Mancanegara

Penderitaan Etnis Rohingya Terus Berlanjut

Pengungsi Rohingya
Pengungsi Rohingya di Bangladesh

NUSANTARANEWS.CO – Penderitaan etnis Rohingya terus berlanjut. Pemimpin komunitas Rohingya telah menolak dengan tegas kesepakatan antara PBB dan pemerintah Myanmar mengenai kembalinya pengungsi yang melarikan diri dari kekerasan di negara bagian Rakhine.

Menurut aktivis Rohingya di Bangladesh, Ko Ko Linn, “Kesepakatan itu adalah tentang masalah kembalinya Rohingya ke rumah mereka. Tapi anehnya, kesepakatan itu dibuat tanpa melibatkan komunitas Rohingya, terutama terkait komitmen dari pemerintah Myanmar untuk melindungi keselamatan kita setelah kembali ke rumah. Ini bertentangan dengan kepentingan Rohingya,” ujarnya sebagaimana dilansir The Guardian pada hari Jum’at (6/7)

Warga muslim minoritas Rohingya masih terus melarikan diri mengungsi ke Bangladesh untuk menghindari tindakan kekerasan aparat di Rakhine. Sejak Oktober 2016 hingga Agustus 2017, warga muslim Rohingya mengalami pemerkosaan, pembunuhan dan pembakaran rumah sehingga ratusan ribu orang melarikan diri ke negara tetangga. Tindakan brutal aparat keamanan Myanmar tersebut dikecam keras oleh PBB, sebagai contoh praktek pembersihan etnis.

Baca Juga:  Rezim Kiev Terus Mempromosikan Teror Nuklir

Komisioner Tinggi PBB untuk HAM, Zeid Ra’ad al-Hussein, mengatakan sedikitnya 12.000 warga Rohingya telah kabur ke Bangladesh sepanjang tahun 2018 ini.

Dalam pidatonya di depan Dewan HAM PBB, Zeid mengatakan bahwa warga muslim Rohingya masih terus meninggalkan negara bagian Rakhine di Myanmar dengan bersaksi mengenai kekerasan, persekusi, pembunuhan dan pembakaran rumah-rumah mereka.

Kepala badan HAM PBB tersebut mengatakan, bahwa banyak pengungsi Rohingya yang mengaku ditekan oleh otoritas Myanmar untuk menerima kartu verifikasi nasional sebagai syarat untuk kewarganegaraan.

“Tidak ada retorika yang dapat menutupi fakta-fakta ini. Orang-orang masih melarikan diri dari penganiayaan di Rakhine, dan bahkan bersedia mengambil risiko mati di laut demi melarikan diri,” kata Zeid seperti dilansir media Press TV, Kamis (5/7/2018).

Kampanye brutal tersebut telah memaksa sekitar 700 ribu warga Rohingya kabur dari Myanmar sejak Agustus 2017 dan mengungsi ke Bangladesh.

Banyak dari para pengungsi Rohingya itu tinggal di kamp-kamp kumuh atau tepat di seberang perbatasan di sebidang tanah yang dikenal sebagai “tanah tak bertuan”. Hingga saat ini, warga Rohingya yang telah sejak lama tinggal di Myanmar, tidak diakui sebagai warga negara Myanmar, melainkan dianggap sebagai imigran ilegal dari Bangladesh.

Baca Juga:  Apa Arti Penyebaran Rudal Jarak Jauh Rusia Bagi Skandinavia?

Zeid menuduh pemerintah Myanmar menutup-nutupi hal itu dan mendesak agar persoalan ini dirujuk ke Pengadilan Kriminal Internasional. Ia menyerukan masyarakat internasional agar bekerja sama melindungi hak Muslim Rohingya dan mengatakan bahwa tidak ada retorika yang bisa menyembunyikan fakta tersebut. (Aya)

Related Posts

1 of 3,064