NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia, Athor Subroto mengatakan banyaknya bisnis ritel yang gulung tikar menjadi fenomena yang menandai perubahan struktur ekonomi dan sosial masyakat. Menurutnya, fenomena ini tak hanya terjadi di Indonesia saja melainkan juga di sejumlah negara maju lainnya seperti Amerika, Jepang dan negara-negara Eropa.
“Tidak di Indonesia saja yang seperti itu tapi over all di Amerika juga banyak, di Jepang juga di Eropa juga, dan itu fenomena global di mana orang memang merasa lebih mudah untuk membandingkan harga di smartphone atau di internet,” ungkap Athor saat di hubungi oleh nusantaranews.co, Selasa (7/11/2017).
Athor menilai, karakter masyarakat Indonesia sangat sensitif dengan persoalan harga. Menurutnya, saat ini masyarakat akan lebih mudah untuk membandingkan harga di internet dibandingkan harus pergi ke toko secara langsung.
“Model konsumsi Indonesia itu kan sensitif harga, maka dia banyak butuh perbandingan, selisih 1.000 aja dia pasti pindah, itu kan bisa dibandingkan lewat internet. Jadi orang lebih nyaman membandingkan itu lewat internet dan dia akhirnya beli dibandingkan langsung pergi ke tempat,” jelas Athor.
Athor membenarkan jika salah satu penyebab tutupnya ritel akibat dari melemahnya daya beli masyarakat. Fakta yang belakangan selalu dibantah oleh pemerintahan Joko Widodo, dan menyebutnya sebagai kabar bohong yang sengaja disebar lawan politik. Padahal, banyak kalangan yang menyebutkan menurunnya daya beli masyarakat justru bukan dari para politisi.
“Ada pelemahan daya beli tapi porsinya nggak besar khususnya yang menengah ke bawah. Jadi saya kira memang ada posisi tertentu pada pelemahan daya beli,” ungkap Athor.
Reporter: Syaefuddin Al Ayubbi
Editor: Eriec Dieda/NusantaraNews