Kesehatan

Peran Multitasking Tim Kesehatan Haji Indonesia di Madinah

Peran Multitasking Tim Kesehatan Haji Indonesia di Madinah. (FOTO: Istimewa)
Peran Multitasking Tim Kesehatan Haji Indonesia di Madinah. (FOTO: Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Menteri Kesehatan RI, Nila Moeloek, mengatakan bahwa Tim Kesehatan Haji Indonesia (TKHI) adalah ujung tombak pelayanan kesehatan haji. Apa yang diucapkan Menkes ini tidak berlebihan mengingat peran dan tanggung jawab yang harus dipikul oleh TKHI.

“TKHI terdiri atas tiga orang yang profesinya sebagai seorang dokter dan dua orang lagi sebagai perawat. Ketiga orang ini rata-rata harus melayani sekitar 400 jemaah haji dalam setiap kelompok terbang (kloter),” kata Menkes Nila pada suatu kesempatan.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan, drg. Widyawati menyampaikan, selama 40 hari mendampingi dan melayani para tamu Allah melaksanakan ibadah haji di Arab Saudi, tentu banyak pengalaman dan cerita menarik yang dialami para TKHI.

“Salah satunya seperti yang dialami oleh dr. Rolandro Gistennang, dokter TKHI asal Lombok, NTB,” katanya dalam keterangan resminya, Kamis (12/9/2019).

Widyawati menyebt, nyaris tidak ada hari dilewati oleh Rolandro tanpa berinteraksi dengan jemaah haji asal kloter Lombok (LOP) 5. Ia dan dua orang perawat setiap harinya melakukan layanan kesehatan. Ketiganya secara terjadwal memberikan layanan kesehatan, baik di pos kesehatan maupun visitasi ke jemaah.

Baca Juga:  Perawatan Bayi Prematur di Rumah: Tips Sehat dari Dr. Anita Febriana Dokter Spesialis Anak RSUD dr. Moh. Anwar Sumenep

“Ini di luar kegiatan mereka untuk merujuk jemaah sakit ke fasilitas kesehatan, mengambil kebutuhan perbekalan kesehatan di Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) atau mengawal jemaah haji dalam proses evakuasi,” tuturnya.

Lebih lanjut dia menuturkan, di balik kisah keseharian para TKHI dalam menjalankan tugas profesinya, mereka juga membina hubungan kekeluargaan dengan petugas kloter lainnya dan jemaah haji.

“Tidak jarang mereka menjadi tempat mencurahkan keluh kesah jemaah atau membantu jemaah berkomunikasi dengan keluarganya di Indonesia,” ujarnya.

dr. Rolandro Gistennang mengungkapkan sebelum kembali ke Indonesia bahwa para petugas medis senantiasa berkutat dengan terapi pengobatan, tapi juga tidak lupa bahwa yang dilayani adalah jamaah yang punya hati dan perasaan.

“Kita bentuk paradigma kalo antara kita dan jamaah adalah keluarga,” ujar Rolandra.

Ikatan kekeluargaan yang terjalin antara TKHI dan jemaah, bisa terlihat ketika jemaah haji yang sedang dirawat di rumah sakit Arab Saudi, begitu gembira menerima kedatangan anggota TKHI yang menjenguknya.

Baca Juga:  Hari Polio Sedunia, Cagub Luluk Ajak Gerakan Pencegahan Polio

Bagi jemaah haji, TKHI sudah menjadi bagian dari keluarga mereka. Dalam kondisi sakit dan jauh dari keluarga, kehadiran petugas kloter, khususnya TKHI, yang memperhatikan mereka, tentu akan membantu proses penyembuhan jemaah haji yang sakit.

Lain lagi dengan kisah dari TKHI Embarkasi LOP. M. Sunarto S. Pataroi, perawat yang bertugas di kloter LOP 6. Ia dan dokter kloter berhasil membuat salah seorang jemaah haji menghentikan kebiasaan buruknya, merokok. Jemaah haji tersebut terindikasi mengalami sakit kepala hebat selama dua hari akibat perilaku merokoknya. Setelah mendapatkan motivasi dan edukasi kesehatan, jemaah tersebut berniat segera berhenti merokok.

“Rokok ini diserahkan secara sukarela setelah TKHI memberikan edukasi terkait dampak yang dapat muncul akibat merokok terhadap kegiatan ibadah haji,” ujar Sunarto.

Pengalaman kedua tenaga kesehatan di kloter ini hanya sebagian kecil dari banyak cerita yang dialami oleh TKHI selama melayani jemaahnya. Di samping kemampuan teknis medis, TKHI juga dituntut memiliki kemampuan komunikasi dan rasa empati tinggi kepada para jemaah haji Indonesia. (red/nn)

Baca Juga:  Pemkab Nunukan Tegaskan Komitmennya Dalam Menyukseskan Pilkada 2024

Editor: Achmad S.

Related Posts

1 of 3,148