka” ini digelar di dua kota, Yogyakarta dan Semarang. Pertama di Gedung Societet Military, Taman Budaya Yogyakarta pada tanggal 17 September 2016 dan kedua di Semarang di Gedung Ki Narto Sabdo, Taman Budaya Raden Saleh pada tanggal 21 September 2016.

“Dengan pemain musik berjumlah 13 orang dan aktor 4 orang serta didukung oleh Paduan Suara Mahasiswa “Gita Savana”, yang masing-masing memegang dua peran, yakni musisi sekaligus aktor,” pungkasnya. (Sule/Red-02)

Related Posts