NUSANTARANEWS.CO – Pengamat sebut UU Pilkada Belum Matang. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Undang-Undang (UU) Pilkada pada (2/6/2016) kemarin. Salah satu pasal yang dimuat adalah pasal 48 yang mengatur bila pendukung tak bisa ditemui oleh petugas saat verifikasi faktual, maka pihak pasangan calon harus menghadirkan pasangan calon itu ke Panitia Pemungutan Suara (PPS) setempat dalam waktu tiga hari. Tidak hanya itu, ada juga poin-poin lainnya yang dianggap menghilangkan indepensi Lembaga Pemilihan Umum seperti KPU.
Menurut Pakar Komunikasi Politik Lely Arrianie pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 ini terlalu tergesa-gesa. Sehingga nampak belum matang. Hal tersebut ujarnya terlihat karena masih banyak aturan dan pasal-pasal yang multi tafsir di dalamnya.
“UU ini menurut saya belum matang, akibatnya pasal per pasal ditafsirkan sesuai dengan pendapat masing-masing lembaga atau subjektivitas. KPU bilang A, pemerintah B dan lainnya berbeda,” tuturnya dalam sebuah diskusi publik bertema ‘Pertarungan Politik Pilkada’, di Jakarta, Sabtu (11/6/2016).
Dia mengaku tidak tahu apa penyebab pasti dari tergesa-gesanya DPR dan Pemerintah dalam mengesahkan Undang-Undang tersebut. Hanya saja berdasarkan analisanya dia menyebut bahwa banyaknya pesan sponsor baik dari eksekutif maupun legislatif merupakan salah satu penyebab dari disahkannya Undang-Undang tersebut.
“Dalam UU Pilkada ini saya melihat banyak dengan pesan sponsor dari elit politik, baik dari pemerintah maupun legislatif (DPR RI). Akibatnya jadi tidak matang,” sambungnya.
Pesan sponsor tersebut diyakininya merupakan salah satu upaya dari elit politik untuk menjecal calon kepala daerah yang akan maju lewat jalur independen seperti Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. (Restu)