KolomOpiniRubrika

Perempuan, Menepis Kejemuan Pilpres 2019

Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid atau yang diakrab disapa Yenny Wahid pendiri Wahid Foundation. Foto Fadilah/Nusantaranews
Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid atau yang diakrab disapa Yenny Wahid pendiri Wahid Foundation. Foto Fadilah/Nusantaranews

NUSANTARANEWS.CO – Komisi Pemilihan Umum akan membuka pendaftaran pasangan Capres dan Cawapres Pilpres 2019 mulai 4 hingga 10 Agustus 2018. Sedangkan Penetapannya akan dilakukan pada 20 September 2018. Tiga hari kemudian atau mulai 23 September 2018 akan digelar kampanye pemilu anggota badan legislatif dan Pilpres 2019.

Hingar-bingar dan riuh-rendah Pilpres sudah mulai terdengar jauh hari sebelumnya, baik oleh pemberitaan media maupun bunyi yang didengungkan warganet di media sosialnya. Diskursusnya pun tidak jauh-jauh dari dua nama, Jokowi dan Prabowo sedang kandidat lain praktis hanya ditempatkan sebagai Cawapres. Mengingat hanya dua nama ini yang paling memungkinkan untuk tampil dengan adanya Presiden Treshold 20%, bahkan beberapa pengamat dengan terang menyebut; betapa sulitnya calon alternatif bisa muncul pada situasi seperti ini, lebih-lebih adanya Capres maupun Cawapres dari kalangan perempuan, tak ayal figur-figur perempuan hebat nasional hari ini, hanya ditempatkan pada satu lorong sunyi demokrasi. Partai-partai oleh aturan PT dipaksa untuk harus berkoalisi dan pada akhirnya tibalah kita pada suasana demokrasi yang amat menjemukan.

Baca Juga:  Asisten Administrasi Umum Nunukan Buka Musrenbang Kewilayahan Dalam Rangka Penyusunan RKPD Tahun 2025

Baca Juga

Pilpres seakan kehilangan magnetnya, suasana baru yang diharapkan kian jauh dari kenyataan, yang paling mengkhawatirkan dari keadaan ini adalah; hilangnya animo masyarakat pada konstalasi politik 2019 dalam jumlah yang signifikan, soal besarnya adalah; masyarakat mulai merasa jenuh dan bosan. Memori Publik melekat oleh situasi polarisasi akibat Pilpres 2014.

Lembaga survey-pun demikian, tidak mampu memecah kebuntuan. Tergiring pada kebutuhan permainan poros politik bukan pada harapan publik secara luas. Mereka telah menyodorkan nama-nama kandidat pada koresponden yang hanya didominasi oleh kaum lelaki, padahal jika disodorkan nama dari kalangan perempuan; misal saja sekelas Yenni Wahid, masyarakat terutama kaum perempuan akan memiliki pilihan alternatif. Memang sebelumnya ada nama yang muncul, disebutkan seperti PM dan SMI akan tetapi harapan publik pada kedua nama tersebut amatlah kecil, nol koma.

Baca Juga:  Pemdes Jaddung dan Masyarakat Gelar Istighosah Tolak Bala Penyakit, untuk Desa Lebih Baik

Ibu Yenni ini adalah magnet yang luar biasa bagi para gusdurian, para nahdliyin dan bagi para kaum perempuan pada umumnya. Mereka kaum perempuan (silent mayority) menginginkan satu tokoh yang mewakili gendernya. Disamping itu pula, jika kita melihat data pemilih yang akan digunakan pada Pilpres 2019 pemilih dari kalangan perempuan berpotensi mencapai angka 97 juta, itu angka yang sangat besar. Mata demokrasi semestinya mampu memperhitungkan keadaan ini, Sekian.

Penulis: Dian Sandi Utama, Komunitas Pemuda Peduli Pemilu & Demokrasi (KP3D)

Related Posts

1 of 3,160