Pengusaha Terus Protes Kebijakan Larangan Angkutan Batubara di Jalan Umum Sumsel

angkutan batubara, truk batubara, jalan sumsel, pelabuhan titan, aplsi, tambang batubara, truk tambang batubara, conveyor, pergub sumsel, pengusaha batubara, penjualan batubara
Truk Penambang Batubara Lahat. (Foto: Rmol Sumsel)

NUSANTARANEWS.CO, Palembang – Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan (Pemprov Sumsel) telah menutup jalan umum untuk truk angkutan batubara. Para pengusaha batubara di Sumsel diminta menggunakan jalur khusus Servo Lintas Raya milik PT Titan Infra Energy.

Namun pelabuhan PT Titan dinilai tidak siap menjalankan amanah gubernur tersebut. “Kami menilai sangat tidak siap. Ini cuma semacam proyek coba-coba saja,” ujar APLSI Rizal Calvary dalam keterangannya, Jakarta, Selasa (13/11/2018).

Baca juga: Soal Larangan Angkutan Batu Bara, DPRD Sumsel Sebut Jalan Khusus Belum Bisa Akomodir

Dia mengatakan, setiap hari bakal ada 30 petambang yang akan memakai fasilitas PT Titan. Sebanyak 2.000 truk akan berseliweran membawa 60-70 ribu ton batubara. Setiap truk kebagian rata-rata kebagian empat rit dalam sehari. Dikalikan 2.000 truk, maka ada 8.000 rit truk yang akan berseliweran masuk ke Pelabuhan Titan. Melihat kondisi ini, pelabuhan Titan tidak akan mampu menampung volume batubara yang sangat besar.

Sebab itu, kata dia, Titan akan bermasalah dengan kemampuannya dalam me-loading batubara sesuai jadwal para penambang.

Baca juga: Gubernur Sumsel Diminta Bijaksana Masalah Angkutan Batubara

“Hal disebakan Titan tidak memiliki stockpile yang bisa menampung batubara yang berasal dari 30 tambang, di mana masing-masing tambang memiliki kalori dan spek batubara yang berbeda. Titan harus punya stockpile dulu, yang bisa menampung batubara lebih dari 30 tumpukan. Belum punya kan dia,” jelasnya.

Kader PSI ini mengungkapkan permasalahan selama ini terdapat delapan pelabuhan yang menampung batubara yang diangkut truk-truk dari penambang. Bisa dibayangkan, kata dia, enam ribuan truk dari delapan pelabuhan dikompres ke satu pelabuhan milik PT Titan.

“Tentu akan terjadi kemacetan yang luar biasa di Lahat dan Muara Enim. Sebab, jarak yang terlalu dekat dengan tambang dan membutuhkan waktu yang lama untuk menimbang batubara yang masuk ke pelabuhan sehingga menimbulkan antrian yang panjang dan tak terkendali. Bisa chaos di lapangan,” ucap dia.

Baca juga: Aptrindo Resah Jalan Umum Sumsel Ditutup

Tak hanya itu, Rizal menambahkan, PT Titan juga memakai pelabuhannya untuk loading batubaranya sendiri. Tentu, PT Titan akan mendahulukan jadwal laycan tongkangnya dibandingkan dengan milik para penambang lainnya.

“Sehingga para penambang yang sudah menyewa pelabuhan akan kesulitan mengatur jadwal kedatangan tongkang masing-masing,” katanya.

Baca juga: Menggugat Tata Kelola Pertambangan Batubara

Pada bagian lain, lanjut Rizal, apabila terdapat salah satu tongkang milik penambang yang datang tidak sesuai jadwal laycan, maka seluruh jadwal kedatangan kapal akan berantakan. Situasi ini dapat menyebabkan kerugian para penambang lainnya.

“Terancam demmurage saat transshipment. Pengiriman batubara ke pembangkit pun akan terlambat,” ucap dia.

Baca juga: Perusahaan Batubara Kaya Raya, PLN dan Rakyat Indonesia Miskin dan Sekarat

Kendala lainnya, Pelabuhan Titan hanya terdapat satu jetty manual. Padahal selama ini loading batubara di delapan pelabuhan dilayani oleh 9 jetty loading manual.

“Jadi ada sembilan jetty digantikan oleh hanya satu jetty. Bagaimana kira-kira itu ngatur-nya,” tegasnya. Parahnya lagi, kata Rizal, selama ini 70 ribu ton batubara itu dilayani oleh 11 conveyor. Namun kali ini di Titan hanya tersedia dua (2) conveyor.

Sebagaimana diberitakan baru-baru ini, Pemprov Sumsel mencabut Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 23 Tahun 2012 tentang tata cara angkutan batubara menggunakan jalan umum. Para pengusaha batubara di Sumsel kemudian diarahkan untuk melewati jalur khusus Servo Lintas Raya milik PT Titan Infra Energy. Kebijakan ini menimbulkan kekisruhan baru dunia usaha dan ketersediaan energi nasional.

Baca juga: Pembangkit Listrik Batubara Masih Jadi Primadona dalam Program Kementerian ESDM

APLSI meminta agar Pemprov mencabut kembali kebijakan tersebut, sampai adanya win-win solution baik bagi dunia usaha dan pemerintah. Sebab kebijakan ini akan berdampak negatif terhadap industri listrik dan perekonomian lokal dan nasional.

“Dampak ekonomi dan dampak sosialnya akan besar sekali,” ujar dia. Rizal mengatakan, Sumsel akan merugi sebesar US$ 1,2 miliar atau Rp 18,3 triliun/tahun bila terjadi penutupan jalan untuk batubara.

“Kerugian ini akibat dari berkurangnya 23 juta ton per tahun penjualan batubara Sumsel,” ucap dia.

Baca juga: WALHI Laporkan Dugaan Korupsi Tambang Batubara Oleh 12 Perusahaan di Sawahlunto ke KPK

(gdn/anm/nvh)

Editor: Gendon Wibisono

Exit mobile version